JAKARTA, KOMPAS - Data kependudukan akan digunakan dalam pengembangan sektor jasa konstruksi. Dengan demikian, kebutuhan tenaga kerja konstruksi dalam pembangunan infrastruktur akan lebih mudah dipetakan.
"Pada prinsipnya kami ingin membangun sistem informasi jasa konstruksi dengan data yang benar. Hal itu hanya bisa dilakukan jika memiliki data yang tepat dengan cara pengecekan ke data kependudukan," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Yaya Supriyatna Sumadinata dalam acara penandatanganan perjanjian kerja sama antara Kementerian PUPR dengan Kementerian Dalam Negeri dalam memanfaatkan Data Kependudukan, Jumat (25/1/2019), di Jakarta.
Yaya mengatakan, di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi diamanatkan tentang tertib penyelenggaraan jasa konstruksi. Salah satunya menyangkut mutu tenaga kerja konstruksi yang ditandai bukti berupa sertifikasi kompetensi.
Selama ini, seringkali data pendukung untuk proses sertifikasi tidak sesuai dengan data diri asli setiap tenaga kerja. Misalnya, nomor induk kependudukan (NIK) bisa berbeda dengan pemilik NIK sebenarnya. Hal ini membuat proses sertifikasi berjalan lama karena verifikasi harus dilakukan secara manual.
Saat ini jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi sebanyak 8,1 juta orang. Dari jumlah itu, yang sudah memiliki sertifikat kompetensi kerja sekitar 500.000 orang, baik berupa sertifikat tenaga ahli maupun sertifikat tenaga terampil. Adapun satu orang tenaga kerja konstruksi bisa memiliki lebih dari satu sertifikat kompetensi kerja.
Menurut Yaya, dengan terbukanya akses ke data kependudukan, maka pemerintah bisa mendapatkan data yang valid tentang tenaga kerja konstruksi di Indonesia. Selain jumlah, pemerintah dapat memiliki gambaran keahlian dan persebaran tenaga kerja konstruksi. Hal ini akan berguna dalam menyusun rencana ke depannya, terutama dalam menyusun rencana pembangunan infrastruktur.
Seluruh tenaga kerja yang telah tersertifikasi tersebut kemudian diregistrasi ke dalam sistem Dayanaker yang telah dikembangkan sejak 2015. Dayanaker merupakan sumber informasi mengengenai ketersediaan tenaga kerja konstruksi di seluruh wilayah Indonesia.
Melalui akses ke data kependudukan tersebut, Kementerian PUPR akan mendapatkan data antara lain nomor kartu keluarga (KK), nama lengkap, jenis kelamin, tempat lahir, tanggal lahir, alamat, serta data foto wajah. Selain itu, data berupa pendidikan terakhir juga bisa didapatkan.
"Di era sekarang yang menuntut kecepatan, verifikasi manual harus diganti dengan sistem digital. Data kependudukan ini akan mempercepat proses sertifikasi tenaga kerja konstruksi," ujar Yaya.
Masih manual
Ketua Dewan Pengurus Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Nasional Ruslan Rivai mengatakan, selama ini data kependudukan dan pendidikan dalam proses sertifikasi tenaga kerja konstruksi masih dilakukan secara manual. Demikian juga jika ada ketidakcocokan data, verifikasinya juga dilakukan secara manual.
Melalui akses ke data kependudukan, proses sertifikasi bisa dilakukan lebih cepat karena data kependudulan yang valid sudah tersedia. Dengan demikian, proses sertifikasi secara elektronik atau jarak jauh akan bisa dikembangkan.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Data dan Dokumen Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Gunawan mengatakan, data kependudukan di Kemendagri dapat dimanfaatkan lembaga melalui mekanisme kerja sama.
Ditjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR merupakan lembaga ke-1.170 yang bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil Kemendagri untuk mengakses data kependudukan.
"Ditjen Dukcapil akan memberikan akses ke data kependudukan. Dengan demikian bisa melayani masyatakat dengan tepat dan lebih cepat, serta mengurangi kemungkinan terjadinya penyelewengan," kata Gunawan.
Infrastruktur
Untuk bisa mengakses data kependudukan tersebut, selain kerja sama dengan Kemendagri, diperlukan pula infrastruktur yang memadai. Dari jumlah 1.170 lembaga yang bekerja sama untuk mengakses data kependudukan, yang sudah terkoneksi sampai saat ini baru sekitar 50 persennya.
Adapun lembaga-lembaga yang banyak mengakses data kependudukan antara lain penyelenggara telekomunikasi, kementerian sosial, kementerian kesehatan, lembaga keuangan dan pembiayaan, Kepolisian, serta Komisi Pemberantasan Korupsi. Hingga 22 Januari 2019, total jumlah data kependudukan yang diakses lembaga pengguna sebanyak 2.447.933.241 NIK. (NAD)