HANOI, KOMPAS —Asia Tenggara dan kawasan lain perlu terus memediasi perundingan Amerika Serikat dan Korea Utara. Terlepas dari kegagalan menghasilkan kesepakatan pada pertemuan kedua antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong Un di Hanoi, Vietnam, Kamis (28/2/ 2019), proses perundingan harus diteruskan.
Pertemuan pertama mereka di Singapura, Juni 2018, menghasilkan kesepakatan untuk mewujudkan denuklirisasi Semenanjung Korea. Namun, hal itu dikritik banyak pihak karena tak memerinci tahapan dan peta jalan menuju denuklirisasi.
Pengajar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Bandung, Teuku Rezasyah, mengatakan, dua pertemuan itu membuktikan Asia Tenggara berhasil memediasi AS-Korut. Trump-Kim mau menempuh perjalanan jauh untuk membahas isu yang menjadi kekhawatiran dunia.
”Secara teoretis, dua pertemuan Trump-Kim berhasil. Diplomasi butuh kesabaran, ketelitian, dan keikhlasan menjalani keberhasilan sekecil apa pun,” ujar Rezasyah.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Vietnam Ibnu Hadi mengatakan, meski pertemuan kedua Trump-Kim digelar di Vietnam, pencapaian itu juga bakal dirasakan kawasan. Lebih-lebih, pertemuan pertama kedua pemimpin itu juga digelar di negara sekawasan, yaitu Singapura.
Menurut Ibnu, fakta itu menunjukkan bahwa Asia, khususnya ASEAN—Singapura dan Vietnam adalah dua dari 10 anggotanya—dipercaya dan memiliki kapabilitas. Secara khusus, tentu pencapaian kedua negara, Singapura dan Vietnam, meningkatkan pengaruh mereka dalam kancah internasional.
Rezasyah menjelaskan, pertemuan Trump dan Kim membahas masalah yang sudah berlangsung 70 tahun. Karena itu, dibutuhkan waktu panjang dan penyelesaian lintas generasi dan pimpinan. Proses perundingan tak boleh berhenti dan harus terus dimediasi.
Meski gagal menghasilkan kesepakatan, pertemuan kedua antara Donald Trump dan Kim Jong Un tetap memberi nilai positif bagi ASEAN. Apa pun hasilnya, pertemuan itu tetap bermanfaat.
Menurut Rezasyah, sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, Indonesia perlu mendorong PBB mengevaluasi sanksi terhadap Korut. Indonesia juga perlu menggerakkan organisasi-organisasi regional agar mendorong resolusi baru yang lebih adil.
Modal penting
Pertemuan Trump-Kim tak hanya berhasil menunjukkan kemampuan mediasi Asia Tenggara. Pertemuan itu, menurut seorang pengusaha Indonesia yang ditemui di Hanoi, menunjukkan ASEAN kawasan aman. Faktor keamanan menjadi modal penting untuk pengembangan kemakmuran kawasan. Keamanan membuat investor nyaman.
Vietnam berusaha keras memberi jaminan itu. Selain itu, ada kemudahan lain, seperti perizinan, serta sejumlah insentif, seperti pajak yang relatif ringan, dan ongkos pekerja yang kompetitif.
Dalam catatan Kedubes RI di Hanoi, hingga akhir 2018, total nilai perdagangan internasional Vietnam mencapai 482 miliar dollar AS atau lebih tinggi daripada pencapaian Indonesia, yaitu 368,6 miliar dollar. Sepanjang 2018, Vietnam menarik investasi asing 35,4 miliar dollar, sementara Indonesia hanya 21,9 miliar dollar.
Negara lain di Asia Tenggara juga mencatat angka perdagangan global yang tinggi. Singapura mencatatkan hingga lebih dari 1 triliun dollar AS, Thailand 501,7 miliar dollar, Malaysia 460,3 miliar dollar, dan Filipina 176,4 miliar dollar.
Tingginya pencapaian nilai perdagangan global ASEAN menunjukkan potensi luar biasa dari kawasan. Kesepakatan pemesanan pesawat senilai 15,8 miliar dollar AS antara Boeing dan Vietnam Airlines juga menunjukkan besarnya potensi di kawasan. (RAZ)