Calon presiden Pemilu 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto, mengikuti debat pertama yang disiarkan oleh Kompas TV, TVRI, RTV, dan RRI, dengan mengusung tema seputar hukum, HAM, antikorupsi, dan terorisme, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Para legislator penyusun Undang-Undang Pemilu menyayangkan jalannya debat calon presiden dan calon wakil presiden yang tidak menawarkan kebaruan dan memberikan pencerahan bagi publik. Penyelenggaraan debat tidak sejalan dengan harapan undang-undang.
Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) Benny K Harman, Jumat (18/1/2019), mengatakan, memasukkan debat sebagai tahapan resmi jelang Pemilu 2019 didasarkan pada semangat memberikan pelayanan kepada publik agar calon pemilih dapat memanfaatkan hak pilihnya dengan bijak.
Namun, Benny menilai, debat edisi perdana pada Kamis malam lalu tidak dapat memenuhi harapan ini. ”Seharusnya mudah saja. Masing-masing pasangan calon harus bisa memformulasikan masalah dan menawarkan solusi yang konkret. Tetapi, tadi malam itu tidak jelas. Cuma saling mengkritik,” kata anggota Fraksi Partai Demokrat tersebut saat dihubungi dari Jakarta.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman
Edisi perdana debat jelang Pemilu Presiden 2019 itu diselenggarakan di Hotel Bidakara, Jakarta, dengan tema seputar penegakan hukum, HAM, antikorupsi, dan pemberantasan terorisme.
Dalam debat ini dinilai tak ada tawaran gagasan yang benar-benar baru dari kedua pasangan calon. Sebagian besar isu bahkan sudah dipaparkan Jokowi dan Prabowo pada debat pemilihan presiden lima tahun silam.
Joko Widodo dan Ma’ruf Amin menawarkan penegakan hukum yang kuat melalui penguatan kelembagaan KPK serta sinergi kejaksaan, KPK, dan Polri.
Tetapi, tadi malam itu tidak jelas. Cuma saling mengkritik.
Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno pun menawarkan penguatan lembaga KPK, pembenahan aset negara, dan peningkatan penghasilan aparatur negara, termasuk penegak hukum.
Gagasan dari dua pasangan itu sebagian besar tak jauh berbeda dengan tawaran yang pernah diutarakan Jokowi dan Prabowo saat mereka tampil dalam debat perdana pada Pemilihan Presiden 2014, dengan tema ”Pembangunan, Demokrasi, Pemerintahan yang Bersih, dan Negara Hukum” (Kompas, 18/1/2019).
Dalam periode penyusunan RUU Pemilu yang kini telah menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tersebut, Benny menjadi Wakil Ketua Pansus yang diketuai anggota Fraksi PKB Lukman Edy. Jajaran pimpinan pansus lainnya adalah anggota Fraksi PAN Yandri Susanto dan anggota Fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria.
ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Anggota Fraksi PKS Al Muzammil Yusuf (kedua dari kanan), Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto (ketiga dari kanan), Wakil Ketua Fraksi Demokrat Benny K Harman (keempat dari kanan), dan Ketua Fraksi Gerindra Ahmad Muzani (kanan) berjabat tangan dengan lima unsur pimpinan DPR untuk meninggalkan ruang sidang (walk out) sebelum pengambilan keputusan pengesahan RUU Pemilu pada Sidang Paripurna DPR yang ke-32 masa persidangan V tahun sidang 2016-2017 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (21/7/2017) dini hari.
Benny mengatakan, aspek teknis penyelenggaraan dan persiapan debat juga berkontribusi pada hasil debat yang menurut dia tidak maksimal tersebut. Ia menilai, durasi bicara yang pendek membuat penjelasan dari pasangan calon tidak memuaskan. Akibatnya, pasangan calon tidak secara leluasa menyusun argumentasi dan visi-misi mereka.
Peran moderator pun, menurut Benny, hanya menjadi pembaca pertanyaan. Tidak ada eksplorasi lanjutan terhadap jawaban-jawaban capres ataupun cawapres.
Tanpa kisi-kisi
Pemberian kisi-kisi pertanyaan kepada tim pasangan calon juga menjadi kebijakan yang sebaiknya tidak diulangi pada edisi debat selanjutnya menurut Benny. ”Dengan ada kisi-kisi ini seolah-olah hanya membaca poin-poin yang sudah disiapkan sebelumnya,” kata Benny.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) di antara pasangan calon presiden-wakil presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebelum dimulai debat perdana capres-cawapres Pilpres 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019).
Pandangan serupa disampaikan Yandri. Ia menilai, pemberian kisi-kisi seharusnya ditiadakan untuk edisi debat selanjutnya. Hal ini dilakukan agar setiap pasangan benar-benar siap secara orisinal. ”Agar respons terhadap persoalan langsung dari pikiran pasangan calon, bukan dari contekan yang sudah disiapkan oleh tim,” ucapnya.
Namun, Yandri mengingatkan, kualitas debat juga menjadi tanggung jawab setiap pasangan. Ia berharap, pasangan calon harus berani mengeluarkan pertanyaan kepada pihak lawan yang tajam dan relevan. Pasangan calon yang menjawab pun harus jujur. ”Jangan sampai pertanyaan dan jawaban tidak pas,” lanjutnya.
Ahli tata kelola pemilu dari Universitas Gadjah Mada, Mada Sukmajati, mengatakan, munculnya jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan juga akibat dari adanya kisi-kisi yang sudah diberikan sebelumnya. Dengan adanya kisi-kisi, jawaban pasangan calon hanya akan terbatas pada hal-hal yang sudah dipelajari sebelumnya.
Mada pun menilai, pemberian kisi-kisi juga tidak berpengaruh positif secara signifikan terhadap substansi materi debat yang disampaikan oleh pasangan calon. ”Jadi spontan saja. Kisi-kisi tidak membantu mengondisikan debat agar menjadi substantif,” katanya.