Ruang Sempit bagi Caleg Baru untuk Menang di Dapil Terkaya di Luar Jawa
Oleh
ARITA NUGRAHENI
·2 menit baca
Daerah Pemilihan Kalimantan Timur merupakan wilayah yang kaya, tetapi stagnan. Dengan produk domestik regional bruto sebesar Rp 508,24 triliun, dapil ini menjadi dapil terkaya di luar Pulau Jawa. Sayangnya, rata-rata pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir (2013-2017) hanya berkisar 1,94 persen. Sangat kecil, bahkan di antara dapil-dapil kaya lainnya.
Sebagai wilayah terluas ketiga setelah dapil Papua dan Kalimantan Tengah, tidak mengherankan jika kekayaan dapil ini berasal dari perut bumi. Jantung perekonomian digerakkan dari sektor tambang dan galian yang menyumbang hampir separuh dari total produk domestik regional bruto atau PDRB (Rp 219,76 triliun).
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di wilayah ini pun sudah melampaui rata-rata nasional, yaitu 74,89, dan berada di peringkat keempat terbaik. Angka kemiskinan juga lebih kecil di bawah rerata nasional, yaitu hanya 7,19 persen.
Dasar ekonomi dan sosial yang baik di wilayah ini akan membuat calon pemilih memasang standar tinggi. Masyarakat Kalimantan Timur tentu tidak mau terus tertinggal dari daerah lainnya.
Perlu caleg dengan kualifikasi mumpuni untuk mengawal perekonomian di dapil ini. Caleg dengan rekam jejak dan program yang standar akan dengan mudah tersingkir dari persaingan.
Terdapat 116 caleg yang berusaha meminang 2,5 juta calon pemilih demi memperebutkan 8 kursi di DPR RI. Terdapat empat petahana dan setidaknya lima mantan kepala daerah yang akan menjadi pesaing berat bagi para caleg lain.
Keempat petahana kembali mencalonkan diri dengan bendera partai yang sama. Mereka adalah G Budisatrio (Partai Gerindra), Hetifah Sjaifudian (Partai Golkar), dan Aus Hidayat Nur (PKS) berada di nomor urut pertama serta petahana Kasriyah (PPP) di nomor urut dua.
Selain petahana, caleg berlatar belakang kepala daerah juga akan mempersengit pencalonan. Tidak tanggung-tanggung, mantan gubernur Kalimantan Timur dua periode, Awang Faroek Ishak, akan maju diusung Partai Nasdem. Tidak ketinggalan, wakilnya pada periode 2008-2013, Farid Wadjdy, juga mencalonkan diri dengan bendera PPP.
Kepala daerah lain dengan rekam kepemimpinan yang panjang juga ikut memanaskan Pemilu 2019. Wali Kota Bontang tiga periode (1999-2011), Andi Sofyan Hasdam, dan penerusnya (2011-2016), Adi Darma, akan memecah suara pemilih di Bontang. Selain mereka, terdapat pula Bupati Kutai Barat dua periode (2006-2016), Ismail Thomas, dari PDI-P.
Dengan kematangan mengelola daerah, para petahana dan kepala daerah akan membuat delapan kursi untuk dapil ini terasa sangat sedikit bagi caleg lainnya. Kemenangan berturut Partai Golkar di Bumi Mulawarman dan loyalitas petahana menyisakan kecil saja ruang untuk caleg-caleg baru mengumpulkan kans kemenangan. (LITBANG KOMPAS)