JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menilai manajemen stok beras oleh Perum Bulog saat ini lebih baik. Ini setelah melihat ketersediaan stok beras yang melimpah di gudang-gudang Bulog. Dengan kondisi tersebut, harga beras bisa stabil sehingga melahirkan rasa aman kepada masyarakat.
Presiden menyampaikan hal ini di sela-sela peluncuran operasi pasar dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga (KPSH) di kompleks pergudangan Bulog Divisi Regional DKI Jakarta dan Banten di Kelapa Gading, Jakarta, Kamis (10/1/2019).
Tampak turut mendampingi Presiden, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, dan Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso.
Menurut Presiden, jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, stok beras Bulog di akhir tahun biasanya hanya 700.000-800.000 ton beras. Namun, kini, stok Bulog mencapai 2,1 juta ton. Atas dasar itu, dia menilai manajemen stok beras oleh Bulog saat ini lebih baik.
”Ini memberi rasa aman kepada masyarakat. Kalau stok beras kita banyak, harapannya tidak ada lagi yang main-main dengan harga,” kata Presiden.
Pada 2018, Indonesia masih mengimpor beras sekitar 1,8 juta ton. Untuk 2019, Presiden mengatakan, impor tergantung dari volume produksi beras dalam negeri.
”Kalau produksi dalam negeri tidak cukup, tentu harus ditutup dengan impor. Kalau tidak, harga beras akan naik,” katanya.
Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional per 10 Januari 2019, harga beras medium berkisar di angka Rp 11.800 per liter. Sementara beras kualitas super Rp 13.100 per liter.
Presiden pun mengingatkan Bulog untuk menjaga keseimbangan harga beras. Jika harga terlalu rendah, petani akan protes. Sebaliknya jika harga tinggi, giliran masyarakat yang menjerit.
Menurut Budi Waseso, stok beras 2,1 juta ton itu terdiri dari 1,7 juta ton beras impor dan sisanya beras produksi dalam negeri. Dengan stok beras tersebut, besar kemungkinan Indonesia tidak perlu impor beras hingga Juli mendatang. Sebab, selain mengandalkan stok yang ada, sejumlah wilayah sudah mulai panen pada Februari mendatang. Selama musim panen, Bulog ditargetkan akan menyerap hingga 1,8 juta ton beras dalam negeri.
”Insya Allah sampai Juli kita tidak akan impor. Kemarin dengan Menteri Pertanian dibantu Badan Pusat Statistik, kami sudah memetakan daerah mana saja yang sudah mulai panen,” katanya.
Dengan kondisi tersebut, sekalipun operasi pasar harus dilakukan oleh Bulog hingga Mei 2019, stok beras Bulog diyakininya masih aman. Pasalnya, selama operasi pasar, stok beras diperkirakan hanya menyusut sekitar 600.000 ton.
”Setiap hari, Bulog diperintahkan untuk menyalurkan 15.000 ton beras di seluruh Indonesia. Yang terserap pasar hanya 5.000 ton,” katanya.
Dihubungi terpisah, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa berharap pemerintah tetap mencermati kondisi stok beras nasional. Ini dengan dasar musim panen tahun ini diperkirakan baru akan dimulai pada Maret 2019 dan mencapai puncaknya pada April 2019.
”Bulog boleh saja bilang tak ada impor hingga Juli 2019 karena ini berkaitan dengan psikologis masyarakat. Namun, defisit stok beras tetap harus diantisipasi. Meski defisit beras secara kuantitas kecil, kenaikan harga beras akan tinggi,” katanya.
Sementara pengamat ekonomi pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, mengingatkan pemerintah untuk menghitung jumlah stok beras yang tersebar di masyarakat. Pasalnya, selain stok beras di Bulog, sebaran beras di masyarakat turut memengaruhi cukup atau tidaknya kebutuhan beras nasional.
”Pendapat saya, dengan stok Bulog yang sekarang, harusnya kita memang tidak perlu impor hingga Juli mendatang. Namun, kita tetap membutuhkan data jumlah beras yang tersebar di masyarakat,” katanya. (INSAN ALFAJRI)