Monetisasi Kekayaan Intelektual Industri Kreatif Belum Optimal
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penjualan kekayaan intelektual industri kreatif untuk mendapatkan nilai tambah ekonomi yang dominan di Indonesia dinilai belum optimal. Selama ini, kontribusi sektor ekonomi kreatif Indonesia masih didominasi tiga sektor yang lebih berbasis kekuatan lini produksi.
”Tiga sektor tersebut—kuliner, kriya, dan mode—lebih berbasis kekuatan produksi, bukan mengandalkan kekuatan kapitalisasi hak kekayaan intelektual,” kata Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Ricky Pesik di Jakarta, Senin (8/10/2018).
Ricky mengatakan hal tersebut saat membuka unjuk bincang dan konferensi pers terkait Katapel 2018, yakni program pelatihan pemasaran lisensi kekayaan intelektual kreatif Indonesia.
Gagasan besar Katapel 2018 adalah agar sektor utama yang memiliki landasan kekuatan monetisasi hak kekayaan intelektual dapat menunjukkan kontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional.
Ricky mengatakan, potensi terbesar sektor ekonomi kreatif adalah ketika sebuah gagasan dapat dilipatgandakan secara ekonomi tanpa perlu menyandarkan pada kekuatan produksi.
Managing Director Danumaya Dipa, yang juga Direktur Program Katapel 2018, Robby Wahyudi mengatakan, ekonomi kreatif Indonesia pada tahun 2016 senilai Rp 922,59 triliun. Kontribusi tertinggi dari kuliner sebesar 41 persen, mode 18 persen, dan kriya 16 persen.
Subsektor dengan pertumbuhan tertinggi adalah desain komunikasi visual, industri musik, animasi, dan arsitektur. ”Tingkat kesadaran registrasi kekayaan intelektual di Indonesia masih rendah. Dari keseluruhan subsektor tersebut yang mendaftarkan kekayaan intelektualnya baru 7,25 persen,” kata Robby.
Robby mengatakan, ada tiga tipe monetisasi kekayaan intelektual, yakni jual putus, lisensi merek, dan waralaba. ”Sebagai contoh, sekitar 90 persen dari penjualan setahun Calvin Klein yang 160 juta dollar AS itu berasal dari lisensi mereknya ke parfum, mode,” katanya.
Pasar lisensi merek di Asia Tenggara disebutkan mencapai 10,4 miliar dollar AS. ”Kalau melihat angka tersebut, di Indonesia—saya rasa, bukan berdasarkan data akurat—tidak mungkin akan kurang dari 30 persen,” kata South East Asia Business Director Medialink Animation International Limited Bambang Sutedja.
Ketua Umum Asosiasi Industri Animasi dan Kreatif Indonesia Ardian Elkana mengatakan, pihaknya berharap Katapel 2018 bisa membantu monetisasi kreativitas. ”Sebab, terus terang, teman-teman di industri lebih pada proses kreasi dan produksi. Bantuan untuk memonetisasi atau membangun jaringan akan sangat membantu kami,” kata Ardian.