KPU Perlu Antisipasi Banyaknya Surat Suara Tidak Sah
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Komisi Pemilihan Umum perlu mengantisipasi banyaknya surat suara tidak sah saat proses pemungutan suara pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2019. Hal ini untuk menjaga suara sah yang masuk sekaligus agar tidak menyia-nyiakan suara para pemilih yang sudah berpartisipasi dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
Berdasarkan rekapitulasi surat suara Pemilu Legislatif 2014, ada 124.972.491 orang dari 185.826.024 pemilih menggunakan hak pilihnya sehingga tingkat partisipasi mencapai 75,11 persen. Dalam Pemilu 2019, ada 192.828.520 orang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan 77,5 persen di antaranya ditargetkan KPU akan menggunakan hak pilihnya.
Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) August Mellaz di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (11/1/2019), menilai, angka surat suara tidak sah dalam pemilu serentak legislatif maupun presiden pada 17 April mendatang berpotensi naik. Hal ini tidak terlepas dari jumlah pemilih dalam DPT yang meningkat dibandingkan Pemilu 2014.
"Pada Pemilu Serentak 2019 ini, tingkat partisipasi masyarakat mungkin akan meningkat. Tetapi gerusan dari suara tidak sah juga kemungkinan akan meningkat karena kompleksitas (pemilu)," ujar August.
Untuk pertama kalinya, rakyat Indonesia akan memberikan hak pilihnya dalam Pemilu Legislatif dan Presiden serentak pada 17 April 2019. Artinya, pemilih akan menerima sekaligus surat suara untuk memilih anggota DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan presiden.
Berkaca dari hal tersebut, menurut August, KPU perlu menjadikan isu surat suara tidak sah sebagai perhatian dalam pemilu. Sebab, KPU dan masyarakat sulit mendeteksi penyebab surat suara tidak sah karena kerahasiaan pemilih saat berada di bilik suara.
"14 juta suara tidak sah pada Pemilu 2014 itu sangat signifikan. Kami berharap KPU bisa memetakan masalah ini karena belum sepenuhnya terpotret dan mencari formulasinya. Dalam sisa waktu tiga bulan ini mungkin akan sulit bagi KPU karena konsentrasi mereka akan terbelah dengan jalannya debat, logistik, dan permasalahan lainnya," ungkapnya.
Berkait hal ini, Anggota KPU Hasyim Asyari menduga, banyaknya surat suara tidak sah pada Pemilu Legislatif 2014 karena kerumitan saat pemilih akan menentukan pilihannya di bilik suara. Surat suara pileg memang lebih kompleks karena lebar dan memuat berbagai partai politik hingga nama-nama calon anggota legislatif yang berkontestasi. Adapun kertas suara pilpres lebih sederhana karena hanya memuat dua pilihan nama paslon.
Untuk menyikapi hal tersebut, kata Hasyim, KPU sedang mengumpulkan hasil riset dan survei dari media massa maupun lembaga riset terkait pengetahuan masyarakat di daerah tentang pemilu. Dari data tersebut, KPU akan lebih intens dan masif untuk menyosialisasikan tentang kepemiluan, seperti tata cara memilih pada surat suara.
Selain itu, Hasyim optimistis keikutsertaan pemilih dalam pemilu 2019 akan mencapai target 77,5 persen. Menurut dia, kecenderungan orang memilih lebih tinggi padapemilu serentak di tingkat nasional seperti DPR, DPD, dan presiden.
"Keikutsertaan pemilih dipengaruhi oleh faktor politik, yakni umumnya orang memilih karena profil calon dan isu dalam kampanye. Orang memilih juga karena faktor desain kepemiluan. Orang lebih antusias dengan Pilpres yang tingkatnya nasional dibandingkan Pilkada. Peserta pemilu juga akan mengerahkan segala sumber dayanya pada pemilu tingkat nasional ini," katanya.