Pegiat Seni Serukan Toleransi Hadapi Perbedaan Politik
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah situasi politik yang sedikit memanas terkait Pemilu 2019, masyarakat diminta untuk menjunjung tinggi toleransi meski dihadapkan pada perbedaan politik. Imbauan tersebut disampaikan sejumlah pegiat seni.
Tak sedikit dari mereka yang resah dengan situasi politik di Indonesia sehingga perlu menyampaikan pesan persatuan. Berikut adalah keresahan dan pesan pegiat seni yang terdiri dari aktris, budayawan, dan musisi tersebut.
Di mata artis Olivia Zalianty, banyak hal yang bisa menunjukkan ancaman perpecahan sebagai imbas dari pemilu. Identifikasi paling mudah adalah melalui media sosial atau grup percakapan daring. Menurut Olivia, itu sama sekali bukan cerminan dari karakter bangsa Indonesia.
”Saya sendiri enggan menyatakan pilihan politik ke publik karena khawatir akan timbul keresahan pribadi. Bisa jadi dirundung sana-sini,” ucapnya di Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Satu hal yang harus diutamakan dalam menyikapi perbedaan, menurut Olivia, adalah tidak menganggap diri sendiri paling benar sehingga menyalahkan pendapat orang lain. Nilai-nilai toleransi itu yang harus tetap dijaga.
”Kita boleh mengampanyekan pilihan kita, tapi jangan sampai menjelek-jelekkan. Di salah satu grup Whatsapp saya, misalnya, ada yang merasa paling tahu sosok pilihannya, padahal kenal pun mungkin tidak,” ujar Olivia.
Sementara itu, pada Pemilu 2019, budayawan Radhar Panca Dahana mengibaratkan bangsa Indonesia tengah diiris oleh pisau tajam bernama kekuatan politik. Mata pisau itu dinilai hanya untuk memenuhi nafsu kuasa politik semata. Harus ada tindakan untuk mencegah agar tidak menjadi tradisi.
”Korban yang paling parah adalah kebudayaan yang telah menjadi fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujarnya.
Radhar menyerukan, irisan-irisan itu harus disatukan kembali. Inisiatif itu harus diambil oleh elite politik karena ada hubungan patron-klien di dalamnya. Elite politik harus berubah dan menghargai kebudayaan. Jika tidak, mereka dianggap berkhianat terhadap warisan leluhur karena berpolitik secara tidak beradab.
”Bahkan, jika elite politik sudah menggunakan produk kebudayaan untuk menyerang lawan politiknya, itu menjadi suatu penghinaan terhadap kebudayaan,” ucap Radhar.
Menurut vokalis band Cupumanik, Che, imbas dari kontestasi politik tidak hanya terjadi di ranah politik itu sendiri, tetapi juga seni. Hal itu yang saat ini tengah dirasakan pula oleh para musisi. Tak sedikit penggemar mereka yang terbelah.
”Musisi dihadapkan pada situasi sulit. Di satu sisi, kita ingin pemimpin yang amanah. Di sisi lain, penggemar kita juga terbelah,” kata Che.
Che memutuskan untuk tetap netral dan berusaha menyerukan semangat kerukunan melalui musik. Menurut dia, hal itu sudah menjadi tanggung jawab moril bagi setiap musisi. Keutuhan bangsa harus lebih diutamakan ketimbang segala hal.
”Saya ingin musik dijadikan budaya untuk menyatukan pilar-pilar kebangsaan. Siapa pun yang ingin kita terpecah belah perlu kita lucuti atribut kewarganegaraan mereka,” ujar Che.
Sementara itu, penyanyi rock Renny Djajoesman merasa resah dan sedikit muak dengan situasi politik di Indonesia saat ini. Menurut dia, semua yang terlibat dalam keributan politik hanya memikirkan nafsu untuk memilih.
”Saya tidak mau berbicara politik karena sudah capek. Saya tidak mau adik, kakak, cucu saya terporak-poranda nafsu memilih. Kita harus sadar saling bersaudara,” ujar Renny.
Ia juga menyampaikan komitmennya bersama musisi lain untuk terus menyuarakan persatuan dan kesatuan lewat aksi panggung. Ia berpesan kepada seluruh masyarakat agar tetap memelihara kebersamaan meski dihadapkan pada perbedaan politik.
”Jangan sampai kita hanya diperdaya oleh kepentingan sesaat, kepentingan yang hanya dirasakan lima tahun ke depan,” ujar Renny.
Penyanyi reggae Tony Q memiliki pandangan lain. Ia optimistis rakyat Indonesia akan tetap bersatu meski tengah mengalami perbedaan politik. Demokrasi, menurut dia, adalah sebuah pesta yang sudah sepatutnya dirayakan dengan sukacita.
”Pemilu itu, kan, pesta demokrasi yang harus disambut dengan gembira karena telah disepakati bersama,” kata Tony.
Narasi positif
Meski begitu, Tony tetap berpesan agar selalu mengedepankan narasi-narasi yang positif dalam mengemukakan perbedaan politik. Sejauh ini, tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena ia yakin masyarakat sudah cerdas.
”Marilah kita jaga bersama supaya pemilu ini menjadi pesta untuk membuat Indonesia menjadi lebih besar,” ujar Tony.
Aktris senior Niniek L Karim juga menyerukan agar pemilu jangan sampai menjadikan perpecahan bagi masyarakat. Dalam benaknya, Niniek masih mengalami trauma perpecahan yang terjadi pasca-peristiwa Gerakan 30 September 1965. Maka dari itu, ia berharap Indonesia dijauhkan dari perpecahan.
”Saya jadi saksi sejarah yang melihat pertumpahan darah di Kali Brantas, Kediri. Maka, saya minta jangan kita jangan terpecahlah,” katanya.
Niniek tak henti-hentinya mengingatkan masyarakat bahwa semuanya adalah saudara, seperti yang diajarkan para leluhur. ”Kita ini satu saudara dengan budaya yang begitu indah. Kita harus kembali semangat untuk bersatu,” ujarnya. (FAJAR RAMADHAN)