Korban Penyerangan Gereja di Sleman Dapat Kompensasi
Oleh
Haris Firdaus
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan kompensasi kepada tiga orang korban penyerangan Gereja Santa Lidwina, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pemberian kompensasi itu merupakan wujud kehadiran negara untuk membantu pemulihan korban-korban aksi terorisme.
“LPSK hadir sebagai kepanjangan tangan negara dan pemerintah untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada korban tindak pidana, termasuk korban terorisme,” kata Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli Siregar sebelum menyerahkan kompensasi kepada para korban, Jumat (21/12/2018) siang, di kompleks Kantor Gubernur DIY, Kota Yogyakarta.
Penyerangan Gereja Santa Lidwina di Desa Trihanggo, Kecamatan Gamping, Sleman, terjadi pada Minggu (11/2/2018) pagi ketika para jemaat tengah mengikuti misa. Saat itu, seorang pelaku bernama Suliono tiba-tiba masuk ke gereja dan menyerang sejumlah orang dengan pedang. Akibatnya, sejumlah orang mengalami luka-luka.
Berdasarkan data LPSK, tiga orang korban yang mendapat kompensasi itu adalah Budijono yang mendapat kompensasi sebesar Rp 370.634.724, Yohanes Triyanta yang mendapat kompensasi sebesar Rp 241.859.900, dan Martinus Parmadi Subiantara yang mendapat kompensasi sebesar Rp 585.000.
Lili menyatakan, pemberian kompensasi kepada korban aksi terorisme merupakan mandat dari pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Menurut Lili, dalam penanggulangan aksi terorisme, bukan hanya proses penegakan hukum yang harus dilakukan, tetapi juga upaya pemulihan korban.
“Jaminan perlindungan korban selain perlindungan fisik atas keamanan diri pribadi, namun juga mencakup layanan pemulihan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk layanan bantuan medis, bantuan rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, dan termasuk salah satunya adalah kompensasi atau ganti kerugian oleh negara,” ujar Lili.
Lili memaparkan, agar kompensasi kepada tiga korban penyerangan Gereja Santa Lidwina bisa diberikan, LPSK bekerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan untuk mengajukan permohonan kompensasi melalui pengadilan. Permohonan kompensasi itu pun akhirnya bisa dimasukkan dalam tuntutan perkara penyerangan Gereja Santa Lidwina yang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. “Majelis Hakim perkara ini dalam amar putusannya mengabulkan permohonan kompensasi dari para korban,” ujarnya.
Lili menambahkan, pemberian kompensasi kepada korban aksi terorisme bukan hanya kali ini dilakukan. Sebelumnya, pada tahun 2017, LPSK telah memberikan kompensasi terhadap korban ledakan bom di Samarinda.
Sementara itu, pada tahun ini, LPSK juga memberikan kompensasi pada korban aksi terorisme di Jalan Tharmin dan Kampung Melayu di Jakarta, juga korban aksi terorisme di Markas Kepolisian Daerah Sumatera Utara serta aksi terorisme di Bima, Nusa Tenggara Barat.
Koordinator tim hukum yang mendampingi korban penyerangan Gereja Santa Lidwina, Suki Ratnasari, mengatakan, jumlah kompensasi yang diterima para korban berbeda-beda, bergantung pada luka yang mereka alami. “Pak Budijono mengalami luka di bagian leher dan belakang kepala, Pak Yohanes mengalami luka di dahi, sementara Pak Parmadi mengalami luka ringan di bagian tangan,” katanya.
Salah seorang korban yang mendapat kompensasi, Budijono, mengatakan, pemberian kompensasi itu merupakan wujud nyata kehadiran negara. Dia menambahkan, setelah terjadinya aksi terorisme di Gereja Santa Lidwina, lembaga-lembaga negara seperti LPSK selalu membantu pemulihan para korban.
“Awalnya kami enggak menduga ada kompensasi seperti ini. Saya akui, negara terlibat aktif dalam mendukung kami,” kata Budijono.