Sejarah-Budaya Nusantara Mendunia dalam Balutan Teknologi
Empat tahun lalu, pada peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika di Bandung, sebuah pertunjukan seni cahaya proyektor disajikan di Gedung Merdeka. Gambar bergerak proklamator kemerdekaan, Soekarno, tampil di muka bangunan bergaya art-deco tersebut.
Di sela suara duta bangsa Indonesia yang tengah mengudara, wajah lima pemimpin dan bendera negara asia penggagas Konferensi Asia Afrika (KAA) seketika terpajang di jendela-jendela gedung. Tak lama kemudian, tulisan merah menyala "1955: The New Asia Afrika" muncul di atas plang bertuliskan Gedung Merdeka.
Di akhir pertunjukkan, lagu Bangun Pemudi Pemuda yang ditulis Alfred Simanjuntak, dua tahun sebelum Indonesia merdeka, mengalun. Bait-bait lirik silih berganti terpampang di tembok bangunan. Kidung penuh gelora itu lantas dihayati ribuan masyarakat yang berada di sekitar Gedung Merdeka.
Muhammad Adi Panuntun tampak bersemangat ketika mengingat momen yang terekam dengan baik di sebuah video dokumentasi. Karya studio kreatif multi disiplin yang dipimpinnya, Sembilan Matahari, berhasil menggetarkan masyarakat di ruang publik.
Hal yang sama juga pernah dilakukan di hadapan masyarakat dunia. Lewat karya yang memasukan beragam unsur budaya Indonesia, mereka menjadi juara di Art Vision Contest 2014 di Rusia, hingga Festival of Lights Championship 2017 di Jerman.
Baca juga: Indonesia "Mengekspansi" Dunia Melalui Aplikasi
"Lewat kreativitas, kita bisa jadi duta budaya dan persatuan dengan menyentuh nilai-nilai tersebut, tanpa harus menggurui dan mendoktrinisasi," ujar pria 40 tahun tersebut kepada Kompas.
Lewat kreativitas, kita bisa jadi duta budaya dan persatuan dengan menyentuh nilai-nilai tersebut, tanpa harus menggurui dan mendoktrinisasi.
Ia mengatakan, Sembilan Matahari berkomitmen mewarnai ruang-ruang publik. Studio kreatif yang berdiri pada 2007 tersebut pun terus mengembangkan diri. Dari yang awalnya hanya menghasilkan film, kini berbagai teknologi audivisual dimanfaatkan untuk menghadirkan solusi bagi kondisi sosial budaya di masyarakat.
Berbagai karya dihasilkan dalam bentuk pemetaan video (video mapping) yang menggunakan teknik pencahayaan dan proyeksi untuk menghasilkan ilusi optis. Karya tersebut kerap dipadukan dengan permainan audio dan teknologi kekinian, seperti realitas tertambah (augmented reality), realitas maya (virtual reality), hingga ilusi holografik.
Baca juga: Ekonomi Kreatif Memerdekakan Pengangguran?
Dengan teknik tersebut, mereka tidak hanya bisa menghasilkan pertunjukkan sesaat, tapi juga mengisi ruang-ruang kosong di museum-museum bersejarah, menggantikan diorama-diorama yang kaku dan sunyi. Cerita dan pesan yang disampaikan melalui karya mereka pun menjadi lebih interaktif.
Di Museum Bank Indonesia misalnya. Pada 2018, Sembilan Matahari menghadirkan instalasi immersive cinema yang berisi dokumentasi perjalanan sejarah bangunan dan Museum Bank Indonesia yang berhasil dinasionalisasi setelah kemerdekaan. Instalasi itu membawa pengunjung pada pengalaman audivisual empat dimensi.
Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) pun menobatkan Museum Bank Indonesia menjadi Museum Moneter dan Perbankan Pertama yang Menggunakan Teknologi Empat Mapping Proyektor dengan Aplikasi Resolum Arena tahun itu juga.
Baru-baru ini, Sembilan Matahari juga dirangkul Pemerintah DKI Jakarta untuk menghadirkan instalasi hologram "Kala Jakarta" di Museum Sejarah Nasional, Monumen Nasional, Jakarta. Hologram berdurasi 25 menit menampilkan sejarah Jakarta dalam tiga periode, masa penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, dan pasca kemerdekaan.
