Keraguan serta ramalan kepunahan justru menghasilkan umpan balik yang mampu mendorong upaya mengoreksi demokrasi. Demokrasi tetap dianggap sebagai pilihan yang paling kurang buruk dibanding tatanan kekuasaan lain.
Kepentingan pemerintah agar revisi UU Pemilu tak dilanjutkan bertemu dengan kepentingan mayoritas fraksi di DPR. Revisi berpotensi kuat kandas di tengah kebutuhan payung hukum baru agar pemilu lebih berkualitas.
Perppu dianggap bisa jadi solusi setelah pemerintah dan mayoritas fraksi di DPR menolak revisi UU Pemilu. Dengan perppu, aturan di UU Pemilu yang direvisi bisa dilokalisasi untuk memudahkan pemilu dan pilkada pada 2024.
Keputusan politik pemerintah yang tak akan merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada akan membuat separuh lebih kepala daerah pada 2022-2024 dijabat oleh penjabat yang ditunjuk pemerintah pusat. Padahal, publik ingin sebaliknya
Di tengah belum jelasnya kelanjutan dari Rancangan Undang-Undang Pemilu, Partai Demokrat sudah ancang-ancang menghadapi Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta. Sembilan kader disodorkan untuk menjadi calon.
Revisi UU No 7/2017 tentang Pemilu diyakini bisa meningkatkan kualitas pemilu. Namun, upaya ini layu sebelum berkembang setelah mayoritas fraksi di DPR sepakat menghentikan pembahasan RUU itu.
Problem pada pelaksanaan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif serentak 2019 bisa terulang kembali di 2024. Bahkan dampaknya dinilai bisa lebih berat.
Penyelenggara pemilu meminta agar ada dukungan payung hukum yang jelas bagi mereka untuk melaksanakan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 jika pembahasan RUU Pemilu dihentikan. Sebab, tak semua aturan bisa dijalankan.
Komisi II DPR akan mengikuti Tata Tertib DPR dalam hal penundaan pembahasan RUU Pemilu. Hal itu akan lebih dulu dibahas di Badan Musyawarah DPR, kemudian dibahas oleh pimpinan DPR.
Politik hukum nasional jalan di tempat menyusul belum juga disahkannya Program Legislasi Nasional Prioritas 2021 oleh DPR. Perbedaan terkait revisi UU Pemilu jadi penyebab prolegnas belum disahkan.