Pengacara Lucas Terbukti Halangi Penyidikan Eddy Sindoro
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pengacara Lucas divonis bersalah karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Lucas juga terbukti merintangi proses penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Eddy Sindoro, tersangka penyuap panitera PN Jakarta Pusat saat yang bersangkutan berada di Malaysia.
Lucas divonis pidana tujuh tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan. Majelis hakim yang diketuai Frangki Tambuwun membacakan vonis tersebut pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Hukuman yang dijatuhkan hakim itu lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa. Sebelumnya, Lucas dituntut pidana dua belas tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan.
“Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan melakukan tindakan merintangi penyidikan KPK terhadap Eddy Sindoro,” kata Frangki.
Hakim menilai, Lucas terbukti telah sengaja melakukan upaya perintangan dalam proses penyidikan terhadap terdakwa Eddy Sindoro agar tidak kembali ke Indonesia. Lucas juga terbukti menyerahkan uang sebesar 46.000 dollar Singapura melalui stafnya, Dina Soraya, untuk sejumlah pihak pemegang otoritas bandar udara dan imigrasi guna membantu pelarian Eddy.
Kronologi awal
Perkara ini bermula pada 21 November 2016, yakni Pimpinan KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik- 84/01/11/2016 guna menyelidiki perkara tindak pidana korupsi memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diduga dilakukan Eddy Sindoro.
Penyidik KPK mengirimkan beberapa kali surat panggilan kepada Eddy untuk diperiksa sebagai tersangka. Selain itu, penyidik juga telah melakukan pencegahan bepergian keluar negeri terhadap Eddy.
Pada 4 Desember 2016, Eddy menghubungi Lucas dan menyampaikan akan kembali ke Indonesia untuk menghadapi proses hukum di KPK. Namun, Lucas justru menyarankan agar Eddy tidak kembali ke Indonesia.
Lucas juga menyarankan agar Eddy melepas status warga negara Indonesia dan membuat paspor negara lain supaya dapat melepaskan diri dari proses hukum di KPK. Atas saran Lucas, Eddy dibantu Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie, membuat paspor palsu Republik Dominika Nomor RD4936460 atas nama Eddy Handoyo Sindoro.
Untuk diketahui, Eddy sempat masuk dalam daftar pencarian orang karena diduga menghilang dan berada di luar negeri selama dua tahun.
Selanjutnya, 5 Agustus 2018, ia menggunakan paspor itu untuk berangkat dari Bangkok ke Kuala Lumpur dan kembali ke Bangkok pada 7 Agustus 2018. Ketika Eddy akan meninggalkan Malaysia, ia ditangkap petugas Imigrasi Bandara Internasional Kuala Lumpur karena diketahui menggunakan paspor palsu.
Mengetahui Eddy ditangkap, Lucas menghubungi anak Eddy, Michael Sindoro, untuk mengetahui perkembangan proses hukum di Malaysia.
Atas perbuatan itu, Eddy dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman denda sejumlah 3000 Ringgit Malaysia atau pidana penjara selama tiga bulan. Eddy membayar denda dan harus kembali ke Indonesia sesuai dengan kewarganegaraan aslinya.
Suap otoritas
Mengetahui rencana deportasi itu, Lucas pun merencanakan agar Eddy dapat diterbangkan kembali ke Bangkok tanpa diketahui pihak imigrasi Indonesia. Hal itu dilakukan guna Eddy terhindar dari tindakan hukum penyidik KPK.
Lucas pun meminta Dina untuk berkoordinasi dengan petugas Bandara Soekarno-Hatta Dwi Hendro Wibowo, petugasi imigrasi Andi Sofyar, dan tenaga staf customer service, M Ridwan, guna melancarkan pelarian tersebut. Pada 29 Agustus 2018, Eddy lolos pemeriksaan imigrasi dan terbang kembali ke Bangkok.
Hakim menilai, Lucas terbukti memberikan imbalan uang sejumlah 46.000 dollar Singapura kepada pihak yang telah membantu proses pelarian Eddy.
Menolak putusan
Hakim dalam menentukan hukuman Lucas telah melakukan pertimbangan. Hal yang memberatkan yaitu, bahwa Lucas tidak berterus terang selama persidangan dan tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Sedangkan hal yang meringankan yakni, Lucas belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga.
Lucas dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas putusan tersebut, Lucas menolak semua putusan yang diberikan hakim. Ia merasa kecewa luar biasa terhadap putusan itu, dia juga merasa tertuduh dengan dakwaan itu.
“Satu hari pun saya menyatakan banding majelis. Saya menghormati majelis sebagai wakil Tuhan, tapi saya melihat tidak ada pertimbangan sama sekali menyangkut bukti dan fakta persidangan. Yang ditimbang adalah semua tuntutan dari jaksa dan dakwaan jaksa diadopsi semuanya,” katanya.
Lucas pun mengajukan banding terhadap vonis tersebut. Sementara jaksa Abdul Basir memberikan respon untuk ‘pikir-pikir’ dahulu. Hakim pun memberikan waktu kepada jaksa untuk berpikir maksimal tujuh hari sejak sidang putusan itu berlangsung. (MELATI MEWANGI)