KPU Percepat Rekapitulasi Perolehan Suara
Komisi Pemilihan Umum menyiapkan beberapa opsi untuk mengantisipasi potensi keterlambatan proses rekapitulasi hasil perhitungan suara nasional. Ditargetkan, penetapan perolehan suara Pemilu 2019 di tingkat nasional sudah bisa rampung pada 22 Mei 2019.
JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemilihan Umum menyiapkan beberapa opsi untuk mengantisipasi potensi keterlambatan proses rekapitulasi hasil perhitungan suara nasional. Dengan menjalankan rekapitulasi secara simultan antara dalam dan luar negeri serta mempercepat proses rekapitulasi di luar negeri, KPU meyakini keseluruhan proses akan rampung tepat waktu pada 22 Mei 2019.
Proses rekapitulasi hasil pemilu tingkat nasional dimulai melalui rapat pleno Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum 2019 di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Sabtu (4/5/2019).
Tahapan diawali dengan rekapitulasi suara hasil pemilu luar negeri. Dari total 130 panitia pemilihan luar negeri (PPLN), KPU menargetkan melangsungkan rekapitulasi suara untuk 25 PPLN per hari sampai 8 Mei 2019. Adapun seluruh proses rekapitulasi hasil pemilu nasional, baik dalam maupun luar negeri, ditargetkan selesai 22 Mei 2019.
Meski demikian, rekapitulasi suara luar negeri kemarin sempat menemui kendala teknis administratif yang membuat tahap rekapitulasi molor dari target awal. Rekapitulasi yang awalnya dijadwalkan pukul 08.00 baru dimulai pukul 10.35.
Ketua Kelompok Kerja (Pokja) PPLN Wajid Fauzi menyampaikan, hingga kemarin, pihaknya baru menerima 75 dokumen rekapitulasi dari 130 PPLN. Dari 75 dokumen tersebut, hanya ada 15 dokumen yang siap direkapitulasi.
Dokumen-dokumen tersebut berasal dari Melbourne (Australia), Washington (Amerika Serikat), Tunisia (Afrika Utara), Karachi (Pakistan), Praha (Ceko), Hanoi (Vietnam), Yangoon (Myanmar), Rabat (Maroko), New Delhi (India), Helsinki (Finlandia), Wina (Austria), Moscow (Rusia), Khartoum (Sudan), Pyongyang (Korea Utara), dan Tashkent (Uzbekistan).
Sampai pukul 22.00, kemarin, dari total 15 PPLN tersebut, baru 10 PPLN yang hasil perhitungan suaranya direkapitulasi, yaitu Pyongyang, Tashkent, Tunis, Karachi, Hanoi, Washington D.C, Yangoon, Melbourne, New Delhi, dan Rabat.
Sepanjang pembacaan hasil rekapitulasi, interupsi dari saksi peserta pemilu beberapa kali disampaikan terkait teknis rekapitulasi. Antara lain, terkait cara mencatat informasi rekapitulasi di formulir DA1 plano. Ada perbedaan pandangan antara saksi peserta pemilu dengan KPU dan Kelompok Kerja (Pokja) PPLN tentang cara mencatat jumlah pemilih tambahan di luar negeri.
Pasalnya, pemilih tambahan yang berpindah TPS dari daerah pemilihan di luar DKI Jakarta II (yang juga mencakup dapil luar negeri), hanya mendapat satu surat suara untuk pemilihan presiden, dan tidak bisa ikut mencoblos surat suara untuk DPR RI. Itu menyebabkan adanya perbedaan pencatatan jumlah pemilih untuk pileg dan pilpres di sejumlah TPS. Ketidaksesuaian jumlah pemilih antara pileg dan pilpres itu sempat diperdebatkan.
Pada akhirnya, semua pihak menyepakati teknis pencatatan yang sama. Jumlah pemilih untuk pileg dan pilpres tetap disamakan, yang membedakan adalah jumlah pengguna hak pilih antara pileg dan pilpres.
Anggota Badan Pengawas Pemilu Mochammad Afifuddin mengatakan, wajar jika proses rekapitulasi menemui kendala teknis administratif karena kemarin adalah tahap rekapitulasi suara nasional hari pertama. Pemahaman terkait teknis rekapitulasi masih perlu didiskusikan dan disamakan antara semua pihak. Ia meyakini, proses rekapitulasi akan berjalan lancar dan mampu memenuhi target pada 22 Mei 2019.
“Seharusnya, proses rekapitulasi di hari-hari berikutnya akan lebih lancar, karena di hari pertama ini persoalan teknis sudah tuntas didiskusikan,” kata Afifuddin.
Bersamaan dengan rekapitulasi suara luar negeri di tingkat nasional, proses rekapitulasi suara dalam negeri masih berlangsung di sebagian kecamatan. Berdasarkan data KPU, mayoritas provinsi kini sudah berada di kisaran 70-90 persen. Ada sejumlah provinsi yang rekapitulasi kecamatannya sudah tuntas, seperti Jawa Tengah, Lampung, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Namun, ada juga yang baru mencapai 28 persen, seperti Sumatera Selatan.
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2019, proses rekapitulasi hasil perhitungan suara di kecamatan seharusnya paling lambat selesai pada 4 Mei 2019, sedangkan rekapitulasi tingkat kabupaten/kota sudah harus ditetapkan pada 7 Mei 2019.
