JAKARTA, KOMPAS - Potensi terganggunya kinerja pemerintahan dan potensi penyimpangan kekuasaan seharusnya diantisipasi dengan masuknya begitu banyak pejabat negara dan pejabat daerah dalam tim kampanye nasional calon presiden petahana Joko Widodo. Penggunaan fasilitas negara dan program dadakan untuk kampanye pemenangan seyogianya tak boleh dilakukan.
Data Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang dilaporkan kepada Komisi Pemilihan Umum menunjukkan ada 15 menteri yang masuk dalam tim kampanye. Jumlah ini hampir separuh jumlah menteri di Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Selain itu, ada 232 kepala daerah dan wakil kepala daerah yang didaftarkan jadi tim kampanye.
Sejauh ini, pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin mencantumkan 5.279 orang dalam tim kampanye. Sebagian besar di antaranya calon anggota DPR partai pendukung. Sementara itu, pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendaftarkan 94 anggota timnya. Sejumlah tokoh nasional masuk dalam daftar tim kampanye, termasuk setidaknya sembilan menteri pada era pemerintahan Presiden Soeharto, BJ Habibie, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo.
Kemarin, seusai membuka Kongres XXIV Persatuan Wartawan Indonesia di Solo, Jawa Tengah, Presiden Jokowi menampik kinerja pemerintah terganggu meskipun sejumlah anggota kabinetnya masuk tim kampanye. Pasalnya, menteri yang ikut bergabung wajib mengambil cuti saat berkampanye pada hari kerja agar tak mengganggu kinerjanya. ”Itu, kan, hak politik tiap individu untuk nyaleg (dan kampanye), tetapi, kan, mesti cuti saat kampanye. Memang aturannya seperti itu,” kata Jokowi.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaku belum tahu namanya masuk daftar TKN Jokowi-Ma’ruf Amin. Namun, jika ditugaskan, dia siap. Ditanya apakah tugasnya akan terganggu jika menjadi tim kampanye, Tjahjo menjawab, ”Saya belum tahu (surat keputusannya). Kalau tidak (masuk), ya saya fokus bekerja.”
Hal sama diungkapkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin. Ia tak pernah menerima permintaan jadi anggota TKN Jokowi-Ma’ruf. Bahkan, ia belum pernah melihat daftar namanya. ”Itu hoaks. Saya tak pernah dihubungi,” ujarnya. Ia menambahkan, boleh saja jika menteri ingin jadi tim kampanye asalkan cuti terlebih dahulu.
Tak ada yang dilanggar
Dari sisi aturan, anggota KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan, menteri dan kepala daerah bisa menjadi anggota TKN. Namun, ada rambu yang harus dipatuhi. Selain cuti pada hari kerja jika ingin berkampanye, pejabat negara juga tak boleh memakai fasilitas negara. Pengawasan kepatuhan aturan diserahkan kepada Badan Pengawas Pemilu.
Oleh karena itu, Ketua Bawaslu Abhan akan memprioritaskan pengawasan ke pencegahan potensi penyalahgunaan kewenangan dan penggunaan fasilitas negara. Untuk kepentingan itu, Bawaslu akan menyurati pejabat yang masuk TKN. ”Model pengawasan jajaran, harus melekat saat (pejabat negara) turun kampanye. Apakah mereka hadir (di satu kegiatan) berkapasitas menteri, kepala daerah, atau tim kampanye,” katanya.
Koordinator Juru Bicara Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan, masuknya menteri jadi tim kampanye tak hanya mengganggu kinerja, tetapi juga berpotensi terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Pengajar Jurusan Manajemen Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Gabriel Lele, mengatakan, keterlibatan sejumlah menteri tak bisa dihalangi. Pasalnya, tak ada satu aturan pun dilanggar. Meski begitu, pelibatan mereka berpotensi membuat fokus tugasnya terbelah. Namun, diakui, Jokowi punya kalkulasi dampak baik dan buruknya mengizinkan pembantunya masuk TKN.