Integrasi MRT-Transjakarta di Lima Stasiun dan Halte
Oleh
Helena F Nababan
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Integrasi antara bus transjakarta dan kereta moda raya terpadu akan difokuskan pada lima titik. Kajian terkait integrasi ini masih dibahas oleh kedua operator.
Kajian integrasi ini dilakukan paska penandatanganan nota kesepahaman (MOU) antara PT MRT Jakarta dan PT Transportasi Jakarta, 23 November.
Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Silvia Halim mengatakan, saat ini tengah dibahas bentuk integrasi yang tepat baik secara fisik di stasiun dan halte maupun integrasi rute atau jaringan.
Bentuk integrasi itu tentunya juga akan mempertimbangkan kondisi saat ini dan ke depannya. Bentuk dan titik integrasi fisik akan bergantung juga pada integrasi rute atau jaringan MRT dan transjakarta.
Terkait dengan integrasi itu, Silvia menjelaskan, integrasi dilakukan di lima titik yang berimpitan, yaitu di Lebak Bulus, Sisingamangaraja, Blok M, Dukuh Atas, dan Bundaran Hotel Indonesia. Kelima titik itu menjadi fokus integrasi karena di titik itu akan terjadi pergantian moda angkutan umum oleh penumpang.
Integrasi utama di lima titik itu, kata Silvia, dilihat berdasarkan rute atau jaringan tarnsportasi umum yang ada sekarang, juga berdasarkan pola perjalanan para pengguna.
Melihat ke peta jaringan bus transjakarta Koridor 1 ataupun Koridor 13, Stasiun Sisingamangaraja yang ada di bawah tanah berpotongan dengan Koridor 13 Mampang-Ciledug. Nantinya penumpang bus transjakarta akan bisa mengakses MRT dengan melewati tangga, eskalator, ataupun elevator.
Sementara Stasiun Dukuh Atas, seperti yang sudah diberitakan, akan menjadi pusat pergantian moda yang lebih besar. Selain MRT dan transjakarta, di titik itu ada kereta rel listrik Commuterline, kereta bandara, dan nantinya LRT.
Adapun tujuan integrasi itu adalah untuk memudahkan pergerakan penumpang dalam berganti moda. ”Cara kita untuk membuat nyaman dan mudah penumpang adalah dengan membuat jembatan penyeberangan (skybridge), trotoar dengan kanopi, area pejalan kaki/plaza untuk pejalan kaki, serta terowongan,” kata Silvia.
Kemudahan dan kenyamanan itu dibuat tentunya dengan mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan kondisi setiap stasiun. ”Jadi tidak harus di mana ada halte transjakarta dan stasiun MRT maka otomatis harus ada interkoneksi dalam bentuk terowongan di tengah jalan atau median jalan,” kata Silvia.
Rerkait dengan studi integrasi itu, Daud Joseph, Direktur Operasional Transjakarta, menjelaskan, selama kajian masih dilakukan, tidak ada perubahan pola layanan transjakarta khususnya di Koridor 1 yang berimpitan dengan koridor MRT fase 1.