JAKARTA, KOMPAS - Selama empat bulan beraksi, komplotan pemalsu Sertifikat Hak Milik (SHM) menimbulkan kerugian hingga ratusan miliar rupiah. Komplotan ini menggunakan sebuah bangunan di Jalan Tebet Timur Raya 4D, Jakarta Selatan, sebagai kantor notaris dan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) fiktif.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono, Senin (5/8/2019) di lokasi kantor notaris dan PPAT fiktif, mengatakan, ada tiga laporan ke Polda Metro Jaya dari tiga korban. Para korban mengalami kerugian sekitar Rp 214 miliar. Diduga masih banyak korban lain yang belum melapor ke polisi.
Argo menjelaskan, polisi meringkus lima tersangka yaitu D, S, R, A, dan H.
D berperan mencari korban yang menjual rumah, S menyediakan tempat, R sebagai notaris, H sebagai staf notaris, dan A memalsukan SHM serta menggunakan SHM untuk agunan.
Menurut Argo, modus komplotan tersebut adalah mencari orang yang akan menjual rumah mewah senilai lebih dari Rp 15 miliar. Pelaku berpura-pura sebagai pembeli rumah dan sebagai notaris meminjam SHM dari pemilik rumah dengan alasan akan dicek keasliannya. Pemilik rumah tanpa curiga memberikan SHM kepada pelaku.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Foto Ilustrasi. Warga penerima sertifikat tanah gratis menunjukkan sertifikat tanah yang diperolehnya dari Badan Pertanahan Nasional Kanwil Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Selasa (30/12/2014).
Pelaku menggunakan SHM yang asli itu sebagai agunan ke perusahaan pendana atau koperasi untuk mendapatkan dana. Sementara pemilik rumah diberi SHM yang sudah dipalsukan oleh pelaku.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Suyudi Ario Seto mengutarakan, komplotan mafia properti itu beraksi sejak Maret 2019. Mereka berhasil membujuk pemilik tiga rumah mewah yang akan dijual di Jalan Raden Patah; Jalan Wijaya, dan Jalan Kebagusan untuk menyerahkan SHM.
Untuk mengelabui korban, komplotan itu menggunakan sebuah bangunan di Jalan Tebet Timur Raya 4D sebagai kantor notaris dan PPAT. Di depan bangunan tersebut terdapat papan nama notaris dan PPAT atas nama Dr H Idham SH Mkn. Setelah polisi mengecek, notaris bernama Idham diduga dicatut namanya karena yang bersangkutan sudah tidak lagi menjadi notaris.
“Pelaku dan korban bernegosiasi, kemudian setelah dicapai kesepakatan mereka bertemu di kantor notaris fiktif di Tebet dengan alasan mengecek SHM. Korban menunjukkan SHM asli, kemudian SHM itu dibawa oleh pelaku dengan alasan akan dicek ke Badan Pertanahan Nasional (BPN),” kata Suyudi.
Menurut Suyudi, perusahaan pendana juga tertipu oleh pelaku yang membawa SHM asli sehingga para pelaku dapat menikmati dana hasil kejahatannya senilai miliaran rupiah. Kasus tersebut awalnya terungkap ketika salah satu korban mendapat informasi dari perusahaan pendana bahwa SHM miliknya digunakan sebagai agunan menggunakan identitas palsu. Selain itu ada perusahan pendana yang melapor ke Polda Metro Jaya karena dirugikan senilai Rp 25 miliar.
“Korban curiga karena SHM lama sekali dibawa pelaku sejak Maret sampai Juli 2019. Ketika korban menanyakan di mana SHM-nya, pelaku memberikan SHM palsu. Secara kasat mata SHM palsu dan asli tidak bisa dibedakan,” ucapnya.
Suyudi menambahkan, Subdit Harta Benda Ditreskrimum Polda Metro Jaya membuka jalur pengaduan di nomor 08128171998 bagi masyarakat yang menjadi korban komplotan tersebut.