Diduga Sebar Kebencian, Dosen PTS di Bandung Ditangkap
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat menangkap Solatun Dulah Sayuti, dosen pascasarjana perguruan tinggi swasta di Bandung, terkait kasus dugaan penyebaran ujaran kebencian melalui media sosial Facebook.
Oleh
SAMUEL OKTORA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Barat menangkap Solatun Dulah Sayuti, dosen pascasarjana perguruan tinggi swasta di Bandung, terkait kasus dugaan penyebaran ujaran kebencian melalui media sosial Facebook.
Dulah ditangkap di rumahnya di Jalan Margahayu Raya, Kecamatan Buah Batu, Kota Bandung, Kamis (9/5/2019), pukul 23.00.
Penangkapan Dulah terkait dengan tulisannya yang diunggah di akun Facebook miliknya pada 9 Mei, ”Harga nyawa rakyat, jika ’people power’ tidak dapat dielak. Satu orang rakyat ditembak oleh polisi harus dibayar dengan 10 orang polisi dibunuh mati menggunakan pisau dapur, golok, linggis, kapak, kunci roda mobil, siraman tiner cat berapi, dan keluarga mereka.”
”Konten yang diunggah pada akun yang bersangkutan (Solatun Dulah Sayuti) berisi ujaran kebencian, kebohongan, dan provokasi yang sangat berbahaya dan meresahkan masyarakat. Ketika tulisan itu diunggah, sebenarnya ada yang mengingatkan agar tulisan itu segera dihapus, tapi kenyataannya dibiarkan oleh yang bersangkutan. Ini diduga ada niat tertentu,” tutur Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar Komisaris Besar Samudi di Bandung, Jumat.
Perbuatan yang bersangkutan sangat disayangkan karena sebagai akademisi seharusnya dapat memberikan teladan yang baik, bukan malah meresahkan masyarakat.
Menurut Samudi, dalam pemeriksaan sejauh ini pada akun Dulah, juga banyak ditemukan konten lain yang dinilai menghasut dan menghina pemerintah, kepolisian, juga presiden.
”Perbuatan yang bersangkutan sangat disayangkan karena sebagai akademisi seharusnya dapat memberikan teladan yang baik, bukan malah meresahkan masyarakat. Malah seharusnya dia bisa berperan membantu pemerintah maupun aparat keamanan untuk menciptakan suasana yang kondusif,” ujarnya.
Samudi menyebutkan, tersangka dijerat dengan Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, yang berbunyi, barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.
Kabar tak pasti
Selain itu, Dulah juga dikenai Pasal 15 undang-undang tersebut, barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 2 tahun.
Ancaman hukum pasal tersebut adalah hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun.
Samudi juga mengingatkan masyarakat agar bijak dalam bermedia sosial. Masyarakat diminta tak buru-buru menyebarkan suatu tulisan atau berita ke media sosial. Sebelum mengunggah tulisan, dicermati terlebih dahulu sejauh mana kebenarannya.
”Sebaiknya saring sebelum sharing (membagikan) suatu tulisan di media sosial. Jangan sampai yang disebarkan itu adalah berita bohong atau hoaks, ujaran kebencian, dan bersifat provokasi. Ini merupakan tindak pidana,” ucap Samudi.
Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, di era digital ini setiap orang bebas untuk berpendapat. Namun, hendaknya apa yang dikemukakan itu sesuai dengan fakta, bukan ujaran kebencian terhadap pihak tertentu, hoaks, atau provokasi.
Sebaiknya saring sebelum ”sharing” suatu tulisan di media sosial. Jangan sampai yang disebarkan itu berita bohong atau hoaks, ujaran kebencian, dan bersifat provokasi. Ini merupakan tindak pidana.
”Sebaiknya apa yang diunggah atau konten yang akan dibagikan di media sosial itu yang bermanfaat atau positif bagi orang lain, bukan malah yang meresahkan dan bisa memecah belah masyarakat,” kata Trunoyudo.