JAKARTA, KOMPAS— Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan harus lebih aktif menjalankan fungsi sebagai pembeli strategis untuk memastikan layanan kesehatan yang diterima pesertanya sesuai kebutuhan. Itu harus disertai standar sebagai instrumen kontrol pada layanan diberikan fasilitas kesehatan pada peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.
Pesan itu mengemuka saat jumpa pers terkait penyelenggaraan Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-5 Indonesia Health Economics Association (InaHEA) di Jakarta, Rabu (31/10/2018). Acara itu dihadiri Ketua INaHEA Hasbullah Thabrany, Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof Budi Hidayat.
Selain itu, acara tersebut dihadiri Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani, Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Maya Amiarny Rusady, dan Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Asih Eka Putri.
Maya mengatakan, selama ini fungsi pembelian strategis BPJS Kesehatan baru bersifat pasif. Itu membuat BPJS Kesehatan tidak bisa leluasa bergerak untuk mengendalikan mutu dan biaya. “Seharusnya pembelian strategis lebih aktif lagi sehingga peserta mendapatkan pelayanan yang diperlukannya. Jika bersifat aktif, BPJS Kesehatan bisa mengontrol pemberian obat oleh fasilitas kesehatan kepada peserta, misalnya. Apakah sudah sesuai atau belum,” ujarnya.
Seharusnya pembelian strategis lebih aktif lagi sehingga peserta mendapatkan pelayanan yang diperlukannya.
Meski demikian, BPJS Kesehatan secara pasif bisa menjalankan fungsi pembelian strategis. Salah satu upaya pembelian strategis oleh BPJS Kesehatan adalah peninjauan data fasilitas layanan kesehatan dan seleksi. Beberapa hal yang dipersyaratkan ialah dokumen perizinan menyangkut fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatannya, sarana prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen layanannya. Jika memenuhi syarat BPJS Kesehatan, kontrak ditandatangani.
Dalam sistem pembiayaan JKN-KIS, BPJS Kesehatan melaksanakan tiga kegiatan utama yakni memungut iuran (collecting), penggabungan seluruh iuran peserta (pooling), dan pembelian strategis (strategic purchasing). Pembelian strategis merupakan upaya BPJS Kesehatan menyeleksi dan mengontrol penyedia jasa layanan yang akan memberi layanan kepada peserta JKN-KIS. Pembelian strategis ini bisa bersifat pasif maupun aktif.
Saat ini sekitar 204 juta penduduk Indonesia menjadi peserta JKN-KIS. Sebanyak 22.000 lebih Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan sekitar 2.400 dari 2.800 rumah sakit telah menjadi penyedia layanan bagi peserta BPJS Kesehatan.
Instrumen kendali
Budi Hidayat menyampaikan, idealnya BPJS Kesehatan bisa melaksanakan pembelian strategis secara aktif. Itu bisa menjadi instrumen kontrol terhadap pelayanan yang diberikan kepada peserta. Jika pembelian strategis bisa dilakukan secara aktif, BPJS Kesehatan bisa mendapatkan audit medis. Di situ akan tergambar diagnosis peserta, tindakan atau pelayanan apa yang diperlukan, dan pelayanan apa saja yang sudah didapatkan.
“Dalam kesehatan, ada informasi yang asimetris antara pasien dan fasilitas kesehatan. Seringkali pasien tidak mengetahui layanan apa saja yang sebenarnya ia perlukan dan harus diberikan oleh penyedia layanan kesehatan. Dalam situasi ini, BPJS Kesehatan, atas nama peserta, bisa melakukan kontrol atas mutu dan biaya,” kata Budi.
Untuk itulah, perlu ada standar pelayanan sebagai acuan BPJS Kesehatan dalam mengontrol layanan yang diberikan fasilitas kesehatan kepada peserta JKN.
Sementara itu, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (P2JK) Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani, memaparkan, Kemenkes bertanggung jawab menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan bagi peserta. Upaya itu dilakukan antara lain dengan membangun fasilitas kesehatan, memenuhi kebutuhan dokter spesialis, dan mengisi kekosongan tenaga kesehatan di puskesmas.
Pemenuhan standar layanan di tingkat puskesmas dilakukan dengan cara akreditasi dan penetapan standar kompetensi. Adapun di tingkat rumah sakit saat ini sedang disusun Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK). Sebagai bagian dari kepatuhan terhadap standar juga, audit medis di rumah sakit bisa diaktifkan.