JAKARTA, KOMPAS – Partai-partai politik pendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja mulai mengincar kursi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Selepas pengumuman hasil pemilihan umum, 22 Mei 2019 mendatang, komunikasi lebih intens akan dilakukan lintas partai untuk membagi sejumlah jabatan strategis di lembaga legislatif.
Dalam acara buka puasa bersama Partai Golkar yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (19/5/2019), Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyatakan keinginan agar kader Golkar, sebagai partai dengan perolehan suara terbanyak kedua di pemilihan legislatif, dapat menjabat ketua MPR. Hal itu disampaikan Airlangga di depan Calon Presiden Joko Widodo dan elite partai koalisi lain yang hadir.
Dalam kesempatan itu, Airlangga turut menyinggung Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar yang juga berkeinginan menjadi Ketua MPR. Keinginan menjadi Ketua MPR sudah disampaikan Muhaimin sebelumnya dalam acara buka bersama di kediamannya di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Sabtu (18/5/2019).
“Dalam konteks kesantunan politik, jelas dalam undang-undang bahwa pemenang pemilu menjadi ketua DPR. Dalam hal itu, akan wajar, dengan seizin Pak Muhaimin, apabila dalam pemilihan Ketua MPR nanti, wajar jika paket koalisi mengusung ketua dari Partai Golkar,” kata Airlangga.
Dalam acara buka bersama itu, turut hadir elite partai koalisi Jokowi-Amin yang lain seperti Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang, Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate, serta Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani.
Menanggapi sinyal politik dari Airlangga, Jokowi mengatakan, hal itu wajar diajukan oleh Golkar sebagai partai dengan perolehan suara kedua terbanyak. Saat ini, berdasarkan Situng Komisi Pemilihan Umum, dari 433.839 TPS atau 53 persen dari total 813.350 tempat pemungutan suara (TPS), Golkar menduduki posisi kedua suara terbanyak yaitu 12,94 persen.
“Saya kira baik-baik saja, sebagai pemenang (pileg) kedua itu wajar. Kalau (Muhaimin) menginginkan juga, itu juga wajar,” ujar Jokowi mengomentari keinginan partai-partai pendukungnya menduduki kursi Ketua MPR.
Sebelumnya, Muhaimin yang kini menjabat Wakil Ketua MPR menyampaikan keinginannya untuk menjadi ketua MPR periode 2019-2024. Hal itu ia sampaikan untuk menanggapi kabar bahwa politisi PDI-P Puan Maharani berpotensi menjadi ketua DPR. Muhaimin juga menyampaikan keinginan agar partainya mendapat jatah 10 kursi menteri di kabinet Jokowi berikutnya. “Kalau Mbak Puan Ketua DPR, insya Allah saya Ketua MPR,” ujarnya.
Selain PKB dan Golkar, Nasdem juga sedang mempersiapkan kadernya sebagai calon pimpinan MPR. Johnny G Plate mengatakan, partainya ingin kursi pimpinan MPR diisi oleh tokoh perempuan. “Nasdem punya banyak tokoh perempuan yang punya kompetensi memadai memimpin MPR. Yang pasti harus tokoh senior dan punya kemampuan komunikasi yang baik,” kata Johnny.
Pasca pengumuman hasil pemilu, partai-partai di internal koalisi pendukung Jokowi-Amin, selaku pemegang suara mayoritas di parlemen, akan bertemu untuk merundingkan pembagian kursi jabatan di lembaga legislatif DPR dan MPR. Kursi ketua DPR sudah disepakati akan diampu oleh PDI-Perjuangan selaku partai pemenang pileg.
Sementara, ujar Airlangga, untuk kursi pimpinan MPR yang pemilihannya dilakukan secara sistem paket dalam sidang paripurna MPR, koalisi pendukung Jokowi-Amin akan mengajukan paket pimpinan MPR yang terdiri dari satu ketua dan empat wakil ketua. Ia menilai, dengan posisi Golkar di urutan kedua hasil pileg, sudah sepatutnya kursi ketua MPR dipegang Golkar.
Kesepakatan lama
Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk F Paulus mengatakan, pemberian kursi ketua MPR untuk partai dengan perolehan suara kedua terbanyak di pemilu sebenarnya sudah disepakati sejumlah partai-partai pendukung Jokowi-Amin sejak lama.
Kesepakatan itu, ujarnya, dibahas sejak lama sebelum pemilu, tetapi belum menjadi kesepakatan koalisi karena komunikasi lintas-partai dilakukan secara bilateral.
“Sekarang dalam perjalanan penuh dinamika. Semua partai sama-sama ingin. Maka, dalam waktu dekat perlu ada pertemuan lagi antara 9 partai koalisi Pak Jokowi untuk saling melobi. Kue politik ini harus kami bagi-bagi,” katanya.
Dengan adanya dinamika di internal koalisi itu, peluang partai non-koalisi untuk bergabung menjadi pimpinan MPR dalam paket yang diajukan Koalisi Indonesia Kerja pun lebih sempit. Lodewijk mengatakan, akan ada resistensi dari internal koalisi jika ada partai oposisi yang ingin bergabung.
Dari informasi yang dihimpun, partai pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kini mulai melobi partai-partai di kubu Jokowi-Amin agar bisa mendapat kursi pimpinan MPR. Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate mengatakan, pada prinsipnya koalisi terbuka untuk berkomunikasi dengan oposisi untuk bekerja sama di MPR. Namun, ada sejumlah pertimbangan yang harus disoroti.
Pertama, partai koalisi yang sudah bekerja keras perlu terlebih dulu mendapat ganjaran dan apresiasi. Kedua, kualitas tokoh yang diajukan oleh partai non-koalisi.
“Yang pasti ada kesadaran bersama kami bahwa harus ada reward and punishment. Nanti akan dibicarakan, pembagian kursi di legislatif itu domain partai, sehingga akan dikomunikasikan lintas partai,” katanya.