BANDUNG, KOMPAS – Delapan sungai di Kota Bandung, Jawa Barat, yang mengalir ke Sungai Citarum masih tercemar sampah rumah tangga. Dibutuhkan kesadaran warga agar tidak membuang sampah ke sungai karena dapat menjadi sumber penyakit, memicu banjir dan merusak lingkungan.
“Sampah domestik menjadi persoalan utama pencemaran sungai di Kota Bandung. Kesadaran masyarakat harus terus dibangun meminimalkan kebiasaan membuang sampah sembarangan,” ujar Wali Kota Bandung Oded Muhammad Danial, Selasa (22/1/2019).
Hal itu disampaikan Oded dalam Rapat Evaluasi Program Kerja Citarum Harum 2018. Rapat itu juga dihadiri Komandan Sektor 22 Citarum Harum Kolonel Asep Rahman Taufik dan sejumlah perwakilan instansi terkait.
Kedelapan sungai yang mengalir ke Citarum itu adalah Sungai Cibeureum, Cicadas, Cipamokolan, Cidurian, Cikapundung, Cikapundung Kolot, Citepus dan Sungai Cinambo. Selain itu, masih terdapat lebih dari 40 anak sungai lainnya di Kota Bandung yang juga bermuara ke Citarum.
Setahun program Citarum Harum berjalan, Oded menilai sampah di sungai-sungai di Kota Bandung berkurang. Namun, dia tak memungkiri, masih ada warga membuang sampah ke sungai.
Citarum Harum adalah program pembenahan dan pembersihan Sungai Citarum langsung di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Kemaritiman yang dimulai sejak Februari 2018. Tim gabungan dari TNI, Polri, pemerintah daerah, dan pegiat lingkungan diterjunkan ke 22 sektor yang dipimpin perwira berpangkat kolonel.
Oded mengaku beberapa kali meninjau muara sungai di perbatasan dengan Kabupaten Bandung. “Ternyata masih ada sampah mengalir dari Kota Bandung. Ini harus dikendalikan agar aliran air ke Citarum bersih,” ujarnya.
Oded mengatakan, sosialisasi untuk tidak membuang sampah ke sungai terus dilakukan. Sejumlah program pengendalian sampah juga telah digulirkan, salah satunya gerakan Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, dan Manfaatkan Sampah). Lewat gerakan itu, warga diminta mengurangi produksi sampah rumah tangganya. Dengan demikian, potensi sampah yang terbuang ke sungai juga bisa berkurang.
“Kontribusi masyarakat untuk mengurangi produksi sampah sangat diharapkan. Tidak boleh bosan untuk terus mengingatkan warga,” ucapnya.
Produksi sampah Kota Bandung sekitar 1.500-1.600 ton per hari. Namun, hanya 1.200-1.300 ton sampah yang terangkut ke tempat pembuangan akhir. Sebagian sampah menumpuk di tempat pembuangan sampah liar atau dibuang ke sungai.
Kolonel Asep Rahman Taufik mengatakan, dalam setahun terakhir, lebih dari 2.000 ton sampah diangkut dari delapan sungai di Kota Bandung. Namun, sungai belum bebas sampah karena masih ada warga yang membuang sampah ke sungai.
Padahal, sepanjang 2018, 58 pelaku pembuang sampah ke sungai telah ditindak. Perbuatan pelaku termasuk tindak pidana ringan karena melanggar Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Perda Kota Bandung Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan.
Selain sampah, tinja dan sedimentasi juga turut mencemari sungai di Kota Bandung. Sejumlah septic tank komunal sedang dibangun. Sementara itu, sepanjang 2018, lebih dari 18.000 meter kubik sedimentasi dikeruk dari sejumlah sungai di Kota Bandung.
“Walaupun sudah ditindak, masih tetap ada yang membuang sampah ke sungai. Tindakan tegas ini akan terus diterapkan,” ujarnya.
Asep mengatakan, salah satu tantangan mengurangi pencemaran sungai adalah mengubah pola pikir warga tidak membuang sampah sembarangan. Sosialisasi terus dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah daerah, sekolah, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Menurut Asep, pembersihan sungai harus berkesinambungan. Sebab, meskipun telah berulang kali dibersihkan, sungai-sungai di Kota Bandung masih dikotori sampah.
“Sampahnya memang berkurang. Namun, sampah-sampah rumah tangga berbahan plastik masih tetap ditemui, terutama saat hujan,” ujarnya.