JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi berharap agar putusan sidang sengketa hasil Pemilihan Presiden 2019 tidak dijadikan ajang untuk menghujat dan memfitnah. Putusan yang bersifat final dan mengikat ini telah dijalankan melalui persidangan perkara yang terbuka.
”Kami menyadari sepenuhnya bahwa putusan ini tidak mungkin memuaskan semua pihak. Untuk itu, kami jangan dijadikan ajang untuk menghujat dan memfitnah,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam membuka putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (pemilu) di Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Persidangan yang dijadwalkan dimulai pada pukul 12.30 sempat tertunda selama sekitar 10 menit. Anwar menyampaikan ketertundaan ini dikarenakan para hakim MK harus menyelesaikan administrasi terutama terkait dengan pengadaan putusan.
Anwar menegaskan, sejak sidang pertama digelar hingga agenda putusan, para hakim hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Putusan perkara pun dipastikan telah didasarkan pada fakta yang terungkap dan terbukti dalam persidangan.
Persidangan perkara perselisihan hasil pemilu berlangsung sejak 14 Juni 2019. Persidangan putusan ini antara lain dihadiri pihak pemohon, Bambang Widjojanto selaku ketua tim kuasa hukum pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subiano-Sandiaga Uno; pihak termohon, kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ali Nurdin; serta pihak terkait, yaitu YusrilIhza Mahendra sebagai ketua tim kuasa hukum pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Sebelumnya, pengajar Sekolah Tinggi Hukum Jentera Bivitri Susanti menyampaikan, berdasarkan pengamatan selama persidangan terhadap saksi dan ahli yang hadir, posisi pemohon sangat lemah.
”Menurut prediksi saya, kemungkinan dikabulkannya itu sangat kecil. Sebab, banyak sekali dalil yang tidak berhasil dibuktikan oleh kuasa hukum pemohon,” katanya.
Misalnya, persoalan daftar pemilih tetap (DPT) yang muncul menjadi dalil pemohon yang pada akhirnya tidak dapat dibuktikan. Selain itu, Bivitri juga menjelaskan, apakah 17,5 juta suara yang dikatakan tidak menggunakan hak pilihnya dapat dipastikan memilih pasangan capres-cawapres Prabowo-Sandi juga tidak dapat dibuktikan.
”Melalui apa yang ada selama proses persidangan kemarin, saya menyimpulkan bahwa dalil-dalil dari pemohon tidak dapat dijawab oleh saksi. Dengan begitu, tidak dapat dibutktikan adanya kecurangan,” kata Bivitri.