Dipandu teknologi virtual reality, mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Surabaya menari bersama di halaman kampus, Jumat (14/9/2018). Kegiatan yang diikuti oleh 2.232 mahasiswa baru tersebut bertujuan untuk menantang para mahasiswa untuk lebih kreatif dan tidak gagap teknologi, khususnya untuk menyambut revolusi industri 4.0.
Internet membuat dunia berubah cepat sehingga masa depan sulit diprediksi. Kecepatan perubahan itu belum mampu diadaptasi lembaga pendidikan Indonesia dengan mengubah pola pembelajarannya.
JAKARTA, KOMPAS—Sistem pendidikan Indonesia masih kaku dalam merespon perubahan zaman. Pola pembelajaran, termasuk di perguruan tinggi, masih berkutat pada pengumpulan pengetahuan. Anak Indonesia belum disiapkan mampu beradaptasi cepat dan belajar hal baru dengan cepat.
Kepala Departemen Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia dan anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia Teguh Dartanto di Jakarta, Sabtu (29/9/2018) mengatakan, dalam ketidakpastian, keterampilan berpikir kritis dan memecahkan soal kompleks tetap diperlukan. Kompleksitas masalah menuntut satu persoalan diselesaikan lintas ilmu.
“Keterampilan tambahan yang dibutuhkan adalah fleksibilitas kognitif, kemampuan beradaptasi dan belajar cepat,” ujarnya. Pengetahuan tentang data akan menjadi makin penting karena data akan mengubah segalanya.
Keterampilan tambahan yang dibutuhkan adalah fleksibilitas kognitif, kemampuan beradaptasi dan belajar cepat.
Kemampuan beradapatasi itu dinilai Guru Besar Institut Teknologi Bandung Iwan Pranoto bermanfaat untuk mengantisipasi masa depan yang tidak jelas. Cepatnya dunia berubah membuat model pendidikan dan jenis pekerjaan yang dibutuhkan juga sulit diprediksi.
"Anak Indonesia harus dilatih belajar untuk bagaimana belajar menghadapi perubahn," katanya. Mereka harus dilatih berpikir mandiri, bekerja sama, dan berani memecahkan masalah baru yang belum ada sebelumnya.
Namun, sistem pendidikan Indonesia yang rutin belum mampu mengantisipasi perubahan itu. Sistem pendidikan di perguruan tinggi juga masih sangat terpaku pada satu bidang ilmu tertentu. Minat siswa belajar ilmu lain diluar ilmu inti sesuai jurusannya juga belum terwadahi. Padahal pengetahuan terhadap bidang ilmu lain membantu menyelesaikan masalah yang kompleks.
Ego sektoral di perguruan tinggi itu juga menular ke pemerintahan. Padahal, banyak persoalan masyarakat hanya bisa diselesaikan jika berbagai kementerian dan lembaga yang terkait terlibat bersama untuk menyelesaikan masalah tersebit.
Pembentukan jurusan baru sesuai kebutuhan masa depan tetap sulit walau Presiden Joko Widodo sudah mengusulkannya. Nama jurusan yang berbeda sedikit dari nomenklatur umum saja bisa membuat lulusannya sulit melamar kerja, terutama pegawai negeri.
Untuk itu, revolusi pendidikan harus dilakukan. Pendiri perusahaan e-dagang raksasa Ali Baba Jack Ma di Forum Ekonomi Dunia (WEF) Januari 2018 mengingatkan, anak-anak tak bisa lagi diajarkan hal yang bisa dilakukan mesin karena pasti akan kalah bersaing. Anak perlu diajarkan sesuatu yang unik, seperti pendidikan jasmani dan seni.
"Kompetensi lunak yang dibutuhkan adalah nilai, kepercayaan, berpikir mandiri, kerja sama, dan kepedulian," katanya. Kompetensi lunak itu tidak bisa diperoleh dengan mempelajari pengetahuan, namun harus dipraktikkan.
Kompetensi lunak yang dibutuhkan adalah nilai, kepercayaan, berpikir mandiri, kerja sama, dan kepedulian.
