Harga gabah di sejumlah daerah di Jawa Tengah, seperti Kabupaten Demak dan Grobogan, turun seiring masa panen raya. Selain pasokan yang melimpah di pasaran, kondisi tersebut ikut dipengaruhi intensitas hujan tinggi sehingga kualitas berkurang karena kandungan air gabah lebih banyak.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
DEMAK, KOMPAS - Harga gabah di sejumlah daerah di Jawa Tengah, seperti Kabupaten Demak dan Grobogan, anjlok seiring masa panen raya. Selain pasokan yang melimpah di pasaran, kondisi tersebut ikut dipengaruhi intensitas hujan tinggi sehingga kualitas berkurang karena kandungan air gabah lebih banyak.
Khairul Anam (33), petani Desa Karangasem, Kecamatan Sayung, Demak, Senin (25/3/2019) mengatakan, intensitas hujan yang tinggi membuat lahan garapannya seluas 2.500 persegi sempat terendam. Genangan memang tak sampai menenggelamkan padi, tetapi cukup mengurangi kualitas panen sehingga turut memengaruhi harga.
Khairul menuturkan, pada 2018, harga jual gabah kering saat masa panen sekitar Rp 500.000 per kuintal, tetapi kali ini menjadi Rp 450.000 per kuintal. "Meski tidak sampai gagal panen, musim ini terbilang gagal karena gabahnya basah. Mau tidak mau, harus cari cara menutup kerugian," katanya.
Menurut Khairul, turunnya harga gabah dipastikan membuatnya rugi. dia menghitung biaya produksi, mulai dari benih, pupuk, hingga obat-obatan sekitar Rp 2,5 juta. Dengan harga gabah yang turun, estimasi kerugiannya sekitar Rp 1,5 juta.
Namun, Khairul juga berniat untuk tak langsung menjual gabah jika harga terus turun. Ia berharap cuaca bagus sehingga gabah bisa dijemur. Selain itu, dia mencoba menutup kerugian dengan menanam komoditas lain, seperti glandir (ketela rambat) dan bayam.
Dengan harga gabah yang turun, estimasi kerugian petani sekitar Rp 1,5 juta.
"Untung atau rugi sebenarnya baru terasa beberapa bulan ke depan. Namun, sejak sekarang, saya mencoba menanam tanaman lain, agar dapat pemasukan selain padi," ujar Khairul.
Abdul Chayyi (67) petani asal Desa Curug, Kecamatan Tegowanu, Grobogan, mengatakan, harga gabah kering saat ini Rp 470.000 per kuintal, lebih rendah dari tahun lalu Rp 500.000 per kuintal. Adapun gabah basah Rp 430.000 per kuintal, turun dari Rp 450.000 per kuintal.
"Turun karena panen raya dan (cuaca) panas kurang. Memang, gabah bisa ditahan dulu, menunggu sampai harga bagus lagi, tetapi kalau yang lagi butuh, mau tidak mau langsung dijual. Mau tidak mau rugi. Kami harap harga bisa segera stabil kembali," kata Abdul.
Kepala Bidang Distribusi dan Cadangan Pangan Dinas Ketahanan Pangan Jateng Awignam Astu mengatakan, guna mengatur fluktuasi harga pangan, Pemprov Jateng menyiapkan Sistem Logistik Daerah.
Namun diakuinya, hal ini masih membutuhkan waktu, karena terkait kesiapan sistem dan SDM. Adapun kajian sudah dilakukan sejak 2018, bekerja sama dengan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Namun, untuk jangka pendek, peran Lembaga Usaha Pangan Masyarakat (LUPM) akan dioptimalkan. Lewat lembaga ini, gabungan kelompok tani mengelola sendiri produksi hingga pemasaran, termasuk produksi beras. Menurut Astu, upaya ini turut berperan menstabilkan harga pangan.
"Hingga saat ini sudah ada 194 LUPM yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota dan 173 di antaranya khusus beras. LUPM dikelola swadaya oleh masyarakat, sehingga memotong rantai pasok produksi pangan," kata Astu.