Kemenkes Berikan Diskresi untuk Reakreditasi Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional menyebutkan, sertifikat akreditasi menjadi syarat wajib bagi tiap rumah sakit yang melayani peserta JKN-KIS. Tanpa sertifikasi tersebut, BPJS Kesehatan tak bisa bekerja sama dengan rumah sakit.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Rumah sakit yang sudah melakukan proses akreditasi ulang dipastikan tetap bisa memberikan layanan kesehatan kepada peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia. Keputusan ini dimaksudkan agar peserta JKN-KIS tetap mendapatkan akses yang luas terhadap layanan kesehatan yang bermutu.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Bambang Wibowo di Jakarta, Selasa (7/5/2019), menyampaikan, rumah sakit yang sudah mendapatkan survei akreditasi ulang dan menunggu hasil survei dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) tetap dapat memberikan pelayanan sesuai ruang lingkup manfaat program JKN-KIS. Sementara, rumah sakit yang belum disurvei namun sudah mendapatkan jadwal survei bisa memberikan layanan tertentu yang sifatnya darurat dan rutin.
“Kebijakan ini kami keluarkan berdasarkan kesepakatan bersama antarpemangku kepentingan lain dengan mempertimbangkan akses dan mutu pelayanan yang baik sesuai aturan perundang-undangan,” ujarnya seusai mengikuti rapat koordinasi bersama Komite Akreditas Rumah Sakit (KARS), Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi), Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), serta BPJS Kesehatan.
Kebijakan ini kami keluarkan berdasarkan kesepakatan bersama antarpemangku kepentingan lain dengan mempertimbangkan akses dan mutu pelayanan yang baik sesuai aturan perundang-undangan.
Adapun layanan darurat dan layanan yang terjadwal rutin yang bisa didapatkan peserta JKN-KIS adalah hemodialisi (cuci darah) serta terapi kanker seperti kemoterapi dan radioterapi. Layanan ini dinilai dapat membahayakan keselamatan pasien jika tidak segera ditangani.
Data Kementerian Kesehatan mencatat, masa berlaku sertifikat akreditasi yang dimiliki oleh 127 rumah sakit akan habis pada Juni 2019. Dari jumlah itu, sebanyak 67 rumah sakit sudah selesai melakukan reakreditasi dan 50 rumah sakit masih menunggu pelaksanaan survei dari KARS. Sementara, 10 rumah sakit lain belum mendaftarkan terkait keperluan reakreditasi.
Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia Kuntjoro Adi Purjanto mengatakan, pihaknya terus mendorong seluruh rumah sakit untuk menyelesaikan urusan akreditasi ulang yang diperlukan. Berbagai dampingan terus dilakukan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Menurutnya, akreditasi merupakan kewajiban yang harus dilakukan rumah sakit untuk menjamin mutu dan keamanan layanan yang diberikan.
Sesuai aturan
Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Maya Amiarny Rusady menambahkan, sesuai kebijakan yang diberikan Kementerian Kesehatan, rumah sakit yang lalai melaksanakan akreditasi ulang dan belum mendaftarkan reakreditasi akan dilakukan pemutusan kerja sama sementara sampai mendapatkan akreditasi kembali. “Jika kami tetap bekerja sama justru kami yang menyalahi peraturan,” katanya.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional menyebutkan, sertifikat akreditasi menjadi syarat wajib bagi tiap rumah sakit yang melayani peserta JKN-KIS. Tanpa sertifikasi tersebut, BPJS Kesehatan tak bisa bekerja sama dengan rumah sakit.
Sekretaris Eksekutif KARS Djoti Atmodjo menyatakan, proses reakreditasi bisa diselesaikan selama enam hari. Jadwal survei yang dilakukan KARS pun menyesuaikan kesiapan rumah sakit.
“Jadi tidak ada alasan rumah sakit terhambat akreditasi karena tidak punya jadwal survei. Sumber daya kami juga mencukupi sehingga seluruh proses survei bisa kami atasi dengan baik,” tuturnya.