Komnas HAM Desak Polri Bentuk Tim Gabungan Pencari Fakta
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mendesak Polri untuk membentuk sebuah tim gabungan guna mengungkap fakta peristiwa dan pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Ada indikasi upaya penghalangan proses peradilan (obstruction of justice) yang membuat progres kasus tersebut berjalan terlampau lambat.
Ahli tata negara Bivitri Susanti mengatakan, Tim Pemantauan Proses Hukum Kasus Novel Baswedan Komnas HAM menyimpulkan bahwa tim Polda Metro Jaya bekerja terlalu lambat. Ia memahami, proses yang berjalan lambat ini diduga akibat kompleksitas permasalahan yang tinggi. Namun, ada dugaan abuse of process yang terjadi dalam proses penyidikan tersebut.
”Yang menyelenggarakan proses penegakan hukum adalah aparat penegak hukum. Kalau ada yang menghalangi, tentu saja patut dicurigai ada bagian dari aparat penegakan hukum itu,” kata Bivitri dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (21/12/2018) siang di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat.
Dalam kesempatan itu, hadir Wakil Ketua Komnas HAM Sandrayati Moniaga, komisioner Komnas HAM M Choirul Anam, dan cendekiawan Franz Magnis-Suseno. Mereka tergabung dalam Tim Pemantauan Proses Hukum Kasus Novel Baswedan. Anggota lainnya antara lain Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, O Haryono, Siti Aisyah, Wahyu P, dan Dewi A serta unsur tokoh masyarakat yang juga terdiri dari Abdul Munik Mulkhan dan Alissa Wahid.
Ada indikasi upaya penghalangan proses peradilan (obstruction of justice) yang membuat progres kasus tersebut berjalan terlampau lambat.
Choirul mengatakan, ada sejumlah langkah yang harus diterapkan Polri guna mempercepat upaya pengungkapan peristiwa penyerangan terhadap Novel Baswedan. Ia mendesak Kepala Polri untuk membentuk sebuah tim gabungan yang terdiri dari Polri, KPK, tokoh masyarakat, dan pakar serta pihak lain yang dibutuhkan.
”Kemudian, Kapolri harus memastikan bahwa tim gabungan tersebut dibentuk sesegera mungkin, bekerja cepat, dan efektif, sesuai prosedur yang berlaku,” ucap Choirul.
Ia juga memberikan rekomendasi kepada jajaran pimpinan KPK untuk melakukan proses hukum atas langkah-langkah yang patut diduga sebagai sebuah penghalangan terhadap jalannya proses peradilan (obstruction of justice) dalam penyidikan yang dilakukan oleh Novel dan penyidik KPK lainnya.
Choirul pun mendesak Presiden agar memastikan terbentuknya tim gabungan oleh Kapolri serta mendukung dan mengawasi pelaksanaannya.
”Ini guna menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemajuan, perlindungan, penegakan, dan pemenuhan terhadap hak asasi manusia serta memastikan agar peristiwa serupa tidak terulang kembali di kemudian hari,” ujar Choirul.
Tim yang diketuai Sandrayati ini beranggotakan kalangan internal Komnas HAM, yakni Ketua Ahmad Taufan Damanik, M Choirul Anam, O Haryono, Siti Aisyah, Wahyu P, dan Dewi A, serta unsur tokoh masyarakat yang terdiri dari Franz Magnis-Suseno, Abdul Munik Mulkhan, Alissa Wahid, dan Bivitri Susanti.
Berbagai pemeriksaan yang dilakukan oleh tim yang diketuai Sandrayati ini menunjukkan, penyerangan tersebut merupakan tindakan sistematis dan melibatkan sejumlah pihak yang berperan sebagai perencana, pengintai, dan pelaku kekerasan.
Sandrayati mengatakan, tim ini dibentuk pada Februari 2018 seusai pengaduan yang disampaikan istri dari Novel Baswedan, Rina Emilda, pada akhir Januari 2018. Lalu, tim memeriksa seluruh pihak yang terkait dengan kasus tersebut, mulai dari penyidik dan petinggi kepolisian, jajaran KPK, saksi di tempat kejadian, Pusat Laboratorium Forensik Polri, hingga sejumlah pakar dari perguruan tinggi.
Hasil pemeriksaan tersebut terangkum dalam dokumen laporan akhir yang disusun Tim Pemantauan Proses Hukum Kasus Novel Baswedan Komnas HAM. Sandrayati menyebutkan, laporan tersebut telah diberikan kepada Polri melalui Wakil Kepala Polri dan akan diberikan juga kepada jajaran pimpinan KPK.
Franz menuturkan, semua pihak yang terkait dalam kasus ini harus memiliki tanggung jawab untuk segera menyelesaikan kasus ini dengan serius dan komprehensif. Sebab, kasus ini dapat mencederai kredibilitas semua lembaga yang terkait.