JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan akan tetap memprioritaskan pelatihan vokasional sebagai cara menghadapi perubahan pasar ketenagakerjaan di tengah tren industri digital. Realisasinya melalui pelatihan di balai latihan kerja dan perusahaan magang bakal terus dimasifkan.
Sekretaris Jenderal Kemnaker) Khairul Anwar di Jakarta, Minggu (30/12/2018), menyampaikan hal itu. Hingga sekarang, kata Khairul, Indonesia masih terkendala profil angkatan kerja yang 58,76 persen berlatar belakang lulusan SD dan SMP. Kendala lainnya yaitu permasalahan tingkat ketidakterhubungan suplai dan permintaan tenaga kerja yang mencapai sekitar 63 persen.
Pelatihan vokasi dinilai sebagai salah satu cara cepat mengatasi dua kendala tersebut. Khairul menyebutkan, selama 2015 hingga Oktober 2018, total peserta pelatihan di balai-balai latihan kerja mencapai 383.132 orang. Sementara untuk pemagangan di perusahaan, akumulasi tenaga kerja peserta mencapai 149.064 orang sepanjang 2015 sampai Oktober 2018.
Pada 2019, Kemnaker akan menggenjot jumlah peserta pelatihan di balai latihan kerja atau magang. Sebagai gambaran, Kemnaker berencana menambah jumlah akumulasi peserta pelatihan di balai latihan kerja menjadi 660.476 orang, sedangkan magang menjadi 360.864 orang.
Akhir pekan lalu, Kemnaker juga merilis data capaian pembangunan ketenagakerjaan yang dilihat dari sisi penciptaan lapangan kerja per tahun. Sepanjang 2015-2018, pemerintah menargetkan penciptaan lapangan kerja sebanyak 2 juta per tahun. Pada 2015, realisasinya mencapai 2,8 juta lapangan kerja. Realisasi pada 2016 sebanyak 2,4 juta, lalu tahun 2017 tercatat 2,6 juta, dan sampai 9 Oktober 2018 sebesar 1,6 juta lapangan kerja.
Dari sisi pemutusan hubungan kerja, data Kemnaker menyebutkan, jumlah kasus pada 2015 mencapai 48.843 orang. Total kasus menurun menjadi 12.777 pada 2016, lalu kembali turun menjadi 9.822 orang pada 2017. Selama Januari-September 2018, kasus tercatat hanya 3.362 orang.
Mengutip data Badan Pusat Statistik, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati yang dihubungi, Minggu (30/12/2018), di Jakarta, menyebutkan, pada Agustus 2018, sebanyak 124,01 juta orang adalah penduduk bekerja atau bertambah 2,99 juta orang dibandingkan Agustus 2017. Menurut dia, penduduk bekerja mencakup pekerja yang bekerja penuh, paruh waktu, berstatus pekerja formal, dan informal.
Pada Agustus 2018, sebanyak 53,52 juta orang atau 43,16 persen dari total penduduk bekerja berstatus pekerja formal. Sisanya, 70,49 juta orang atau 56,84 persen dari total penduduk, bekerja berada pada kegiatan informal.
BPS menyebut selama setahun terakhir, jumlah pekerja informal turun 0,19 persen poin. Meski begitu, Enny berpendapat, besarnya porsi tenaga kerja berstatus pekerja informal menunjukkan pembukaan lapangan kerja di sektor informal. ”Kalau lapangan kerja sektor informal bisa buka kapan saja, seperti pedagang kaki lima ataupun menjadi pengemudi angkutan umum berbasis aplikasi,” ujarnya.
Enny menambahkan, pengurangan jumlah pekerja atau pemutusan hubungan kerja di sektor formal berpotensi tidak dilaporkan ke Kemnaker. Salah satu alasannya adalah perusahaan berada dalam kondisi kesulitan keuangan sehingga tidak sanggup membayar pesangon.
Dengan pertumbuhan industri secara nasional yang cenderung minus, dia memandang lapangan kerja baru, terutama sektor formal, akan cenderung sukar terbangun.
Penyebutan pemutusan hubungan kerja menunjuk pada sektor formal. Data jumlah pemutusan hubungan kerja tidak bisa begitu saja dikaitkan dengan data penciptaan lapangan kerja yang kemungkinan melibatkan sektor informal juga. Enny menambahkan perlunya verifikasi data sesungguhnya di lapangan.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar mengatakan, permasalahan terletak pada kualitas pembukaan lapangan kerja. Kualitas yang dimaksud terdiri dari pekerjaan berkelanjutan dan mendapatkan jaminan sosial.
Otomasi mengakibatkan jumlah tenaga kerja formal berkurang, sebaliknya pekerja pada kegiatan informal bertambah, seperti ojek berbasis aplikasi dan berdagang melalui platform daring.
”Pembukaan lapangan pekerjaan ke bidang-bidang konstruksi infrastruktur cukup besar dalam empat tahun terakhir. Sementara pembukaan lapangan pekerjaan di sektor ritel konvensional cenderung sulit,” katanya.
Mengenai pemutusan hubungan kerja, Timboel memilih mengacu pada data pengambilan jaminan sosial hari tua (JHT). Selama Januari-Oktober 2018, sekitar 1,5 juta pekerja mengambil JHT. JHT hanya bisa diambil ketika pekerja sudah mengalami PHK ditambah satu bulan setelahnya.
Masih menyoal pemutusan hubungan kerja, dia menceritakan dinas ketenagakerjaan sering kali tidak menindaklanjuti kasus sampai ke tingkat Mahkamah Agung. Dinas juga tidak menelusuri data kasus pemutusan hubungan kerja yang selesai di tingkat bipartit.