KPK Dalami Beberapa Pertemuan Sofyan Basyir Terkait Pembangunan PLTU
Penyidik KPK terus mendalami sejumlah pertemuan yang dihadiri Direktur Utama (nonaktif) PT PLN (Persero) Sofyan Basir terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1. Namun, Sofyan mengaku tak pernah ada pembahasan fee di sejumlah pertemuan yang dimaksud.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi terus mendalami sejumlah pertemuan yang dihadiri Direktur Utama (nonaktif) PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sofyan Basir terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Riau-1. Namun, Sofyan mengaku tak pernah ada pembahasan fee di sejumlah pertemuan yang dimaksud.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati, di Jakarta, Senin (6/5/2019), mengatakan, penyidik masih mendalami peran Sofyan lewat sejumlah pertemuan yang dihadirinya terkait kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1. Untuk mendalami itu, penyidik juga memeriksa enam saksi lain.
Mereka adalah Corporate Secretary PT Pembangkit Jawa Bali Investasi Lusiana Ester, dosen Program Studi Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung Syafrizal, pihak swasta Jumadi dan Lukman Hakim, petugas keamanan (security) PT Samantakan Batubara Fredrik Lanitaman, serta pesuruh kantor (office boy) PT Samantaka Batubara Erry Yudhamiharja.
”Pemeriksaan tersangka hari ini dimintai keterangan mengenai pertemuan-pertemuan yang dihadiri tersangka maupun saksi-saksi yang lain dan juga terkait peran yang bersangkutan mengenai pengadaan PLTU Riau-1,” ujar Yuyuk.
Kemarin, Sofyan baru pertama kali diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap PLTU Riau-1 setelah ditetapkan statusnya oleh KPK pada 23 April 2019. Dalam pemeriksaan yang berlangsung hampir 8 jam itu, Sofyan ditemani kuasa hukumnya, Soesilo Aribowo.
Pertemuan biasa
Soesilo menjelaskan, selama pemeriksaan, Sofyan diberikan 15 pertanyaan oleh penyidik terkait kasus dugaan suap PLTU Riau-1. Pertanyaan tersebut lebih mengarah pada tugas pokok dan fungsi Sofyan selama menjabat Dirut PT PLN.
”Kemudian, sempat juga ditanyai mengenai penandatanganan kontrak yang kemarin ada sedikit masalah di (PLTU) Riau-1,” lanjutnya.
Soesilo mengakui, ada 9-10 pertemuan yang melibatkan Sofyan terkait proyek senilai 900 juta dollar AS atau setara dengan Rp 12,8 triliun itu. Namun, dia membantah ada pembahasan fee dalam pertemuan tersebut.
”Pak Sofyan Basir selama ini merasa tidak tahu soal uang fee, soal apa pun itu, tetapi dari keterangan-keterangan di pengadilan pun saya tidak melihat itu. Saya masih mencoba mengonfirmasi alat bukti apa yang dipakai,” kata Soesilo.
Sebelumnya, KPK menduga ada keterlibatan Sofyan untuk membantu Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama dalam proyek PLTU Riau-1.
Mengacu pada berkas tuntutan Eni, dalam pertemuan pertama, Sofyan yang didampingi Supangkat Iwan Santoso selaku Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN bertemu dengan Setya Novanto selaku Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam pertemuan itu, Novanto meminta proyek PLTGU Jawa III kepada Sofyan, tetapi dijawab sudah ada kandidat untuk proyek itu. Novanto diminta mencari proyek pembangkit listrik lain. Selanjutnya, Eni berkoordinasi dengan Supangkat terkait proyek PLTU Riau-1.
Lalu, awal 2017, Eni memperkenalkan Kotjo kepada Sofyan. Keterlibatan Sofyan diduga terjadi saat dia menunjuk perusahaan Kotjo pada 2016 untuk mengerjakan proyek tersebut. Padahal, saat itu aturan yang menugaskan PT PLN sebagai penyelenggara pembangunan infrastruktur kelistrikan belum terbit.
Meski demikian, terhadap sejumlah pertemuan itu, Soesilo membantah ada pembagian fee untuk Sofyan. ”Kan, waktu itu Pak Novanto Ketua DPR, Bu Eni anggota DPR, PLN juga mitra kerjanya dengan DPR kemudian sekadar berkomunikasilah. Yang penting, bahasannya bahasan apa, tetap Pak Sofyan bicara PLN, tidak bicara mengenai fee,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sofyan enggan menjelaskan terkait fakta persidangan yang mengarah pada keterlibatan dirinya dalam kasus itu. Namun, dia menegaskan, dirinya akan selalu kooperatif terhadap KPK.
”Proses hukum saya harus hormati. Saya harus jalankan dengan baik. KPK profesional. Saya ikuti saja,” ucapnya.