Lika-liku "Pasar Gelap" Dokumen Negara
Kamis (24/10/2018) sore lalu, OD beranjak meninggalkan teman-temannya, kembali menuju kiosnya di Pasar Pramuka Pojok, Jakarta Pusat. Kios itu berisi meja dan perangkat komputer. Setelah membuka layar komputer, pembuat undangan pernikahan itu melaksanakan pekerjaan sampingannya, membuat KTP-el asli tapi palsu alias aspal.
“Blangkonya saja juga ada, harganya Rp 150.000,” kata OD, menawarkan blangko KTP-el.
Di Pasar Pramuka Pojok, OD bukan satu-satunya penyedia jasa pembuat undangan hingga jasa pengetikan, yang turut menawarkan jasa pembuatan KTP-el aspal termasuk blangkonya. Di pasar seluas 793 meter persegi itu setidaknya ada lebih dari 10 kios lainnya yang dilengkapi perangkat komputer beserta mesin pencetak atau printer, seperti kios yang ditempati OD.
Di Pasar Pramuka Pojok, OD bukan satu-satunya penyedia jasa pembuat undangan hingga jasa pengetikan, yang turut menawarkan jasa pembuatan KTP-el aspal termasuk blangkonya
Hampir seluruh kios di pasar itu memasang spanduk atau stiker yang mengiklankan jasa mereka, seperti print warna, pencetakan buku mengaji, undangan, terjemahan, spanduk, kartu nama, kop surat, serta stiker. Namun jasa pembuatan KTP-el aspal tak ikut diiklankan di muka kios, melainkan ditawarkan oleh kalangan calo di pasar tersebut.
Pertemuan kami dengan OD pun pada mulanya terjadi melalui jasa seorang calo. “Mau bikin apa?” tanya seorang calo berusia paruh baya.
Setelah kami mengutarakan keinginan untuk membuat KTP-el palsu, calo itu pun mengantarkan kami masuk ke bagian dalam pasar untuk bertemu salah satu penyedia jasa pembuatan dokumen di pasar itu. Di sana kami bertemu OD.
Baca juga: Jebol, Sistem Pengamanan KTP Elektronik
Pada mulanya OD menanyakan alasan kami ingin membuat KTP-el aspal. Setelah kami mengutarakan ingin memiliki KTP-el aspal untuk melamar pekerjaan, OD mulai memberikan penawaran harga untuk jasanya membuat KTP-el aspal dengan harga Rp 650.000 per lembar. Setelah melalui tawar-menawar, akhirnya dia menyepakati kesanggupan kami untuk membayar jasanya seharga Rp 500.000. “Tambah rokok sebungkus deh,” imbuh OD.
OD kemudian memandu kami menuju kiosnya. Pria berusia sekitar 30 tahun itu mempersilahkan kami menyimak pekerjaannya membuat KTP-el di kiosnya berukuran 3 x 4 meter persegi itu. Tak ada orang lain di kios itu, selain kami.
Karena berada di tengah bangunan pasar, berada di dalam kios OD terasa pengap. Nyala lampu di ruangan itu pun redup. Cahaya tambahan datang dari layar komputer, dan sinar matahari yang masuk lewat celah-celah bangunan pasar.
Untuk menghalau panas dan pengab, OD menyalakan kipas angin yang sudah penuh dengan lapisan debu.
OD yang irit bicara membuat suasana di kios itu pun terasa senyap. Keheningan di ruangan itu dipecahkan oleh suara ketukan dari jari-jemari OD yang sibuk memijit papan komputer, dan sesekali memijit tombol tetikus. Kesibukan orang-orang di pasar itu hanya lamat-lamat terdengar karena pengunjung dan penyedia jasa pencetakan lebih banyak memenuhi area depan pasar.
OD kembali membuka percakapan saat dia membutuhkan biodata serta foto yang akan dimuat di dalam KTP-el aspal. Data itu kemudian kami kirimkan ke telepon pintarnya melalui bluetooth. Sementara tanda tangan dibubuhkan di atas kertas, kemudian ditransfer ke komputer dengan alat scanner. “Nah, (kalau) tanda tangannya di kertas putih saja, biar nanti saya scan," ucapnya.
Selama 30 menit, OD habiskan waktu untuk mengedit latar pas foto yang awalnya berwarna biru tua menjadi merah. Menurutnya, warna latar foto yang dipasang itu mengikuti tahun kelahiran yang dicantumkan dalam KTP-el aspal itu. Jika tahun kelahiran yang dicantumkan itu berangka tahun ganjil, maka latar pas foto yang dipasang berwarna merah. Sebaliknya jika berangka tahun genap, maka latar pas foto yang dipasang berwarna biru.
Selesai mengedit pas foto, selama 15 menit kemudian ia memasukkan biodata serta foto pada soft copy pola KTP-el yang tersimpan di komputernya. Pekerjaan itu dilaksanakan dengan menggunakan perangkat lunak Adobe Photoshop.
