JAKARTA, KOMPAS — Buku fisik memiliki potensi besar untuk terus berkembang melihat minat membaca yang terus meningkat. Bazar buku di setiap provinsi dalam kegiatan perayaan Hari Pendidikan Nasional hendak mengambil kesempatan itu.
Agenda tersebut diungkapkan dalam acara penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Ikatan Penerbit Indonesia di Jakarta, Selasa (2/4/2019). Dokumen ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kemdikbud Didik Suhardi dan Ketua Umum Ikapi Rosidayati Rozalina. Adapun jadwal pengadaan bazar akan segera diumumkan karena berbeda untuk setiap provinsi.
Rosidayati mengatakan, setiap tahun omzet penjualan buku meningkat. Tercatat pada tahun 2018 omzet penjualan buku secara nasional naik hingga 11,6 persen. Namun, angka ini tidak menjelaskan jenis buku yang dijual.
Setiap tahun omzet penjualan buku meningkat. Tercatat pada tahun 2018 omzet penjualan buku secara nasional naik hingga 11,6 persen.
"Di dalam penjualan itu ada buku-buku cetakan lama dan baru. Juga buku asli karangan penulis dalam negeri maupun buku terjemahan dari bahasa asing," tuturnya.
Berdasarkan Nomor Standar Buku Internasional (ISBN) yang dikeluarkan oleh Perpusatakaan Nasional, pada tahun 2018 ada 70.000 judul buku baru. Di dalamnya mencakup buku-buku terbitan kementerian dan lembaga yang tidak dijual secara umum. Rosidayati memperkirakan untuk buku komersial ada 30.000 hingga 40.000 judul.
Menurut dia, perkembangan minat membaca untuk buku fisik tetap tumbuh. Buku-buku elektronik di sisi lain, perkembangannya masih rendah dan umumnya pembaca baru mencari ketika sudah tidak bisa menemukan buku fisik.
Media asosiasi penerbit buku Amerika Serikat, Publishers Weekly pada April 2016 mencatat bahwa animo masyarakat membeli buku elektronik turun dari 20 persen di tahun 2014 menjadi 14 persen di tahun 2015. Dalam artikel tersebut dikutip survei oleh Codex Group terhadap orang-orang yang memiliki gawai khusus membaca buku elektronik seperti Kindle dan Nook. Ternyata, responden mengaku hanya 55 persen waktu membacanya digunakan untuk mengakses buku elektronik.
Animo masyarakat membeli buku elektronik turun dari 20 persen di tahun 2014 menjadi 14 persen di tahun 2015.
Demikian juga dengan gawai seperti telepon pintar dan sabak elektronik (tablet). Hanya 12 persen pembaca buku menggunakan ponsel pintar dan 28 persen pembaca yang menggunakan sabak. Salah satu kesimpulan di artikel itu ialah kelemahan gawai maupun aplikasi yang harus selalu dimutakhirkan sehingga dianggap merepotkan serta sensasi membaca buku elektronik, walaupun praktis, tidak sama dengan buku fisik.
"Ini kesempatan emas bagi penerbit untuk fokus mengembangkan buku fisik. Kalau buku elektronik justru kini trennya untuk buku anak yang interaktif. Ada audio dan permainan layar sentuh juga," tutur Rosidayati.
Sumbangan
Selain untuk konsumsi pribadi, dalam bazar juga akan ada penyumbangan buku untuk wilayah terkena bencana. "Buku yang disumbangkan bukan buku bekas, tetapi buku-buku baru yang dibeli oleh donatur," kata Rosidayati.
Menurut dia, prosedur donasi ialah masyarakat membeli buku yang dijual di bazar buku yang diadakan oleh Ikapi tiap-tiap provinsi. Setelah itu, buku akan dikirim oleh Ikapi ke daerah-daerah yang terkena bencana seperti Sentani (Papua), Pandeglang (Banten), Palu (Sulawesi Tengah), dan Lombok (Nusa Tenggara Barat. Dalam bazar ini Ikapi memberlakukan potongan harga. Harga dimulai dari Rp 10.000.
Didik Suhardi mengatakan, tema Hardiknas 2019 masih sama dengan tahun sebelumnya, yaitu "Menguatkan Pendidikan, Memajukan Kebudayaan". Alasannya karena ini misi yang harus terus diwujudkan. Literasi yang baik berarti kemampuan bernalar tinggi dan pamahaman akan kebudayaan yang bijaksana.