"Kita mengetahui bahwa sejarah memiliki nilai nasionalisme, kebangsaan, atau keberagaman yang harus terus diwariskan. Tetapi, itu harus dikemas dengan cara-cara yang adaptif dan kekinian," tuturnya.
Kita mengetahui bahwa sejarah memiliki nilai nasionalisme, kebangsaan, atau keberagaman yang harus terus diwariskan. Tetapi, itu harus dikemas dengan cara-cara yang adaptif dan kekinian.
Misi tersebut pun diharapkan Adi bisa dikembangkan lebih banyak pelaku industri serupa di dalam negeri. Dengan luasnya wilayah Indonesia dan jumlah penduduk terus meningkat, masih ada banyak ruang publik yang harus dikembangkan oleh sumber daya manusia kreatif.
"Kalau kita niatnya membangun industri dan pangsa pasar, kita tentu nggak bisa sendiri," pungkas alumnus Institut Teknik Bandung tersebut.
Ekspor kreatif
Semakin banyak pelaku industri kreatif di dalam negeri, tentunya akan mendorong lebih banyak ekspor kreatif. Dalam hal ini, pelaku ekonomi kreatif berlomba menghasilkan karya yang dibalut dengan budaya lokal untuk kemudian dipromosikan ke pasar internasional. Salah satunya adalah melalui gim.
Gim lokal, Manguni Squad, yang menampilkan budaya Indonesia juga sedang ramai menjadi perbincangan. Gim ini baru saja mendapat kesempatan untuk promosi di ajang pamerah hak kekayaan intelektual dunia, Licensing Shanghai Expo 2019.
Gim ini mirip dengan tema-tema lain yang laku di pasaran yakni tembak-tembakan. Bedanya, latar setiap misi dalam babak gim ini merupakan situs ternama di Indonesia. Misalnya saja, Candi Borobudur dan Monumen Nasional.
Gim ini mirip dengan tema-tema lain yang laku di pasaran yakni tembak-tembakan. Bedanya, latar setiap misi dalam babak gim ini merupakan situs ternama di Indonesia. Misalnya saja, Candi Borobudur dan Monumen Nasional.
Selain itu, misi dari permainan itu pun menyesuaikan dengan permasalahan sosial yang sedang terjadi di Indonesia. Para pemain Manguni Squad akan mendapatkan misi untuk memberantas kejahatan seperti hoaks dan peredaran narkoba.
“Di era sekarang kan sudah pasti generasi muda mainnya gim. Karena itu, saya ingin coba membuat gim ini tempat mereka mempelajari budaya juga. Mulai dari tempat-tempat terkenal di Indonesia dulu saja,” kata kreator Manguni Squad Ardian Infantono.
Saya ingin coba membuat gim ini tempat mereka mempelajari budaya juga.
Ardian tidak menyangka ternyata gim yang dijual di Play Store ini mendapatkan tanggapan positif dari pengguna di luar negeri. Saat ini Manguni Squad sudah diunduh lebih dari 10.000 kali oleh pengguna domestik maupun global. Gim seharga Rp 5.000 ini juga berhasil masuk dalam peringkat lima besar gim berbayar terpopuler di dunia bersaing dengan Minecraft dan Hitman Sniper.
Baca juga: Lewat Visinya, Jokowi Menjawab Tantangan Teknologi Digital
Deputi Pemasaran Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Joshua Simanjuntak, mengatakan, produk lokal memang menjadi harta tersembunyi yang laris di pasar internasional. Para pembeli biasanya mengincar keunikan budaya Indonesia yang telah dipadukan dengan karya modern.
“Produk harus memiliki kearifan lokal yang dikemas secara kreatif. Itu biasanya yang laku. Jadi kalau kita lihat seperti anyaman lokal, tetapi dibuat produk kreatifnya. Karena kalau tidak ada ciri khasnya semua orang juga bisa buat,” kata Joshua.
https://youtu.be/4tBxa7FzIgM