Rajungan yang berasal dari Kabupaten Demak, Rembang, dan Pemalang mendominasi kinerja ekspor produk perikanan di Jawa Tengah. Rajungan itu menjadi bagian ekspor serentak produk perikanan dari daerah-daerah.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Rajungan yang berasal dari sejumlah sentra produksi di Kabupaten Demak, Rembang, dan Pemalang mendominasi kinerja ekspor produk perikanan di Jawa Tengah. Peningkatan penjaminan mutu bahan baku membuat pasar ekspor rajungan bakal kian terbuka.
Kepala Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Semarang R Gatot Perdana mengatakan, daging rajungan ialah salah satu komoditas dengan nilai ekspor tertinggi, di samping surimi, udang, cumi-cumi, dan daging nila.
”Ekspor rajungan stabil. Dengan menerapkan penjaminan mutu sehingga memenuhi persyaratan, komoditas rajungan akan terus berkembang,” ujar Gatot di sela-sela peluncuran Ekspor Raya Komoditas Perikanan di Kota Semarang, Jumat (19/7/2019).
Gatot menambahkan, sistem penjaminan mutu yang dilakukannya didasarkan pengendalian mutu pangan dengan pencegahan terjadinya bahaya pada titik tertentu atau hazard analysis critical control point (HACCP). Dengan demikian, pelayanan diharapkan optimal guna mendukung peningkatan ekspor komoditas perikanan.
Data kinerja ekspor perikanan BKIPM Semarang pada Januari-Mei 2019 menunjukkan dari sisi volume, ekspor rajungan mencapai 1.442 ton. Jumlah itu berada di peringkat ketiga setelah surimi sebanyak 4.109 ton dan cumi-cumi sebanyak 2.465 ton. Kendati demikian, dari segi nilai, rajungan memiliki nilai transaksi tertinggi, mencapai Rp 462 miliar.
Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Data Informasi BKIPM Semarang Ely Musyarofah menuturkan, ada sekitar enam perusahaan pengolahan daging rajungan di Jateng. Mereka mendapat bahan baku yang disertai penjaminan mutu, dari sejumlah sentra penghasil rajungan.
Sementara di tingkat hulu, nelayan terus diedukasi agar tetap memperhatikan kaidah keberlanjutan saat menangkap rajungan. ”Ini penting agar ke depan, anak cucu kita tidak kehabisan sumber daya kepiting dan rajungan. Eksploitasi perlu mengedepankan prinsip kelestarian,” kata Ely.
Hal itu telah tertuang pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan. Disebutkan, rajungan boleh ditangkap jika dalam kondisi tak bertelur dan ukuran lebar karapas di atas 10 cm atau berat di atas 60 gram per ekor.
Ekspor serentak
Adapun ekspor dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang yang diluncurkan Jumat ini berupa komoditas perikanan sebanyak tujuh kontainer dengan volume 93 ton. Nilainya mencapai Rp 9,2 miliar. Komoditas yang diekspor antara lain daging rajungan, ikan, udang, teri, dan daging ikan nila, yang merupakan hasil tangkapan dan budidaya.
Komoditas itu diekspor ke Jepang, Belanda, Amerika Serikat, dan Singapura. Selain Semarang, ekspor raya perikanan juga dilakukan serentak di Pelabuhan Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), dan Makassar. Total ekspor 389 kontainer.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng Fendiawan mengatakan, kinerja ekspor perikanan di Jateng pada Januari-Mei 2019 mencapai Rp 1,2 triliun. ”Kami terus mendukung dan membina unit pengolahan agar terus bisa meningkatkan kualitas hasil olahannya,” ujar Fendiawan.