Kementerian Perhubungan mengganti operator kapal yang nakal, demi perbaikan layanan tol laut. Dengan demikian, tak ada lagi keterlambatan dan tarif mahal.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi terus mengevaluasi praktik tol laut di Maluku yang belakangan diterpa sejumlah persoalan. Operator kapal yang memegang kendali pengiriman barang diganti dan dimasukkan ke dalam daftar hitam. Petugas dari kementerian yang terkait langsung dengan program tersebut pun dipecat.
”Saya sudah tindak tegas,” ujar Budi melalui telepon kepada Kompas di Ambon, Maluku, Kamis (4/7/2019). Budi bermaksud menanggapi pemberitaan Kompas pada Rabu dan Kamis, terkait persoalan keterlambatan kapal selama lebih dari tiga bulan dan tarif angkutan peti kemas yang membengkak Rp 5 juta dalam tiga tahun terakhir.
Seperti diberitakan sebelumnya, Oyang Augustin, pengguna jasa tol laut di Pulau Kisar, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku, mengatakan, saat ini, biaya yang dikeluarkan untuk membayar satu peti kemas berbobot 18 ton yang diangkut dari Surabaya, Jawa Timur, ke Kisar sebesar Rp 11,8 juta. Artinya, tarif untuk satu ton sebesar Rp 656.000.
Dikeluhkan pula bahwa ongkos tol laut semakin mahal. Tahun 2016 sebesar Rp 6,8 juta, kemudian naik menjadi Rp 8,8 juta, dan kini menjadi Rp 11,8 juta. Jika menggunakan kapal swasta yang tidak disubsidi pemerintah, tarif angkut 1 ton barang paling mahal Rp 650.000. Bahkan, kalau sudah langganan, harganya bisa dikurangi Rp 100.000 per ton.
Selain itu, dengan kapal swasta, waktu perjalanan dari Surabaya ke Kisar paling lama empat hari. Sementara jika menggunakan kapal tol laut, waktu perjalanan bisa lebih dari 15 hari. Bahkan, pada angkutan pertama tahun ini, kapal tol laut terlambat lebih dari tiga bulan.
Tol laut merupakan janji kampanye Jokowi dalam pemilihan presiden tahun 2014 dan kembali ditegaskan pada pemilihan presiden 2019.
Menurut Budi, evaluasi dan perbaikan itu untuk memastikan agar program tol laut yang merupakan agenda prioritas utama Presiden Joko Widodo dapat terlaksana sesuai dengan tujuan. Tol laut bertujuan menekan disparitas harga barang di kawasan timur Indonesia termasuk Maluku. Pengguna jasa tol laut diberi subdisi angkutan.
Tol laut merupakan janji kampanye Jokowi dalam pemilihan presiden tahun 2014 dan kembali ditegaskan pada pemilihan presiden 2019. Jokowi kembali memimpin hingga 2024 mendatang.
Butuh dukungan
Budi meminta dukungan dari semua pihak untuk menyukseskan program tol laut. Selain Kementerian Perhubungan, ada operator, pengusaha pengguna tol laut, pemerintah daerah, dan masyarakat. Program tol laut pertama kali diluncurkan November 2015 dan mulai beroperasi setahun kemudian.
Menurut data yang dihimpun dari Kementerian Perhubungan, saat ini, tol laut melayani 18 trayek, Jumlah itu bertambah dari 13 trayek sejak tahun 2016. Adapun anggaran yang digelontorkan untuk subsidi tol laut, berturut-turut tahun 2016 sebesar Rp 335,05 miliar, meningkat menjadi Rp 447,62 miliar tahun 2017, kemudian turun menjadi Rp 222,03 miliar untuk tahun 2019.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar Frenky Limbers Senin (1/7) lalu mengatakan, kehadiran tol laut belum efektif menurunkan harga barang. Politisi berlatar belakang pengusaha itu menilai, ada oknum pengusaha yang sengaja memanfaatkan tol laut untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. ”Seharusnya sejak tol laut masuk, harga sudah harus turun,” ujarnya.
Selain itu, ada pengusaha yang dianggap nakal lantaran menggunakan jasa tol laut untuk mengangkut mobil dan barang-barang proyek infrastruktur. Padahal, tol laut digunakan untuk mengangkut barang kebutuhan pokok dan barang penting lainnya, seperti seng, semen, dan besi, untuk kebutuhan masyarakat. Frenky berharap oknum pengusaha itu harus ditindak.
Kira-kira masalah sebenarnya ada di mana? Sudah dievaluasi tetapi tetap saja terjadi.
Ketua Komisi C DPRD Provinsi Maluku Anos Yeremias berharap agar persoalan tol laut di Maluku dapat diselesaikan dengan tuntas. Ia menilai, evaluasi yang dilakukan belum menunjukkan perbaikan berarti. Padahal, pada Maret 2019, Budi memimpin rapat di Saumlaki, ibu kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar untuk membahas sejumlah persoalan tol laut.
”Kira-kira masalah sebenarnya ada di mana? Sudah dievaluasi tetapi tetap saja terjadi. Ini perlu komitmen untuk menyelesaikan sampai tuntas, jangan hanya setengah-setengah saja. Jika program ini dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, masyarakat di daerah terpencil Maluku akan sangat terbantu,” ujarnya.