Sepiring rujak hadir di hadapan Saswati Matakena (41). Dalam terpaan angin laut pengumpan kantuk, Saswati mulai melahap rujak dan sesekali menimpalinya dengan air kelapa muda. Paduan rasa itu menyempurnakan liburan akhir pekan di bibir Pantai Natsepa, Pulau Ambon, Maluku, Sabtu (13/10/2018) lalu.
Saswati melahapnya perlahan. Mengulum biji kacang tanah berbalut gula merah dan menggigit satu per satu sayatan buah yang diaduk bersamaan dalam piring itu. Ada mangga, nanas, cermelek, pepaya, dan beberapa buah lokal. Aneka rasa itu lalu dipadukan dengan sedikit cabai menambah sensasi pedas di lidah.
Sambil menikmati rujak, Saswati sesekali melihat laut biru bening yang membentang di hadapannya. Begitu beningnya air, puluhan ikan belanak yang menari di tepian pun dapat terlihat dengan jelas. Momen terbilang langka itu tak dibiarkan berlalu begitu saja. Saswati merekam momen itu dalam bentuk video.
Pantai Natsepa yang dijangkau dari Kota Ambon dengan waktu tempuh sekitar 25 menit itu menjadi destinasi Saswati bersama teman-temannya yang seharian penuh mengunjungi tempat wisata religi Katolik di Kota Ambon. Mereka mendatangi sejumlah goa Maria, pemakaman para imam dan uskup, serta patung Fransiskus Xaverius, misionaris Katolik dari Eropa yang datang ke Maluku pada abad XVI.
Pantai Natsepa merupakan destinasi terakhir. Kunjungan ke pantai itu tidak lain kalau bukan menikmati sajian rujak. Cita rasa rujak natsepa memang selalu menggoda para pemilik lidah yang pernah mengecapinya untuk secepatnya kembali ke sana. Tentang laut biru bening dan ikan belanak yang menari tadi itu hanya sekedar bonus.
”Rujak di Natsepa ini terkenal sampai ke mana-mana. Orang-orang yang datang ke Ambon pasti ingin ke sini. Orang Ambon biasa bilang pung sedap apa jua (rasanya sedap sekali),” kata Saswati memberi kesan pribadinya.
Dan benar, lebih kurang 40 warung penjual rujak di bibir Pantai Natsepa itu penuh dengan pengunjung. Ada yang datang sendiri, bersama pacar, dan juga memboyong keluarga, seperti Ope Oratmangun dan Resky Sohilait. Ope datang bersama istri dan anak, sedangkan Resky bersama istri, ibu mertua, dan anaknya.
Sambil menikmati rujak, anak Ope dan Resky yang tampaknya sudah saling mengenal itu bercengkerama ria. Tak sekadar makan rujak, anak-anak itu juga diperkenalkan tentang cerita di balik rujak dan pesona di sekitarnya. ”Mereka senang lihat laut. Kadang pada akhir pekan, kami ajak mereka ke tempat-tempat seperti ini,” kata Ope diiyakan Resky. Ope dan Resky bekerja pada satu perusahaan yang sama di Ambon.
Legenda tentang rujak natsepa yang mulai ada sejak lebih dari 20 tahun lalu itu membangkit gairah ekonomi warga setempat. Banyak orangtua berhasil menyekolahkan anaknya dari hasil menjual rujak yang kini seharga Rp 15.000 per porsi itu. Cici Talla, salah satu penjual, mengatakan, jika pengunjung membeludak, ia meraup penghasilan lebih kurang Rp 2 juta per hari.
Rujak di Pantai Natsepa yang lazim disebut rujak natsepa itu kini menjadi salah satu destinasi wisata kuliner di Ambon. Cita rasa rujak natsepa memang tak akan diresapi dengan sempurna dari cerita orang. Anda harus mencobanya....