Opsi percepatan
Untuk mengantisipasi keterlambatan proses rekapitulasi itu, KPU menyiapkan sejumlah langkah percepatan. Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, pihaknya menyiapkan dua opsi guna mengantisipasi keterlambatan proses rekapitulasi penghitungan suara dari luar negeri.
Pilihan pertama, proses rekapitulasi akan dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan jenis pemilunya, yaitu pemilihan presiden dan pemilihan legislatif. Saat ini, proses rekapitulasi suara digabungkan antara hasil pilpres dan pileg, sehingga proses penghitungan memakan durasi lebih panjang.
Adapun pilihan kedua adalah membagi sama rata jumlah Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) yang belum direkapitulasi ke dalam dua kelompok. Kedua opsi itu disiapkan agar proses rekapitulasi bisa dilangsungkan secara lebih efektif dan cepat.
Rencana memisahkan proses rekapitulasi suara ke dua kelompok itu harus tetap dibuka melalui rapat pleno yang diikuti oleh seluruh anggota KPU. Selanjutnya, setiap kelompok juga harus dihadiri perwakilan saksi peserta pemilu dan anggota KPU.
Lepas dari langkah antisipasi yang disiapkan, Arief masih optimistis, rekapitulasi hasil penghitungan suara nasional tak akan melewati tenggat waktu yang telah ditentukan, yaitu 22 Mei 2019. "Kami sudah merancang skema seperti itu kalau memang (proses rekapitulasi) ini melambat. Namun, prinsipnya, kami akan bicarakan terlebih dahulu bersama para peserta pemilu," ujar Arief.
Untuk mempercepat proses, KPU juga akan melakukan rekapitulasi secara simultan antara dalam dan luar negeri. Proses rekapitulasi dalam negeri tidak perlu menunggu seluruh proses rekap luar negeri rampung. Adapun untuk dua PPLN yang saat ini masih melakukan proses pemungutan suara ulang dan lanjutan, seperti Sydney (Australia) dan Kuala Lumpur (Malaysia), rekapitulasi suara juga dilakukan secara simultan.
"Saat ini, hasil rekap yang masuk baru dari PPLN, sementara yang dari provinsi-provinsi belum masuk. Supaya tidak lama, tidak perlu menunggu rekapitulasi luar negeri selesai baru memulai rekapitulasi dalam negeri. Semua bisa dilakukan simultan saja," kata Arief.
Terkait rekapitulasi suara yang sedang berlangsung, Direktur Saksi Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin Arif Wibowo mengatakan, jika persoalan teknis administratif tidak diselesaikan sejak awal, proses bisa berlarut-larut. Oleh karena itu, ia meminta agar KPU membuat edaran tertulis yang bisa dijadikan pegangan yang baku untuk proses rekapitulasi berikutnya.
“Agar ke depan kalau ada masalah serupa, patokannya sudah ajek. Kalau tidak ada penyamaan persepsi, tidak ada standar yang sama, maka selanjutnya akan tetap ribut setiap kali merekap,” ujarnya.
Meski demikian, ia meyakini, proses rekapitulasi ke depan akan berlangsung lancar setelah adanya penyamaan persepsi. Sedikit kemunduran, menurutnya, wajar muncul pada hari pertama. “Setelah urusan penyamaan persepsi teknis rekapitulasi sudah selesai, prosesnya bisa lancar,” kata Arif.
Menurut Direktur Saksi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Ferry Mursyidan Baldan, sedikit keterlambatan tidak apa-apa demi menjaga kecermatan dan ketelitian pencatatan formulir rekapitulasi. Persoalan teknis tidak bisa digampangkan karena kekeliruan pencatatan bisa berdampak signifikan pada perolehan hasil pemilu.
“Ini bukan soal cepat atau lambat, tetapi masalah kecermatan. Kecermatan dalam proses rekap seperti ini sangat penting karena satu suara saja punya arti, tidak bisa dianggap lalu,” katanya.
Kritik proses rekapitulasi
Sementara itu, dalam jumpa pers di Seknas Prabowo-Sandi di Jakarta, Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais meragukan kinerja KPU yang kini masih terus melakukan proses rekapitulasi suara Pemilu 2019. Amien pun menjanjikan akan ada kejutan apabila hasil yang disampaikan KPU terindikasi sarat kecurangan. Sebagian kecurangan yang dimaksud Amien adalah kesalahan input C1 di sistem penghitungan suara (Situng) KPU.
Adapun, Situng merupakan sajian informasi rekapitulasi berbasis data Salinan C1 atau perhitungan suara di tingkat tempat pemungutan suara (TPS) yang ditampilkan KPU secara daring. Namun, proses rekapitulasi Situng ini terpisah dari proses rekapitulasi manual berjenjang yang menjadi basis penetapan hasil Pemilu 2019.
Koordinator Tim Relawan Teknologi Informasi PADI Mustofa Nahrawardaya mengatakan, kesalahan input yang ia temukan berupa ketidaksesuaian antara jumlah total suara dan kehadiran pemilih. Selain itu, total suara juga tidak cocok dengan jumlah suara sah dan suara tidak sah. Ada pula data yang dimasukkan di Situng yang berbeda dengan data formulir C1 yang dilampirkan. Atas hal ini, Mustofa sudah melaporkannya ke Badan Pengawas Pemilu.