Untuk mengisi deretan angka Nomor Induk Kependudukan (NIK), OD membuka halaman Excel di komputernya. Halaman itu memuat deretan kombinasi angka yang menjadi kode provinsi, kabupaten, hingga kecamatan. Kombinasi angka itu kemudian dirangkai sebagai deretan angka NIK yang dimuat di KTP-el aspal.
Selama menyusun data KTP-el aspal itu, OD cenderung menghindari percakapan dengan kami. Dia hanya sempat mengungkapkan bahwa pemesan biasanya menggunakan KTP-el palsu buatannya untuk memperoleh pinjaman uang atau melamar pekerjaan. Sesekali, ia menyeruput kopi hitam dan menghisap rokoknya.
Selama menyusun data KTP-el aspal itu, OD cenderung menghindari percakapan dengan kami
Saat kami kembali berusaha memancing percakapan dengan pertanyaan, OD tiba-tiba memasang raut muka curiga. Ia pun mempertanyakan identitas kami. “Dari tadi banyak nanya, (kalian) Buser (buru sergap Polri) ya?,” ucapnya.
Tak lama kemudian, OD beranjak dari hadapan komputer, meninggalkan kiosnya untuk mengambil blangko KTP-el dan stiker transparan, bahan utama pembuatan KTP-el aspal. Seluruh informasi biodata yang disusun di komputer kemudian dicetak di atas stiker transparan itu dengan printer. Baru kemudian stiker tersebut ditempelkan di bagian permukaan blangko KTP-el yang tak dilapisi hologram.
“Nih udah jadi, saya amplas dulu pinggir-pinggirnya biar rapih,” kata OD sambil menunjukkan blangko yang telah dilengkapi data kependudukan yang baru saja dibuatnya, sehingga blangko itu pun menyerupai KTP-el yang asli.
Saat menyerahkannya, OD mengingatkan bahwa KTP-el aspal itu tidak bisa dipakai untuk mendaftar di tempat-tempat yang memiliki alat pembaca KTP-elektronik. Dia menjelaskan, data kependudukan yang tercetak di blangko KTP-el itu tidak terekam di chip yang ada di dalamnya. Kendati dari tampilan fisik, KTP-el tersebut menyerupai yang asli.
OD juga mengingatkan, jika ingin membeli blangko KTP-el dalam jumlah banyak, dia bisa memberikan diskon. Satu lembar blangko itu dijual seharga Rp 150.000. Jika membeli hingga 50 lembar, OD bersedia memberikan diskon, sehingga harga per lembarnya menjadi Rp 50.000.
Pemesan biasanya menggunakan KTP-el palsu buatannya untuk memperoleh pinjaman uang atau melamar pekerjaan
Selain OD, di Pasar Pramuka Pojok itu juga ada AN yang menjual blangko KTP-el. Bedanya, AN menyediakan dua jenis blangko KTP-el, yakni blangko baru dan blangko bekas.
Blangko bekas adalah KTP-el yang sudah tidak terpakai dan diamplas. Satu blangko baru ia banderol Rp 200.000, sementara blangko bekas Rp 150.000 per lembar. Jika membeli banyak, ia baru bersedia memberikan diskon. “Pesan aja ke saya. Soalnya barangnya selalu tersedia. Kalau beli 10 sampai 50 biji, nanti saya diskon jadi Rp 150.000 (per lembar blangko baru),” katanya memberikan penawaran.
AN mengaku memperoleh blangko KTP-el dari salah satu percetakan. Namun ia enggan mengungkap identitas percetakan tersebut. “Rahasia negara kalau lokasi pabriknya. Kalau mau beli, nanti ke saya aja,” tuturnya.
AN mengaku memperoleh blangko KTP-el dari salah satu percetakan. Namun ia enggan mengungkap identitas percetakan tersebut.
Peredaran blangko KTP-el juga ditemukan di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, yang berada tak jauh dari Pasar Pramuka Pojok. Pasar Pramuka ini sebenarnya lebih banyak menyediakan obat-obatan beserta perlengkapan kesehatan, dan juga burung berkicau. Namun pasar ini sejak lama juga sudah dikenal sebagai tempat peredaran obat hingga dokumen palsu.
Sama halnya di Pasar Pramuka Pojok, di Pasar Pramuka ini blangko KTP-el juga dipasarkan oleh kalangan juru parkir yang merangkap sebagai calo. Biasanya mereka nongkrong di depan pasar tersebut.
Kami yang baru saja memasuki Pasar Pramuka langsung dihampiri oleh satu sampai dua orang calo. Saat mengungkapkan keinginan untuk memperoleh blangko KTP-el, seorang calo yang mengaku bernama Ropli langsung mengeluarkan selembar blangko KTP-el dari dompetnya. Dia menawarkan blangko itu seharga Rp 100.000. Untuk meyakinkan kami, Ropli pun mengungkapkan bahwa ia memperoleh blangko itu seharga Rp 80.000.
