Publik Menerima Hasil Pemilu
Pelaksanaan Pemilihan Umum 2019 dinilai tidak lebih baik dari Pemilu 2014. Sejumlah gejolak aksi massa dan kondisi politik termutakhir menjadi catatan publik. Meski demikian, mayoritas responden jajak pendapat Kompas menyatakan menerima hasil pemilihan umum.
Kesimpulan ini terekam dari hasil jajak pendapat Kompas pada akhir Mei lalu yang menyebutkan separuh lebih responden (60,1 persen) memandang pelaksanaan pemilihan umum kali ini cenderung lebih buruk dari pemilu lima tahun sebelumnya. Kedua pemilu ini menarik dibandingkan karena keduanya menghadirkan kontestasi yang relatif sama dinamisnya.
Hanya saja, penilaian responden dalam jajak pendapat kali ini tidak serta-merta terkait langsung dengan kualitas penyelenggaraan pemilu. Responden tampak lebih umum membandingkan bagaimana kondisi ketika Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 berlangsung, serta rangkaian peristiwa yang terjadi sesuai dua pemilu itu diselenggarakan.
Penyikapan publik ini tidak lepas dari sejumlah kasus yang mengiringi tahapan Pemilu 2019, termasuk di antaranya kerusuhan 21-22 Mei 2019 yang dianggap menjadi salah satu catatan negatif pemilu kali ini. Dari total responden yang menjawab kualitas Pemilu 2019 ini lebih buruk, sebanyak 36,1 persen di antaranya menyatakan alasan menyatakan pemilu kali ini buruk karena pemilu kali ini diwarnai kericuhan.
Responden cenderung memandang negatif kerusuhan tersebut yang awalnya merupakan unjuk rasa damai menolak hasil Pemilu 2019. Seperti disampaikan kepolisian sebelumnya, kerusuhan terjadi setelah mayoritas pengunjuk rasa meninggalkan lokasi unjuk rasa di depan gedung Badan Pengawas Pemilu, tetapi kemudian datang kelompok massa lainnya yang berbuat rusuh. Responden juga menginginkan pengusutan hukum secara tuntas atas dalang di balik kerusuhan tersebut.
Di sisi lain, perbedaan pilihan politik disinyalir memengaruhi penyikapan responden terkait isu politik yang mewarnai dinamika. Hal ini juga tampak dari hasil jajak pendapat yang masih menunjukkan pembelahan sikap tersebut.
Soal relasi Pemilu 2019 dan kualitas demokrasi, misalnya, cenderung direspons berbeda antara responden pemilih pasangan calon presiden-calon wakil presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan responden yang mengaku memilih capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pemilu 2019.
Responden pemilih Jokowi-Amin, separuh lebih (54,8 persen) memandang pelaksanaan Pemilu 2019 mampu meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia. Hal yang sebaliknya terekam di kelompok responden pemilih Prabowo-Sandi. Sebanyak 45,1 persen dari kelompok responden ini memandang Pemilu 2019 tidak meningkatkan kualitas demokrasi.
Namun, derajat perbedaan ini tidak berlangsung pada semua isu. Terkait hasil pemilu, ada kecenderungan responden pemilih Prabowo-Sandi juga masuk dalam babak baru untuk lebih terbuka menerima apa pun hasil pemilu. Separuh lebih dari kelompok responden Prabowo-Sandi (53,5 persen) menerima hasil Pemilu 2019.
Sementara itu, hampir seluruh responden pemilih Jokowi-Amin secara menerima hasil pemilu. Sebanyak 96,4 persen responden dari kelompok pemilih ini mengaku akan menerima hasil pemilu.
Masih berlangsungnya tahapan perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) membuat publik masih menunggu-nunggu bagaimana babak akhir dari proses pemilihan presiden yang menjadi obyek gugatan di MK tersebut. Boleh jadi, hasil putusan final MK nanti akan menjadi ujian bagi pendukung kedua capres-cawapres.
Ujian demokrasi
Bagaimanapun pemilihan umum menjadi salah satu potret bagaimana pelaksanaan demokrasi di negeri ini dijalankan. Sepanjang 21 tahun sejak terbukanya pintu reformasi, lima pemilihan umum sudah digelar sebagai bentuk penghormatan suara rakyat sebagai pilar dari demokrasi itu sendiri.
Dalam perjalanannya, perbedaan sikap dan pilihan politik menjadi ujian bagi ketahanan demokrasi itu sendiri. Indonesia sebenarnya memiliki modal sosial dalam menjaga konsolidasi demokrasi tetap berada di jalur yang tepat. Jika merujuk Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) yang disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), selama lebih kurang satu dekade terakhir, ada kecenderungan kehidupan demokrasi di negeri kita berada di level yang relatif stabil di atas angka 70 atau lebih tinggi dibandingkan saat awal era reformasi. Dalam skala 0-100, semakin besar nilai indeks, semakin baik kondisi demokrasi. BPS juga membuat tiga kategori demokrasi, yakni buruk (kurang dari 60), sedang (60-80), dan baik (di atas 80).
Dalam perjalanannya, pemilu menjadi indikator penting karena menjadi satu-satunya medium penyalur sekaligus agregasi dari suara dan kepentingan rakyat. Sejak era reformasi, pendataan pemilih menjadi sorotan publik dalam pelaksanaan pemilu. Besarnya jumlah penduduk dan luasnya wilayah Indonesia menjadi tantangan bagi penyelenggara untuk bisa menjamin hak-hak pemilih di pemilu.
Sementara itu, kebebasan sipil selama ini menjadi aspek paling tinggi capaiannya dibandingkan dengan dua aspek lain yang diukur dalam IDI; hak-hak politik individu dan kelembagaan demokrasi.
Hasil jajak pendapat mencatat, ada setidaknya 13,4 persen responden menyebut tidak terjaminnya kebebasan berpendapat dan 12,3 persen responden menyebut pembangunan belum merata sebagai tidak demokratisnya pemerintahan Jokowi.
Namun, sebaliknya, sebanyak 39,6 persen responden menyebut kinerja nyata pemerintahan Jokowi, terutama dalam hal pembangunan infrastruktur sebagai indikasi perwujudan sikap demokratis pemerintahan Jokowi.
Dari kelompok responden yang menyebut isu tidak bebasnya berpendapat sebagai hal yang menggerus demokrasi di era Jokowi, sebagian besar (66 persen) disampaikan oleh kelompok responden pemilih Prabowo-Sandi. Sebaliknya, terkait isu pembangunan infrastruktur sebagai hal yang mendukung penguatan demokrasi, sebanyak 72,5 persen disampaikan responden pemilih Jokowi-Amin.
Tampak preferensi politik masih cukup kuat memengaruhi penyikapan pemilih terhadap sejumlah isu. Pengaruh pilihan politik dari setiap kubu akan berpengaruh pada kualitas demokrasi kita.
Saat ini perlu dibangun modal awal penerimaan masyarakat atas hasil pemilu presiden di Pemilu 2019 agar demokrasi kita ke depan lebih berkualitas dan teruji. Semoga saja....