Teguh pun menilai demikian. Dalam lingkungan multikultural yang makin mengglobal, penghargaan dan penghormatan atas perbedaan makin dibutuhkan. Namun, banyak anak Indonesia yang tinggal dalam lingkungan multikultur belum bisa mempraktikkannya karena sejak kecil terbiasa hidup dalam lingkungan yang homogen.
Selain itu, peneliti pendidikan dan tenaga kerja Pusat Penelitian Kependudukan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Makmuri Sukarno berharap Indonesia tak menelan mentah-mentah pola pendidikan negara maju. Konteks lokal harus jadi pertimbangan karena mereka hidup di lingkungan bangsa yang berbeda.
Kompas
Sebanyak 5317 mahasiswa baru dan panitia kegiatan Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) 2005 Universitas Negeri Yogyakarta, Minggu (28/8/2005), membaca koran secara serentak di halaman kampus. Ke depan, pembelajaran yang hanya berkutat pada pengumpulan pengetahuan akan digilas oleh mesin dan robot. Mahasiswa perlu dilatih berpikir kritis dan mandiri, mampu mengolah data dan informasi, bekerja sama, peduli, dan menghargai sesama.
Industri 4.0
Rektor Universitas Atma Jaya Yogyakarta Gregorius Sri Nurhartanto mengatakan pendidikan tidak boleh resisten dengan perubahan teknologi. "Hanya dengan adaptif terhadap teknologi, Indonesia bisa jadi pemain setara dalam kompetisi terbuka pasar bebas global," katanya.
Meski masa depan sulit diprediksi, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Kementerian Perindustrian Ngakan Timur Antara menilai keterampilan terkait internet dan perangkat teknologi kian dibutuhkan. Pekerjaan pembuat aplikasi, barang yang terhubung internet, desain produk, analisis data, pemrograman, kecerdasan buatan, dan pembuatan robot maju kian diperlukan.
Keberadaan sejumlah pekerjaan baru itu terbuka bagi siapa pun, baik individu maupun kelompok. Pekerjaan ini tak terbatas jumlahnya sepanjang mereka bisa kreatif. Sementara pekerjaan yang bisa dilakukan mesin atau robot dengan baik, maka pekerjanya kemungkinan besar akan bergeser ke arah pekerjaan yang mengendalikan mesin.
"Dengan model business as usual (berjalan seperti biasanya) dan pertumbuhan ekonomi 5-6 persen per tahun, akan terdapat 20 juta tenaga kerja tambahan hingga 2030. Namun jika model revolusi Industri 4.0 diaplikasikan, akan ada tambahan 10 juta tenaga kerja baru hingga total mencapai 30 juta tenaga kerja," katanya.
HUMAS ITS
Tim Barunastra yang terdiri atas mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dengan kapal autonomous Nala Heroesnya berhasil menyabet juara pertama dalam ajang 11th Annual International Roboboat Competition 2018 di Daytona Beach, Florida, Amerika Serikat (AS), yang berakhir Minggu (24/6/2018) waktu setempat atau Senin (25/6/2018) waktu Indonesia. Pengetahuan robotik maju akan makin dibutuhkan di era Industri 4.0.
Untuk mengantisipasi hal itu, Direktur Pengembangan Kelembagaan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ridwan mengatakan pemerintah sedang merevitalisasi pendidikan vokasi di politeknik, terkait metode pembelajaran, kompetensi dosen, dosen dari industri, dan penyediaan tempat magang.
Percontohan revitalisasi itu akan dilakukan di 12 politeknik negeri. Program studi di politeknik juga didorong tidak statis hingga mampu mengembangkan program studi baru guna mengantisipasi perkembangan teknologi digital.
"Dengan perbaikan mutu pembelajaran yang didukung fasilitas praktik yang baik, mahasiswa politeknik bisa mendapat sertifikat kompetensi sehingga memenuhi standar industri." (NINO CITRA ANUGRAHANTO/ESTER LINCE NAPITUPULU)