Namun sama halnya dengan OD, Ropli juga menanyakan kepentingan kami mencari blangko KTP-el. Dia pun menjelaskan bahwa blangko KTP-el yang dijualnya itu menyerupai dengan yang asli. Namun, blangko itu hanya dapat digunakan untuk melamar pekerjaan, bukan untuk transaksi di perbankan.
“Blangko hampir sama kayak asli. Tapi enggak bisa dipakai kalau di bank. Kalau buat melamar kerja mungkin bisa,” tutur Ropli.
Aam, calo lainnya di Pasar Pramuka ini juga menawarkan jasanya membuat KTP-el. Namun, penawaran itu tak secara langsung dia ungkapkan, dan cenderung berhati-hati. Sebaliknya kami yang lebih dahulu mengungkapkan keinginan kami untuk memperoleh KTP-el aspal.
"Untuk sekarang, saya harus lebih waspada melayani pembuatan KTP-el, karena belakangan ini banyak aparat yang memantau menjelang pemilu 2019," ujarnya di area parkir sepeda motor Pasar Pramuka.
Aam mengaku, sebagai calo dia hanya bisa berperan sebagai perantara untuk pembuatan KTP-el aspal. Pembuatan KTP-el aspal akan dikerjakan oleh kenalannya. Aam pun tidak bersedia jika kami ikut untuk melihat proses pembuatannya.
"Kalau mau pesan, harus tunggu sekitar satu hari. Barangnya bisa diambil besoknya. Saya pasang harga sekitar Rp 500.000 untuk yang mau buat KTP-el aspal," katanya.
Tak hanya di kawasan Pasar Pramuka, peredaran blangko dan pembuatan KTP-el aspal juga ditemukan di situs dan pasar dalam jaringan. Dengan mengetikkan kata kunci jasa pembuatan e-KTP duplikat atau aspal di mesin pencari Google, akan tampil berbagai situs dan akun sosial media yang menawarkan jasa itu. Tak jarang dari penyedia jasa itu mempromosikan bahwa blangko KTP-el yang digunakan itu asli. Ongkos pembuatan per lembarnya yang ditawarkan mulai dari Rp 350.000 sampai Rp 500.000.
Kami pun menemukan blangko KTP-el ditawarkan salah satu toko di Tokopedia, yakni Lotusbdl. Toko itu menawarkan 1 lembar blangko KTP-el seharga Rp 50.000. Namun toko itu tak menjual blangko tersebut per lembar, melainkan menjualnya 10 lembar sekaligus seharga Rp 500.000, ditambah ongkos kirim seharga Rp 200.000.
Beberapa hari kemudian sejak transaksi di Tokopedia, pesanan blangko KTP-el itu dikirim Lotusbdl ke Jakarta, alamat tujuan yang kami cantumkan di formulir pemesanan di Tokopedia, lewat jasa pengiriman barang. Setelah kami telusuri, paket blangko KTP-el itu dikirim dari agen jasa ekspedisi yang berada di Bandar Lampung, Lampung.
Sementara pengujian yang dilakukan ahli chip, Eko Fajar Nur Prasetyo, itu menemukan bahwa 1 lembar KTP-el aspal dan 1 blangko KTP-el yang diperoleh di Pasar Pramuka Pojok itu di dalamnya tertanam chip NXP. Chip tersebut sama dengan chip yang tertanam di blangko KTP-el asli.
Adapun 1 dari 10 blangko yang diperoleh dari Lotusbdl, yang dijadikan sampel untuk pengujian, itu juga teridentifikasi di dalamnya tertanam chip NXP. Bahkan, saat dilakukan pengujian lebih lanjut dengan mesin pembaca (card reader) yang dilengkapi kunci Secure Acces Module (SAM) Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan, blangko tersebut teridentifikasi telah melalui proses personalisasi, satu tahap perekaman data penduduk di blangko KTP-el.
Lain halnya dengan KTP-el aspal dan blangko KTP-el dari Pasar Pramuka Pojok, keduanya terindentifikasi belum melalui proses personalisasi. Saat dilakukan pengujian dengan card reader berkunci SAM Ditjen Adminduk, chip di kedua blangko itu tak menampilkan informasi apa pun.
Saat dikonfirmasi, LKPP Setya Budi Harijanta menyampaikan bahwa sejak pengadaan KTP-el pertama kali dilaksanakan pada 2010-2011 hingga saat ini, spesifikasi teknis dari blangko itu belum ada yang berubah.
“(Temuan) ini perlu segera dilaporkan ke Kemendagri. Penanggungjawabnya kan dia (Kemendagri). Kalau benar-benar (KTP-el) bisa dipalsukan, itu bahaya,” jelasnya.