Zainudin Dituntut 15 Tahun Penjara dan Dicabut Hak Politiknya
Bupati Lampung Selatan nonaktif dituntut hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan. Jaksa penuntut umum KPK juga meminta majelis hakim mencabut hak politik Zainudin selama 15 tahun serta membayar uang pengganti Rp 66 miliar.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS - Bupati Lampung Selatan nonaktif dituntut hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan. Jaksa penuntut umum KPK juga meminta majelis hakim mencabut hak politik Zainudin selama 15 tahun serta membayar uang pengganti Rp 66 miliar.
Tuntutan tersebut dibacakan jaksa KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Provinsi Lampung, Senin (1/4/2019). Sidang yang berlangsung sekitar lima jam itu diketuai hakim Mien Trisnawati.
"Terdakwa sebagai kepala daerah tidak mendukung upaya pemerintah mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme," kata Wawan saat membacakan putusan.
Hal lain yang memberatkan, terdakwa tidak berperan aktif memberantas korupsi. Sebaliknya, Zainudin justru terlibat sebagai pelaku korupsi di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lampung Selatan.
Selain itu, Zainudin juga tidak mengakui perbuatannya. Adapun hal-hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan masih mempunyai tanggungan.
Dalam tuntutannya, jaksa menilai Zainudin terbukti melanggar pasal berlapis. Pasal yang dilanggar, yakni Pasal 12 ayat 1, Pasal 12 huruf a dan i, serta Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 tentang Pemberantasan Tindak Pida a Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Selain itu, Zainudin juga dinilai terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Jaksa KPK juga akan menyita aset berupa tanah, bangunan, mobil mewah, hingga kapal pesiar milik Zainudin yang diduga didapatkan dari uang hasil korupsi. Seluruh aset tersebut akan dikembalikan pada negara.
Menurut Wawan, Zainudin terbukti menerima suap Rp 72 miliar terkait penetapan proyek pekerjaan di Dinas PUPR Lampung Selatan. Suap didapat dari sejumlah rekanan yang ingin memenangkan tender di Dinas PUPR Lampung Selatan. Namun, Zainudin mengaku hanya menerima Rp 37 miliar.
Uang fee proyek untuk Zainudin dikumpulkan oleh Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara. Uang suap itu lalu disetorkan melalui orang dekat Zainudin, yakni Agus Bhakti Nugroho yang merupakan anggota DPRD Lampung dari Fraksi PAN.
Tak hanya itu, PT Krakatau Karya Indonesia milik Zainudin juga terbukti mendapat tender proyek senilai Rp 116 miliar di Dinas PUPR Lampung Selatan. Padahal, sebagai kepala daerah, Zainudin semestinya mengawasi proyek pembangunan jalan di Lampung Selatan.
Dalam sidang berbeda, Anjar dan Agus telah divonis 4 tahun penjara pada Kamis (28/3). Mereka mendapat hukuman relatif ringan karena berstatus justice collaborator. Selain hukuman penjara, Agus dikenai denda Rp 200 juta subsider 4 bulan penjara. Sementara itu, Anjar dikenai denda Rp 200 juta subsider 3 bulan penjara.
Samarkan uang
Jaksa menilai, Zainudin terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan cara menyamarkan uang hasil korupsi melalui rekening sejumlah orang dekatnya. Salah satunya melalui rekening Gatoet, teman dekat Zainudin yang juga pernah menjadi dokter pribadinya. Zainudin menempatkan Gatoet sebagai komisaris di PT Baramega Citra Mulia, perusahaan pertambangan di Kalimantan Selatan.
Selama 2016-2018, Zainudin telah menerima uang gratifikasi senilai Rp 3,16 miliar yang disamarkan sebagai gaji untuk Gatoet. Uang gratifikasi itu terkait pemberian izin konsesi hutan untuk PT Baramega Citra Mulia. Izin kegiatan eksploitasi batubara pada 2011 itu dikeluarkan Menteri Kehutanan yang saat itu dijabat Zulkifli Hasan, kakak Zainudin.
Terhadap tuntutan jaksa, Zainudin akan menyampaikan pembelaan. Hakim ketua Mien mengizinkan Zainudin menyampaikan pembelaan pada sidang lanjutan Senin, 15 April. Adapun sidang vonis Zainudin dijadwalkan digelar Kamis, 25 April.
Seusai pembacaan tuntutan, Zainudin kembali mengajukan izin menjenguk istrinya yang akan menjalani operasi caesar pada majelis hakim. Zainudin menangis karena khawatir dengan kondisi kesehatan istrinya. Namun, majelis hakim menolak permohonan Zainudin dan tetap pada keputusan awal. Terdakwa kasus tindak pidana korupsi dan pencucian uang itu tidak diizinkan keluar dari rumah tahanan.