BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Penangkapan Bupati Mesuji Khamami oleh Komisi Pemberantasan Korupsi mencerminkan perilaku korup pejabat tidak berubah meski telah banyak kepala daerah yang ditangkap. Pemimpin daerah tidak berupaya menghindari korupsi, tetapi justru melakukannya.
Khamami merupakan bupati ketiga di Lampung yang terjaring operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam satu tahun terakhir. Tahun lalu, KPK menangkap Bupati Lampung Tengah Mustafa dan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan.
Adapun Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan juga ditangkap KPK setelah ada laporan dari sejumlah anggota DRRD Tanggamus terkait dugaan gratifikasi pada tahun 2016.
Pengamat hukum dari Universitas Lampung, Rudy, menilai, banyaknya kepala daerah di Lampung yang ditangkap KPK ternyata belum memberikan efek jera. Kepala daerah tidak berusaha menghindari praktik korupsi. Sebaliknya, masih ada pejabat daerah yang melakukan korupsi.
”Ini mencerminkan bahwa korupsi sudah masif dan dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan di pemerintahan,” kata Rudy saat dihubungi pada Kamis (24/1/2018) di Bandar Lampung.
Menurut dia, kepala daerah yang terjerat kasus korupsi umumnya merupakan tokoh yang memiliki pengaruh yang kuat di politik dan pemerintahan. Pengaruh itu yang kerap digunakan pejabat untuk menekan bawahan dan rekanan agar menuruti kemauannya.
Tingginya biaya politik menjadi pemicu banyak kepala daerah yang melakukan korupsi. Dengan kewenangan yang dimiliki, mereka berupaya mencari uang dengan cara apa pun meskipun berisiko berurusan dengan aparat hukum. Selain untuk mengembalikan modal, kepala daerah juga mencari uang untuk ongkos politik selama menjabat.
”Kepala daerah sering menjadi pembina di berbagai organisasi. Ada yang datang ke mereka untuk meminta sumbangan. Itu juga dapat mendorong kepala daerah melakukan korupsi,” ujar Rudy.
Rudy menambahkan, penerapan sistem e-government belum cukup untuk memutus mata rantai korupsi. Diperlukan aturan yang dapat membatasi kewenangan kepala daerah dalam pemerintahan. Dengan begitu, kepala daerah diharapkan tidak menekan bawahannya agar ikut melakukan korupsi.
”Selama ini, posisi kepala daerah sangat kuat terhadap manajemen keuangan dan manajemen kepegawaian. Bahkan, bupati juga dapat memilih nama-nama yang mengawasinya di lembaga inspektorat. Selama ini belum diubah, kepala daerah masih rentan melakukan korupsi,” tuturnya.
Khamami menjabat bupati selama dua periode. Dia terpilih sebagai bupati pada periode 2012-2017 dan kembali terpilih sebagai bupati pada periode 2017-2022.
Proyek infrastruktur
Seusai diperiksa di Markas Besar Polres Mesuji, Rabu (23/1/2019) hingga Kamis, Khamami langsung dibawa ke Jakarta. Operasi tangkap tangan itu diduga terkait dugaan transaksi suap proyek infrastruktur di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Kabupaten Mesuji tahun 2018.
Berdasarkan pantauan Kompas, KPK menyegel sejumlah lokasi, antara lain kantor PT Suci Karya Badinusa (Subanus) di Bandar Lampung. Perusahaan kontraktor itu diduga milik AS, salah satu pengusaha yang juga terjaring operasi tangkap tangan. Kantor tersebut dalam kondisi terkunci dan sepi.
Kondisi yang sama terlihat di rumah pribadi Khamami di Bandar Lampung. Meski tidak disegel, rumah Khamami tampak kosong.
Diki (25), petugas keamanan di sekitar tempat tinggal Khamami, menuturkan, dirinya terakhir kali melihat Khamami pulang ke rumah sekitar dua bulan lalu.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Lampung Partai Nasdem Taufik Basari menyatakan, pihaknya menghormati penegakan hukum yang dilakukan KPK. Saat ini, pihaknya menunggu perkembangan kasus dari KPK.
Menurut dia, Khamami yang saat ini menjabat Dewan Pertimbangan Partai Nasdem di Kabupaten Mesuji siap mengundurkan diri jika terlibat kasus korupsi.