PBB Minta Serangan terhadap Dua Kapal Tanker Diselidiki Badan Independen
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres meminta agar serangan terhadap dua kapal tanker di Teluk Oman, Kamis (13/6/2019), diselidiki. Serangan tersebut dikhawatirkan dapat memicu perang.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
WASHINGTON, SABTU — Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres meminta agar serangan terhadap dua kapal tanker di Teluk Oman, Kamis (13/6/2019), diselidiki. Serangan tersebut dikhawatirkan dapat memicu perang.
Guterres mengatakan, penyelidikan mengenai serangan tersebut perlu dilakukan oleh badan atau lembaga yang independen. Hal ini diperlukan untuk mengungkap dalang di balik serangan tersebut.
”Sangat penting untuk mengetahui yang sebenarnya dan mengklarifikasi siapa yang bertanggung jawab. Sangat jelas ini hanya bisa dilakukan jika ada badan independen yang memverifikasi fakta-fakta yang ada,” kata Guterres kepada jurnalis, Jumat (14/6/2019).
Kendati demikian, kata Guterres, ia tidak memiliki otoritas untuk membentuk badan semacam itu. Menurut dia, pembentukan badan penyelidikan menjadi wewenang dari Dewan Keamanan PBB.
Menurut Guterres, ia telah bertemu dengan Ketua Liga Arab Ahmed Aboul Gheit yang telah memperingatkan Iran untuk tidak mendorong konfrontasi. Kepala Urusan Politik PBB Rosemary DiCarlo juga sempat membahas krisis Teluk Persia dengan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif di sela-sela pertemuan Organisasi Kerja Sama Shanghai di Bishkek, Kirgistan.
Dua kapal tanker minyak dari perusahaan Jepang dan Norwegia terkena ledakan pada Kamis (13/6/2019) di sekitar Teluk Oman. Kedua tanker tersebut sedang melewati Selat Hormuz atau sekitar 25 mil (40,23 kilometer) dari pantai selatan Iran.
Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Serangan terjadi pada saat Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe sedang melawat ke Iran dalam rangka bernegosiasi untuk meredakan perseteruan Amerika Serikat dan Iran. Jepang dan Iran telah meminta penyelidikan dilakukan atas serangan itu.
Sebelumnya, empat tanker minyak juga diserang di dekat Pelabuhan Fujairah, sekitar Selat Hormuz, pada 12 Mei 2019. Empat kapal tersebut berasal dari Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi, dan Norwegia. AS meyakini Iran menjadi pelaku utama serangan empat tanker ini.
Iran sebelumnya sempat mengancam akan menutup Selat Hormuz pada April 2019. Hal itu membuat AS menambah kekuatan militer di kawasan Teluk Persia selama beberapa bulan terakhir. Perseteruan keduanya membuat situasi di kawasan Teluk Persia memanas.
Penutupan Selat Hormuz akan mengganggu jalur perdagangan minyak dunia. Belakangan, harga minyak dunia meningkat akibat memanasnya kawasan.
Tudingan AS
Sama seperti pada insiden sebelumnya, AS kembali menuding Iran sebagai pelaku penyerangan dua tanker tersebut. ”Iran yang melakukannya. Anda bisa mengetahui mereka pelakunya karena melihat kapal itu, saya kira salah satu peledak tidak meledak dan kemungkinan besar merujuk pada Iran,” kata Presiden AS Donald Trump.
Pusat Komando Amerika Serikat telah merilis sebuah rekaman video yang bertujuan untuk menunjukkan sejumlah kru kapal patroli Iran melepas sebuah obyek dari lambung tanker Jepang. Objek tersebut dinyatakan sebagai alat peledak yang tidak meledak.
Iran membantah keras tuduhan AS. Pejabat Iran meminta agar AS tidak menuduh tanpa bukti.
”AS secara terburu-buru membuat tuduhan terhadap Iran tanpa bukti nyata atau bukti tidak langsung,” kata Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif melalui media sosial Twitter.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt mengucapkan, penyelidikan yang dilakukan Inggris menemukan bahwa Iran hampir pasti berada di balik serangan tersebut. London menduga Garda Revolusi Iran menjadi pelaku serangan.
”Penilaian kami menunjukkan bahwa pihak yang bertanggung jawab atas serangan itu memiliki hubungan dengan Iran. Serangan terbaru ini berasal dari pola perilaku Iran yang tidak stabil dan menimbulkan bahaya serius bagi kawasan itu,” ucap Hunt.
Hunt menuturkan, Inggris sedang bekerja sama dengan negara lain untuk mencari solusi diplomatik bagi perseteruan Washington dan Teheran. Iran juga diharapkan menghentikan seluruh aktivitas yang mengganggu stabilitas.
Konsensus internasional
Pelaksana Tugas Kepala Pentagon Patrick Shanahan mengatakan, serangan yang terjadi bukan hanya menjadi ancaman bagi AS, tetapi juga dunia. Menurut dia, sebuah konsensus internasional dibutuhkan untuk mengatasi masalah tersebut.
”Jelas kita perlu membuat rencana darurat jika situasinya memburuk. Namun, kami juga perlu memperluas dukungan kami untuk situasi internasional ini,” ujarnya.
Sejumlah pemimpin negara telah menyerukan agar AS-Iran berdialog untuk menemukan solusi, sedangkan lainnya meminta agar seluruh pihak menahan diri untuk mencegah perang terjadi.
China meminta agar seluruh pihak untuk menyelesaikan konflik yang ada melalui dialog. China merupakan salah satu pengimpor terbesar minyak Iran. Rusia juga telah memperingatkan Iran untuk tidak membuat keputusan yang terburu-buru.
Tidak hanya itu, Uni Eropa (UE) telah menyampaikan kepada kedua pihak untuk menahan segala risiko yang dapat berujung pada konfrontasi secara maksimal. UE sebelumnya telah menyatakan ingin tetap mempertahankan kesepakatan nuklir yang dibuat dengan Iran pada 2015.
Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih mengatakan, Saudi mengawasi situasi kawasan dengan penuh perhatian. Sebagai sekutu dekat AS, Saudi juga telah menyerukan tindakan untuk mengamankan lalu lintas maritim di sekitar wilayahnya. (AFP)