Kebijakan Ganjil Genap Mesti Dikomunikasikan kepada Warga
Oleh
Irene Sarwindaningrum/Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek atau BPTJ mengusulkan agar sistem ganjil genap kembali diberlakukan seperti saat berlangsungnya Asian Games. Usulan ini disambut baik sejumlah kalangan. Namun, mereka meminta Gubernur DKI mengomunikasikan kebijakan ganjil genap dengan baik kepada seluruh warga.
Kebijakan ganjil genap yang berlaku saat ini masih sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 155 Tahun 2018 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil Genap.
Dalam peraturan tersebut, pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil genap diberlakukan pada Senin sampai dengan Jumat kecuali hari libur nasional, pukul 06.00- 10.00 dan pukul 16.00-20.00.
Sebelumnya, BPTJ mengusulkan kepada Gubernur DKI Jakarta agar mengembalikan waktu ganjil genap seperti saat Asian Games 2018, yakni pukul 06.00-21.00 pada Senin hingga Jumat kecuali hari libur.
Damantoro, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) DKI Jakarta, Rabu (10/7/2019), berpendapat, pembatasan kendaraan pribadi melalui kebijakan ganjil genap yang diperpanjang akan mendorong masyarakat berpindah dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum.
”Kalau ada pembatasan, kan psikologinya, misalnya ini hari ganjil, pemilik kendaraan genap akan mencari cara agar bisa bermobilitas. Salah satunya dengan menggunakan kendaraan umum, ada transjakarta, MRT, dan nantinya LRT,” kata Damantoro.
Pemprov DKI juga sudah mengalokasikan triliunan rupiah untuk subsidi (public service obligation/PSO) bagi transjakarta dan MRT Jakarta. ”Subsidi sudah besar, sayang kalau kemanfaatannya tidak maksimal,” ujarnya.
Layanan angkutan umum di Jakarta pun, imbuh Damantoro, sudah meluas cakupannya dan bagus layanannya. Jangkauan transjakarta dengan program Jaklingko saat ini sudah mencapai 73 persen di seluruh Jakarta. Masyarakat juga bisa mengakses bus transjakarta koridor dan nonkoridor dalam jarak 500 meter.
Untuk lalu lintas Jakarta, lanjutnya, sudah tidak lagi bisa diatur atau dikelola dengan predict and supply, di antaranya suplai jalan dan suplai angkutan. Namun, lalu lintas dan kemacetan di Jakarta sudah harus diatur dengan predict, supply, and demand management.
”Karena disuplai angkot banyak gratis pun kalau kendaraan pribadinya tidak dibatasi, akan tetap macet. Apalagi ERP (jalan berbayar) tidak jalan. Sekarang tinggal traffic management-nya bagaimana, political will-nya bagaimana,” ungkap Damantoro.
Untuk bisa menerapkan itu semua, tinggal Gubernur DKI merespons semuanya.
Yoga Adiwinarto, Direktur ITDP Indonesia, Rabu, berpendapat, usulan ganjil genap dari BPTJ itu sangat bisa diterima. ITDP justru mengusulkan agar ganjil genap juga diterapkan di seluruh wilayah DKI Jakarta.
Mengacu pada pelaksanaan Asian Games 2018, dengan penerapan kebijakan pembatasan kendaraan saja, kadar polusi di Jakarta bisa ditekan.
Yoga menambahkan, pembatasan kendaraan di Jakarta sudah seharusnya dilakukan mengingat predikat Jakarta sebagai kota paling polutif di dunia. Gubernur DKI, jelas Yoga, harus bisa menjelaskan dampak kualitas udara yang buruk, khususnya dampak jangka panjang bagi perkembangan pertumbuhan manusia dan kesehatan. Dengan demikian, kebijakan pembatasan kendaraan bisa diterima warga.
Adapun Dinas Perhubungan DKI Jakarta masih mengkaji berbagai aspek terkait kebijakan ganjil genap ini.
Angkutan truk
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman mengatakan, pengusaha truk tak keberatan dengan pemberlakuan ganjil genap seperti yang berlaku saat ini. Secara ekonomi, kebijakan ini justru menguntungkan sektor angkutan truk karena kemacetan bisa berkurang.
Namun, ia keberatan apabila kebijakan ganjil genap juga diiringi pembatasan operasional angkutan truk, seperti yang berlaku selama Asian Games 2018. Akibat pembatasan jam operasional truk tersebut, kegiatan usaha angkutan truk melambat hingga 50 persen.
”Saat itu kami memang bersedia berkorban karena itu kepentingan nasional dan hanya berlaku beberapa pekan. Tapi kalau pembatasan operasional angkutan truk juga menjadi kebijakan lebih dari enam bulan, kami menolak,” katanya.
Menurut Kyatmojo, pembatasan ganjil genap pun tak akan efektif sebagai solusi kemacetan DKI secara permanen. Sebab, masyarakat akan beradaptasi dengan membeli kendaraan dengan nomor polisi ganjil dan genap atau menggunakan dua pelat nomor. Selain itu, pertumbuhan kendaraan juga masih terus terjadi. Ia berharap ada solusi mengatasi kemacetan yang bisa efektif secara permanen.
Yoga Adiwinarto juga tidak memungkiri apabila ganjil genap diperluas di seluruh Jakarta, bisa jadi akan ada pembelian mobil kedua, ketiga, dan seterusnya.
”Kalau sudah begitu, pemerintah sebaiknya memainkan instrumen lain, yaitu meningkatkan pajak kendaraan kedua dan seterusnya. Jadi pembatasan kepemilikan kendaraan diatur dengan besaran pajak. Kalau perlu dikepung dengan kebijakan lain yang akan sangat membatasi,” ujarnya.