Rekapitulasi Suara Tetap Berjalan meski Tak Ada Saksi
Oleh
PRADIPTA PANDU
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan, rekapitulasi suara Pemilu 2019 tetap berjalan dan sah meski tidak ada saksi yang mewakili salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden. Ketiadaan saksi itu terjadi menyusul pernyataan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang akan menarik semua saksi dan menolak hasil Pemilu 2019.
Anggota KPU Evy Novida Ginting di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (15/5/2019), menyampaikan, KPU tidak mempermasalahkan jika saksi dari perwakilan pasangan capres-cawapres tidak hadir dalam rekapitulasi suara nasional. Sebab, jalannya rapat diawasi secara langsung oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Viryan Aziz, anggota KPU lainnya, mengatakan, menarik saksi dari rapat rekapitulasi merupakan hak masing-masing perwakilan. Namun, mereka yang tak memiliki saksi tak dapat menyaksikan langsung proses rekapitulasi suara.
"Para saksi dapat menyampaikan keberatannya jika ada dugaan kecurangan dalam forum rapat pleno terbuka. Pada prinsipnya kami terbuka dan siap melayani keberatan dari setiap saksi secara berjenjang," katanya.
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, pihak yang menduga adanya kecurangan dalam penghitungan suara dapat langsung mengajukan keberatan dalam rapat rekapitulasi secara berjenjang. Dalam mengajukan keberatan, pihak tersebut juga harus membawa data atau alat bukti kecurangan tersebut.
"Kalaupun mau menarik saksi itu hak setiap perwakilan. Nantinya ketiadaan saksi juga akan di tulis di berita acara," katanya.
Pada acara ‘Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019’ di Jakarta, Selasa (14/5) malam, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menyatakan akan menarik semua saksi pemilu dari kabupaten/kota hingga pusat. Namun, saksi BPN Prabowo-Sandi masih terlihat hadir pada rapat rekapitulasi suara nasional di Kantor KPU, Rabu ini.
Selain itu, Prabowo yang turut hadir pada acara Selasa malam itu juga menegaskan akan menolak hasil pemilu yang curang. Menurut dia, keputusannya menolak hasil pemilu berdasarkan temuan dugaan kecurangan dari BPN yang dinilai terstruktur, sistematis, dan masif.
Sejumlah dugaan kecurangan yang ditemukan oleh BPN Prabowo-Sandi antara lain, permasalahan daftar pemilih tetap (DPT), kesalahan input data di sistem informasi penghitungan suara (situng) KPU, aparat kepolisian yang tidak netral, hingga kasus surat suara tercoblos.
Bagja mengatakan, pengesahan hasil pemilu merupakan kewenangan KPU, bukan BPN Prabowo-Sandi. Selain itu, sesuai dengan sistem pemilu yang telah ditetapkan, pihak yang kalah dalam pemilu dapat mengajukan gugatan atau keberatannya kepada Mahkamah Konstitusi.