Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK telah memperbaiki kriteria seleksi untuk mendapatkan figur-figur yang lebih berintegritas. Untuk menguji integritas personal calon pimpinan KPK, mereka harus lolos belasan tahap seleksi.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi telah memperbaiki kriteria seleksi untuk mendapatkan figur-figur yang lebih berintegritas. Untuk menguji integritas personal calon pimpinan KPK, mereka harus lolos belasan tahap seleksi, termasuk tes psikologi dan profile assessment.
Secara keseluruhan, terdapat 15 tahap seleksi calon pimpinan (capim) KPK, mulai dari pendaftaran calon, seleksi administrasi, meminta tanggapan masyarakat, uji kompetensi, psikotes, profile assessment, penelusuran rekam jejak, uji publik, tes kesehatan, hingga wawancara.
”Untuk mengukur integritas calon, kami lakukan dengan memperbaiki dari panitia seleksi sebelumnya. Untuk mengenali calon, ada psikotes dan profile assessment. Dua hal ini jadi bahan perdebatan sengit di kami,” kata Hendardi, anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, dalam diskusi publik ”Sosialisasi Penjaringan Calon Pimpinan KPK” di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Rabu (19/6/2019).
Diskusi tersebut merupakan hasil kerja sama antara KPK dan Universitas Brawijaya, Malang, dengan melibatkan lembaga antikorupsi Malang Corruption Watch dan Transparency International.
Untuk mengenali calon, ada psikotes dan profile assessment. Dua hal ini jadi bahan perdebatan sengit di kami.
Selain itu, menurut Hendardi, calon juga harus melakoni uji kompetensi berlapis, yaitu menjalani tes obyektif sekaligus diwajibkan menulis makalah.
”Integritas itu pun harus dimulai dari pansel (panitia seleksi) sendiri. Sejauh ini tidak ada kendala integritas pansel meski ada beberapa kritik ke kami. Kami diterima Presiden hari Senin (17 Juni). Tetapi, sebenarnya kami sudah bekerja sejak 20 Mei. Artinya, saat kami bekerja, belum mendapat arahan apa pun dari Presiden. Presiden tidak ada interest-interest tertentu terhadap pansel,” tutur Hendardi.
Hal terpenting, menurut Hendardi, pada penjaringan capim KPK kali ini, panitia seleksi melibatkan bantuan sejumlah lembaga. Dua lembaga baru dilibatkan dalam seleksi capim KPK, yakni Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
”Pelibatan BNPT dan BNN ini kami tidak mau dikesankan seolah-olah menjaring satu kelompok. Tidak. Tetapi, intinya, kami melibatkan BNPT dan BNN untuk mencegah intervensi-intervensi apa pun, apalagi ideologis, dalam tubuh KPK karena hal itu penting. Misalnya, dengan melibatkan BNN, kami tidak hanya mencegah capim KPK terpilih bebas narkoba, tetapi juga memastikan dia tidak terlibat sindikatnya. Itu coba kami tepis,” tutur Hendardi.
Baik dan kuat
Dengan seleksi berlapis itu, lanjut Hendardi, belum tentu didapat hasil sempurna. ”Akan tetapi, ini bagian usaha kami untuk lebih memperketat seleksi. Harapannya, akan terpilih pimpinan KPK yang baik, kuat, dan mampu mengelola sistem di KPK. Dan, jangan juga dianggap bahwa pansel adalah malaikat. Di mana dengan terpilihnya pimpinan baru KPK nantinya, maka bisa menyelesaikan semua persoalan di KPK,” ucapnya.
Wawan Sujatmiko dari Transparency International Indonesia mengatakan, hingga kini, terdapat 16 kasus yang ditangani KPK terhenti. Kasus-kasus itu antara lain kasus Century, korupsi Hambalang, wisma atlet Palembang, suap Gubernur BI, Pelindo II, korupsi KTP elektronik, kasus yang melibatkan Setya Novanto, dan BLBI.
Oleh karena itu, Wawan berharap, calon pimpinan KPK nantinya bukanlah orang yang tersandera kasus-kasus tersebut. ”Calon pimpinan KPK jangan tersandera oleh kasus-kasus mandek tersebut,” ujarnya.
Wawan mengatakan, penjaringan calon pimpinan KPK hingga ke daerah adalah upaya yang baik untuk memberikan kesempatan masyarakat di daerah turut berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi.
”Namun, ke depan, perlu ditelaah lebih lanjut, apakah tokoh-tokoh yang muncul nantinya benar-benar berkualifikasi bagus atau sekadar mencari kerja,” lanjutnya.
Ketua Dewan Pengurus Malang Corruption Watch Luthfi J Kurniawan mengatakan, pemberantasan korupsi merupakan amanat reformasi. Oleh karena itu, harapannya, akan terbangun Indonesia yang lebih baik.
”Ke depan, KPK harus melakukan beberapa hal, yaitu membangun kelembagaan yang solid dan bisa bersinergi dengan lembaga lain, mengurangi dan bisa mengelola konflik internal, membangun relasi dengan pemerintah dan pemda serta dengan kelompok masyarakat sipil, pengusaha, institusi penegak hukum lain,” katanya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya M Ali Safa’at berharap, calon pimpinan KPK bisa memenuhi maksud pembentukan KPK, yaitu menjadi pemicu pemberantasan korupsi.
”KPK juga harus bisa menyelesaikan permasalahan KPK, yaitu masalah internal maupun eksternal, serta masalah sumber daya maupun kelembagaan,” katanya.
Menurut Ali, calon pimpinan KPK bukan tidak mungkin berasal dari daerah. ”Sebab, dari sisi latar belakang, orang di daerah lebih sederhana dan tidak banyak tersangkut ’sesuatu’ yang menyandera. Selain itu, capim dari daerah juga terlatih mendeteksi model-model korupsi sebagaimana berkaca pada pengalaman di daerahnya,” ujarnya.