Masyarakat di pedalaman Kabupaten Boven Digoel dan sekitarnya di Papua merasakan dampak dari dibukanya penerbangan perintis. Sebelum ada penerbangan perintis, mereka harus jalan kaki menembus hutan, berjam-jam lamanya.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
Hujan yang turun mulai Selasa malam hingga Rabu (6-7/8/2019) pagi berangsur-angsur reda. Namun, awan gelap masih menyelimuti langit Tanah Merah, Boven Digoel, Papua. Pilot pesawat Grand Caravan dengan kapasitas penumpang maksimal 12 orang, Scorpio Ogy Gagarin, tetap mencoba terbang menuju pedalaman Boven Digoel, persisnya ke Koroway Batu.
Kompas bersama sejumlah warga Koroway Batu berada dalam penerbangan tersebut.
Pesawat perintis itu membelah langit dalam kondisi berawan. Sesekali pesawat naik dan turun menghindari gumpalan awan. Butiran air pun mengalir di kaca jendela pesawat. Hanya ada hutan lebat dan liukan aliran sungai ketika melihat ke daratan.
Selama sekitar 30 menit dari Bandar Udara Tanah Merah, pesawat akhirnya tiba di Bandar Udara Koroway Batu. Ogy, yang delapan tahun terakhir terbang di Papua, dengan mudahnya melewati tantangan cuaca hari itu.
”Tidak jarang tantangan yang dihadapi lebih berat daripada penerbangan ini. Apalagi kalau ke daerah pedalaman di pegunungan, cuaca menjadi tantangan terberat,” tutur Ogy.
Dari Tanah Merah ke Koroway Batu sama sekali belum ada akses jalan darat.
Sebelum jalur penerbangan perintis dibuka, April 2019, untuk bisa ke Koroway Batu dari Tanah Merah, warga harus berjalan kaki seharian penuh menembus hutan belantara.
Koroway Batu termasuk ke dalam program jembatan udara yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Sebuah program pemerintah untuk penyediaan akses transportasi udara melalui penerbangan perintis ke daerah pedalaman, perbatasan, ataupun terluar.
Bartolomeus Kondan (42), warga Korowai, merasakan betul manfaat penerbangan perintis. ”Kalau naik pesawat lebih cepat (waktu tempuh). Bisa hemat (ongkos). Nanti keluarga jemput di Koroway Batu, baru sama-sama jalan ke kampung,” ucap Bartolomeus.
Subsidi
Selain ke Koroway Batu, penerbangan perintis dari Bandara Tanah Merah juga tersedia ke daerah pedalaman lain di Boven Digoel dan Kabupaten Pegunungan Bintang dan Mappi, dua kabupaten yang berbatasan dengan Boven Digoel.
Di antaranya, Oksibil di Pegunungan Bintang; Kepi di Mappi; serta Bomakia dan Manggelum di Boven Digoel.
Oleh karena penerbangan perintis, pemerintah menggelontorkan subsidi Rp 12,5 miliar untuk penerbangan kargo dan Rp 7,3 miliar untuk penerbangan penumpang tahun ini. Dengan adanya subsidi ini, tarif tiket penerbangan perintis bisa ditekan hingga tinggal berkisar Rp 150.000 sampai Rp 340.000 per orang.
Udin Oleu (33), warga Boven Digoel, menuturkan, akses transportasi udara sudah jauh lebih baik saat ini. Hanya belum ada penerbangan rutin atau setiap hari.
”Lebih mudah akses antarwilayah, cuma harus tunggu dan rebutan tiket sampai beberapa hari. Biasanya dua sampai tiga hari, tergantung dari wilayah tujuan,” kata Udin.
Selain itu, sekalipun sudah disubsidi, warga masih berharap biaya tiket bisa lebih ringan. Ini seperti disampaikan oleh Herson Thesia (50). Dia mengaku harus bolak-balik dua kali sepekan untuk membeli kebutuhan pokok di Tanah Merah.
”Pengeluaran sudah banyak untuk belanja kebutuhan pokok. Harus tambah lagi untuk tiket pesawat,” kata Herson.
Menanggapi harapan warga, Kepala Bandara Tanah Merah Asep Soekarji menyebutkan, pihaknya tengah mengupayakan pengembangan bandara serta tambahan subsidi untuk penerbangan perintis.
”Pengembangan bandara agar pesawat berukuran lebih besar dapat mendarat. Otomatis daya angkut penumpang semakin besar dan jadwal penerbangan akan bertambah,” kata Asep.
Pengembangan bandara dan tambahan subsidi penerbangan ini ditargetkan berjalan pada 2020.
Asep menekankan bahwa program jembatan udara tidak akan berjalan maksimal tanpa bantuan pilot-pilot andal. Mereka dengan jam terbang dan pengalamannya telah berhasil membuka keterisolasian kawasan-kawasan pedalaman di Papua.
Seandainya harapan warga di pedalaman bisa dipenuhi, masyarakat di pedalaman tentu akan meraup keuntungan lebih besar dari penerbangan perintis itu.