Selangkah Lebih Dekat Menuju Revolusi Industri 4.0
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
Sebuah robot dengan cepat mencetak botol-botol produk perusahaan perawatan tubuh asal Perancis, L’Oréal. Botol tersebut kemudian diisi dengan cairan dan dibungkus rapi. Selama proses produksi, pergerakan botol tersebut diawasi dari monitor yang tertancap di dinding ataupun tablet yang dibawa oleh petugas.
Tidak hanya di pabrik. Produk-produk L’Oréal, terutama kosmetik, masih bisa dilacak dengan menggunakan alat pemindai. Pada toko NYX Professional Makeup yang terletak di Perancis, semua produk perusahaan tersebut dilengkapi dengan cip radio-frequency identification (RFID) yang membuat produk masuk dalam data inventaris dengan akurat.
Begitu kira-kira pernyataan dalam video singkat L’Oréal pada situs resminya. L’Oréal merupakan salah satu perusahaan global yang semakin memantapkan langkah untuk menyambut revolusi industri 4.0.
Adapun revolusi industri 4.0 adalah transformasi digital yang mengombinasikan kecerdasan buatan, data raksasa, komputasi awan, produk terkoneksi internet (internet of things/IoT), robotik, dan cetak tiga dimensi (3D printing).
Indonesia telah bersiap menghadapi pertarungan di era tersebut. Pada tahun ini, pemerintah telah meluncurkan Peta Jalan Industri 4.0. Peta tersebut akan fokus pada pengembangan lima sektor industri andalan bangsa, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, serta elektronik.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, ketika dihubungi di Jakarta, Minggu (16/12/2018), mengatakan, baru beberapa perusahaan yang menerapkan industri 4.0 selama beberapa tahun terakhir.
Perusahaan tersebut di antaranya Busana Apparel Group, L’Oréal Indonesia, Schneider Electric Indonesia, PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk, PT Toyota Astra Motor, dan PT Pan Brothers Tbk.
”Ada yang baru menerapkan teknologi industri 4.0 dalam tahap produksi. Namun, ada juga yang sudah sampai ke tingkat konsumen,” kata Haryadi.
Menurut dia, rata-rata perusahaan telah sadar terkait pentingnya penerapan industri 4.0 untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan. Namun, sejauh ini diperkirakan hanya perusahaan sektor manufaktur yang akan lebih cepat menerapkan teknologi canggih tersebut.
Perusahaan dimaksud adalah perusahaan yang memproduksi barang konsumen yang bergerak cepat (fast moving consumer goods/FMCG), seperti makanan, minuman, dan produk sehari-hari. Itu karena sistem yang diterapkan perusahaan manufaktur sudah lebih rapi dari hulu ke hilir.
Secara terpisah, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S Lukman memperkirakan, setidaknya akan ada satu atau dua perusahaan di sektor makanan dan minuman yang siap menerapkan industri 4.0 dari hulu ke hilir pada 2019. Mayoritas perusahaan di Indonesia sekarang masih berkutat dalam penerapan industri 3.0, seperti otomatisasi dan robot.
”Mungkin masih butuh tiga tahun lagi agar perusahaan-perusahaan makanan dan minuman lainnya mengimplementasikan industri 4.0 yang fully-integrated,” ujarnya.
Tantangan
Menurut Hariyadi, tantangan terbesar bagi perusahaan untuk mengimplementasikan industri 4.0 adalah pembangunan sistem yang sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan perusahaan. Ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang memadai masih terbatas.
Hal itu, katanya, diperburuk dengan upaya sinkronisasi yang lambat dari pegawai perusahaan. Kerap kali perusahaan juga masih belum tahu betul desain sistem apa yang diinginkan. Bahkan, perusahaan juga masih bergelut dengan masalah anggaran yang tidak sedikit nilainya.
Senada dengan Hariyadi, Adhi menilai kekurangan talenta di bidang teknologi dan informatika (TI) masih menjadi hambatan terbesar untuk menerapkan industri 4.0. Perusahaan masih harus menyewa jasa konsultan teknologi dari Taiwan atau Selandia Baru.
Hal lain yang menjadi sorotan adalah pembangunan infrastruktur digital di Indonesia. Jaringan internet di Indonesia sudah terus meluas dan membaik. Namun, kekuatan jaringan di sejumlah titik masih belum stabil. ”Itu akan menyulitkan bagi perusahaan yang memantau jalur mobil yang mendistribusikan produk melalui sensor,” kata Adhi.
Beberapa waktu lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam diskusi Catatan Akhir Tahun Unika Atma Jaya menyatakan sepakat bekerja sama dengan pendiri Alibaba Group asal China, Jack Ma. Kerja sama itu untuk memulai program Jack Ma Institute, yakni memberi pelatihan bagi karyawan C-level (eksekutif) di perusahaan teknologi pada 2019.
Hampir selesai
Rudiantara menyampaikan, pemerintah kini hampir menyelesaikan pembangunan jaringan serat optik nasional sepanjang 13.000 kilometer melalui proyek Palapa Ring ke 34 provinsi. Palapa Ring akan menghubungkan layanan telekomunikasi di 57 kota/kabupaten.
Menurut dia, Palapa Ring akan selesai pada 2019. Pembangunan jaringan di wilayah timur Indonesia yang paling tertinggal telah mencapai 80 persen. Rudiantara berharap pembangunan Palapa Ring di tiga wilayah Indonesia dapat segera terintegrasi pada kuartal pertama 2019.
Ia melanjutkan, implementasi produk terkoneksi internet sejatinya telah dimulai di Indonesia. ”Ada yang menerapkan smart farming di Bali. Teknologi itu dapat mengukur unsur hara dalam tanah dan jadwal pemupukan menggunakan sensor,” katanya.