Pemkot Surabaya semakin gencar melakukan sosialisasi kepada warga agar mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai. Sasaran pun diperluas mencakup semua aktivitas usaha.
Oleh
IQBAL BASYARI/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya semakin gencar melakukan sosialisasi kepada warga agar mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai. Sasaran kini tak lagi swalayan, restoran, dan hotel, tetapi juga menyasar pasar tradisional yang penggunaan kantong plastiknya relatif tinggi.
Untuk mendukung langkah tersebut, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menerbitkan surat edaran tentang imbauan untuk tidak menggunakan kantong plastik sekali pakai, Selasa (13/8/2019). Dalam surat edaran yang ditujukan kepada seluruh pelaku usaha di Surabaya tersebut, ada lima imbauan penting untuk mengurangi sampah plastik.
Pertama, pelaku usaha diminta tidak lagi menggunakan bungkus plastik dan styrofoam pada makanan dan minuman. Styrofoam juga diminta tidak digunakan untuk wadah kemasan. Penggunaan kantong plastik hanya yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Warga juga diminta memilah sampah dan mendaur ulang sendiri ataupun bekerja sama dengan pihak lain.
Untuk menyukseskan program tersebut, beberapa pejabat di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Surabaya terus melakukan sosialisasi kepada sejumlah pihak, termasuk ke pedagang pasar yang selama ini masih menggunakan kantong plastik.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya Eko Agus Supiandi, Rabu (14/8/2019), di Surabaya, mengatakan, surat edaran mulai disebar dan disosialisasikan ke beberapa pelaku usaha di Surabaya. Langkah ini sebagai komitmen Pemkot Surabaya dalam mewujudkan program Surabaya Zero Waste (bebas sampah), terutama sampah plastik.
”Hari ini mulai disebar ke beberapa tempat, seperti pusat perbelanjaan, restoran, hotel, dan pasar tradisional,” katanya.
Melalui surat edaran dan sosialisasi yang dilakukan, pihaknya berharap masyarakat lebih sadar tentang bahaya penggunaan plastik. Namun, untuk mewujudkan hal itu, perlu dukungan pelaku usaha dan masyarakat dengan mulai membiasakan diri membawa kantong yang lebih ramah lingkungan saat berbelanja.
Sosialisasi dan imbauan pembatasan kantong plastik tidak hanya dilakukan di kalangan pengusaha. Sebelumnya, Pemkot Surabaya melalui Dinas Pendidikan (Dispendik) sudah mendorong para pelajar untuk mengganti kemasan plastik dengan cara membawa botol air dan tempat makanan ke sekolah.
Risma, yang sudah dua tahun terakhir selalu membawa botol air, juga terus mengajak warga Surabaya mengurangi pemakaian pembungkus dari plastik. Ajakan mengurangi pemakaian plastik sekali pakai sudah dicanangkan tiga tahun lalu pada siswa SD hingga SMA.
Di beberapa sekolah, baik SD maupun SMP, mengatur jadwal siswa agar secara bergiliran menjadi ”tim pemeriksa” isi tas rekannya, terutama tempat makanan dan botol air. Mereka bertugas untuk memastikan tidak ada siswa yang menggunakan plastik sekali pakai untuk wadah bekal makanan dan minuman ke sekolah.
Muhammad Zamrony, pegiat lingkungan dari Tunas Hijau, mengatakan, siswa di Surabaya umumnya sudah membawa botol minum sendiri dari rumah. Makanan pun rata-rata sudah masuk dalam wadah permanen. Bahkan, banyak sekolah melarang pedagang di kantin menjual minuman dan makanan yang dibungkus dalam wadah plastik. ”Minuman dijual dalam gelas, kalau makanan di piring kaleng atau kaca,” katanya.
Gerakan tidak menggunakan plastik sekali pakai mulai diterapkan oleh banyak komunitas. Paling tidak, banyak warga mulai menenteng botol air ke mana saja. Ketika belanja ke pasar tradisional pun pembeli umumnya sudah membawa tas atau keranjang belanja sendiri.
Seperti dilakukan kelompok paduan suara Gereja Katolik Roh Kudus, Surabaya, yang mewajibkan anggotanya membawa minuman sendiri menggunakan botol air bukan plastik sekali pakai setiap latihan.
”Sudah dua tahun terakhir saya tidak menyediakan air mineral untuk anggota paduan suara. Semua wajib bawa minuman sendiri menggunakan botol,” kata Dikta (53), pemilik tempat latihan di kawasan Gunung Anyar.
Menanggapi regulasi pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, Koordinator Santika Grup Jatim Agus Triyono mengatakan, hotel-hotel di bawah manajemen Santika, Kampi dan Amaris di seluruh Indonesia sudah siap mendukung langkah Pemkot Surabaya yang terus disosialisasikan oleh Wali Kota Risma untuk mengurangi sampah plastik.
Sedotan plastik merupakan barang berbahan plastik yang paling banyak dipakai di hotel
Komitmen itu diwujudkan dengan mengganti sedotan berbahan plastik menjadi bambu. Langkah itu mulai dilaksanakan sejak Mei lalu.
"Sedotan plastik merupakan barang berbahan plastik yang paling banyak dipakai di hotel," ujarnya.
Selama tiga bulan pertama penggunaan bambu untuk pengganti sedotan, konsumen nyaris tidak ada yang mempermasalahkan. Bahkan mereka juga mendukung kebijakan hotel karena langkah tersebut bisa mengurangi sampah plastik yang bersumber dari hotel. Beberapa tamu juga terbiasa berperilaku bebas sampah sehingga sudah terbiasa meninggalkan plastik.
Namun demikian, pihaknya masih mencari bahan pengganti sedotan yang lebih murah dan ramah lingkungan. Bambu yang dipakai untuk sedotan dinilai masih mahal dan hanya bisa dipakai satu kali.