Pemerintah Akan Umumkan Instansi yang Tidak Taat Aturan
Pemecatan 2.357 aparatur sipil negara terpidana korupsi belum dilakukan serius. Hal ini terjadi menjelang tenggat waktu yang ditentukan yaitu 30 April 2019. Pemerintah berencana mengumumkan instansi-instansi yang tidak memecat ASN bermasalah itu setelah batas waktu tersebut.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemecatan 2.357 aparatur sipil negara terpidana korupsi belum dilakukan serius. Hal ini terjadi menjelang tenggat waktu yang ditentukan yaitu 30 April 2019. Pemerintah berencana mengumumkan instansi-instansi yang tidak memecat ASN bermasalah itu setelah batas waktu tersebut.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik mengatakan, pejabat pembina kepegawaian atau PPK yang tak segera memecat ASN terpidana korupsi di instansinya dinyatakan melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Tak hanya itu, PPK tersebut juga telah tak mematuhi tenggat waktu yang ditetapkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin, yakni 30 April 2019. "Kami pasti umumkan instansi-instansi mana saja yang enggak taat. Itu salah satu bentuk dari akuntabilitas kepada publik. Kami akan umumkan secara terbuka," ujar Akmal kepada Kompas di Jakarta, Minggu (28/4/2019).
Sebagai catatan, tenggat waktu 30 April bukanlah yang pertama diberlakukan. Pertengahan September 2018, Mendagri Tjahjo Kumolo bersama Menpan RB Syafruddin serta Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana juga telah menandatangani surat keputusan bersama terkait pemecatan 2.357 ASN terpidana korupsi dengan batas waktu akhir 2018. Namun, masalah itu tak kunjung tuntas.
Berdasarkan data BKN, hingga 28 April 2019, dari total 2.357 ASN terpidana korupsi, baru 1.176 orang yang ditetapkan surat keputusan pemberhentian tidak dengan hormat (SK PTDH). Masih ada 1.181 ASN terpidana korupsi yang belum diberhentikan. Mayoritas ASN tersebut merupakan ASN di pemerintah daerah.
Secara terpisah, Kepala Biro Hubungan Masyarakat BKN Mohammad Ridwan mengatakan, seharusnya pasca-putusan Mahkamah Konstitusi, PPK semakin berani memecat para ASN korup tersebut. Apalagi, tenggat waktu pemecatan tinggal dua hari lagi. "Sekarang sudah tak ada lagi tahap-tahap kompromi. Ini sudah tahap eksekusi," tutur Ridwan.
Seperti diketahui, MK telah menegaskan ASN yang terbukti melakukan tindak pidana kejahatan jabatan harus diberhentikan secara tidak hormat. Adapun, Pasal 87 ayat (4) huruf b UU ASN yang dijadikan dasar pemerintah memecat ASN terpidana korupsi tidaklah melanggar konstitusi.
Terkait rencana mengumumkan instansi-instansi yang tak patuh terhadap tenggat waktu, menurut Ridwan, hal itu juga telah diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. "Jadi, cara itu memang dimungkinkan untuk Mendagri atau menteri yang menyelenggarakan pemerintahan daerah untuk memberi sanksi kepada PPK yang melanggar UU," kata Ridwan.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah menyiapkan rancangan aturan yang berisi sanksi kepada PPK yang taak mentaati tenggat waktu, 30 April itu. Sanksi tersebut bermula dari teguran sanksi administratif, penghentian sementara hak-hak keuangan, hingga penghentian jabatan sementara. (Kompas, 27 April 2019).
Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengaku tak yakin bahwa pemerintah dapat menyelesaikan 1.181 ASN terpidana korupsi yang belum diberhentikan dalam waktu dua hari.
Oleh karena itu, Kurnia berharap, pada 30 April nanti, Kemendagri, Kemenpan RB, dan BKN, dapat mengakui kegagalan mereka dalam membina instansi-instansi pemerintahan, di luar rencana mengumumkan instansi-instansi tersebut.
"Poin penting adalah berarti pemerintah tak berhasil untuk memetakan, kira-kira bulan berapa ya masalah ini bisa selesai. Dan, batas waktu ini pasti akan lewat. Berarti strategi mereka tidak tepat atau salah di perencanaan," tutur Kurnia.
Dari situ, pemerintah, menurut Kurnia, harus ditagih kembali terkait komitmen pemberantasan korupsi. Apalagi, lanjut dia, reformasi birokrasi menjadi hal yang mutlak ke depan. "Seharusnya tak ada lagi peringatan-peringatan lagi. Sanksi tegas saja kepada PPK yang belum juga memecat ASN terpidana korupsi daripada mereka mengganggu upaya reformasi birokrasi," kata Kurnia.