Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meluncurkan peta hutan adat dan wilayah indikatif hutan adat fase I, Senin (27/5/2019), di Jakarta. Peta indikatif ini berasal dari peta hutan adat yang telah mendapat pengakuan dari pemerintah daerah melalui peraturan daerah dan keputusan kepala daerah.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meluncurkan peta hutan adat dan wilayah indikatif hutan adat fase I, Senin (27/5/2019), di Jakarta. Peta indikatif ini berasal dari peta hutan adat yang telah mendapat pengakuan dari pemerintah daerah melalui peraturan daerah dan keputusan kepala daerah.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak yang diundangkan pada 10 Mei 2019 tersebut menyatakan, pengakuan berupa peraturan daerah (perda) diperlukan bagi hutan adat yang berada dalam kawasan hutan negara. Sementara pengakuan hutan adat yang berada di luar kawasan hutan negara bisa melalui perda atau keputusan kepala daerah.
Selain itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar juga menerbitkan Surat Keputusan No 312/MenLHK/Setjen/PSKL.1/4/2019 yang dikeluarkan pada 29 April 2019. Surat keputusan ini menetapkan peta hutan adat dan wilayah indikatif hutan adat fase I seluas 472.981 hektar, terdiri dari hutan negara 384.896 hektar, area penggunaan lain 68.935 hektar, dan hutan adat 19.150 hektar.
Peta hutan adat dan wilayah indikatif hutan adat fase I seluas 472.981 hektar, terdiri dari hutan negara 384.896 hektar, area penggunaan lain 68.935 hektar, dan hutan adat 19.150 hektar.
Melalui keputusan ini pula, nanti penetapan akan dilakukan secara berkala dan kumulatif setiap tiga bulan. “Beban sekaligus bekal untuk selesaikan pekerjaan rumah,” kata Menteri Siti Nurbaya, Senin, dalam peluncuran peta indikatif tersebut.
Ia mengatakan, penetapan ini juga untuk memfasilitasi penyelesaian konflik ruang dengan para pihak (pemegang izin dan klaim pihak ketiga). Di sisi lain, hal ini juga mendorong pemda untuk melengkapi produk hukum daerah terkait dengan pengakuan masyarakat adat dan hutan adat beserta ruang wilayahnya.
Penyerahan SK pengakuan dan pencantuman hutan adat pertama kali diserahkan oleh Presiden pada 30 Desember 2016 yang menjadi pengakuan resmi tentang masyarakat hukum adat dan hutan adat sebagai pengejawantahan UUD 1945 Pasal 18B. Hingga 2018, sebanyak 33 unit hutan adat seluas 17.323 hektar diserahkan di Istana Negara.
Data terkini, penetapan/pencantuman hutan adat tahun 2019 (hingga April 2019) telah ditetapkan 16 unit seluas 4.870 hektar sehingga totalnya menjadi 49 unit seluas 22.193 hektar dan pencadangan hutan adat seluas 5.172 hektar. Angka terakhir pada pencadangan itu merujuk pada hutan adat Pandumaan Sipituhuta di Humbang Hasundutan, Sumatera Utara.
Pasca-putusan Mahkamah Konstitusi No 35/PUU-X/2012 bahwa hutan adat bukan lagi bagian hutan negara, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan pengganti Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.32/Menlhk-Setjen/2015 tentang Hutan Hak, yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.21/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2019 tanggal 29 April 2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak. Selain substansi tersebut, peraturan pengganti ini mengatur tentang Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I.
Menjamin usulan daerah
Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I ini untuk menjamin usulan-usulan di daerah yang telah memiliki subyek dan obyek masyarakat hukum adat dapat ditetapkan/dicantumkan hutan adat pada masa yang akan datang. Ini karena terdapat usulan hutan adat seluas 9,3 juta hektar dari beberapa pihak.
Hasil verifikasi pada peta kawasan hutan, area seluas 6.551.305 hektar berada dalam kawasan hutan. Dari sisi kekuatan hukum, seluas 2.890.492 hektar tidak mempunyai produk hukum dan 3.660.813 hektar memiliki produk hukum.
Dari 3.660.813 hektar yang mempunyai produk hukum, seluas 6.495 hektar memiliki Perda Pengakuan Masyarakat Hukum Adat, seluas 185.622 hektar memiliki Perda Pengaturan dan SK Pengakuan, seluas 226.896 hektar memiliki SK pengakuan MHA, 3.067.819 hektar memiliki perda pengaturan, dan 274.771 hektar berupa produk hukum lain.
Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto menambahkan, pihaknya juga akan segera bersurat kepada para gubernur untuk mendorong daerah menerbitkan produk hukum yang mengakui masyarakat hukum adat beserta ruang hidupnya. ”Hal ini guna mendukung percepatan hutan adat melalui fasilitasi percepatan penerbitan perda dan/atau produk hukum daerah lainnya,” kata Bambang.
Sementara itu, Direktur Perkumpulan Huma Indonesia Dahniar Andriani mengatakan, meski hutan adat yang sudah ditetapkan angkanya relatif masih kecil, pihaknya melihat sudah ada upaya nyata dari pemerintah untuk mempercepat penetapan hutan adat. ”Salah satunya melalui revisi peraturan dan penyiapan baseline data hutan adat yang bisa ditetapkan,” katanya.
Hutan adat menjadi bagian dari program perhutanan sosial. Selain hutan adat, ada pula hutan desa 1.324.720,21 hektar, hutan kemasyarakatan 637.865,82 hektar, hutan tanaman rakyat 338.105,68 hektar, dan kemitraan kehutanan yang terdiri dari model Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK) seluas 274.188, 46 hektar serta Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) seluas 25.814,59 hektar.