Sekitar 40 Juta UMKM Belum Manfaatkan Platform E-dagang
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sekitar 40 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM belum memanfaatkan platform e-dagang. Baru ada 5,3 juta pelaku yang diketahui menggunakan platform tersebut. Padahal, platform e-dagang dapat meningkatkan pendapatan mereka.
Direktur Pemberdayaan Informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Septriana Tangkary mengatakan, setidaknya masih ada sekitar 40 juta dari 59,7 juta UMKM yang belum menggunakan platform e-dagang. Platform e-dagang yang dimaksud adalah Blibli.com, Tokopedia, Bukalapak, dan sebagainya.
“UMKM Indonesia harus naik kelas dari offline menjadi online,” tuturnya seusai Forum Sosialisasi Belanja dan Jualan Online di Jakarta, Jumat (28/9/2018).
Oleh karena itu, 8 juta UMKM yang baru menggunakan media sosial terus diajak untuk masuk ke platform e-dagang. Mereka selama ini masih berjualan secara tradisional menggunakan platform media sosial, seperti Facebook dan Instagram.
Sejak dimulai pada 2015, sebanyak 4,6 juta UMKM akhirnya masuk ke platform e-dagang pada 2017. Adapun target 8 juta UMKM dalam platform e-dagang dengan nilai transaksi 130 juta dollar AS itu tercapai pada 2020.
Program tersebut dikolaborasikan dengan sejumlah kementerian dan instansi terkait serta 41 platform e-dagang yang ada di Indonesia. Menurut Septriana, Blibli.com telah mengajak 1 juta UMKM untuk bergabung dengan perusahaan tersebut per 28 September 2018.
Small Medium Enterprise (SME) Channel Sales Supervisor Blibli.com Agus Mulyo Pribadi menambahkan, platform e-dagang membawa keuntungan berkali lipat bagi UMKM. Pelaku usaha dapat menjangkau lebih banyak pembeli, membayar sewa lapak, bahkan mendapat fasilitas promosi gratis dari perusahaan pemilik platform.
“Cara menjadi penjual juga mudah. Mereka cukup memiliki kartu identitas, produk yang dijual, alamat surel, dan nomor rekening,” kata Agus.
Namun, yang masih menjadi hambatan pelaku UMKM masih ada yang belum familiar dengan dunia digital sehingga belum paham membuat surel. Mereka juga masih ditemukan belum memiliki rekening bank.
Agus melanjutkan, tantangan lain yang dihadapi adalah mental pelaku UMKM yang masih belum ingin bersaing. Mereka masih berpikir produk mereka belum layak untuk dijual. Pelatihan dan pendampingan UMKM menjadi penting untuk dilakukan secara berkala.
Pemilik usaha Permen Guren Ujukoe dari Kabupaten Batanghari di Jambi, Fauzi menyampaikan, ia telah mampu memproduksi permen dari gula aren untuk dijual secara masal. “Saya selama ini menjual dengan Whatsapp dan Facebook,” katanya di sela acara Kriyanusa 2018.
Fauzi dapat menghasilkan 2.000 buah tangkup gula aren. Dari satu buah tangkup gula aren yang dihasilkan, ia dapat membuat 50 permen. Ia pun telah mampu membuat bungkus permen menjadi lebih menarik menggunakan kertas alumunium foil berwarna.
Ia mengakui, telah ditawari untuk masuk ke sejumlah platform digital. Namun, usahanya masih terkendala proses izin Produk Industri Rumah Tangga (PIRT) dan halal yang memakan waktu lama.
Tekan impor
Septriana meyakini, semakin banyak produk Indonesia yang masuk ke dalam platform e-dagang, variasi produk lokal akan semakin dapat diakses calon pembeli. Dengan begitu, impor barang konsumsi yang selama ini menjadi beban perekonomian dapat berkurang.
Ia tidak menampik masih banyak impor barang konsumsi yang terjadi karena generasi muda yang menyukai produk luar negeri. Tokoh masyarakat dan selebriti diharapkan dapat menjadi contoh bagi mereka untuk bangga menggunakan produk lokal.
Pemerintah juga ingin meningkatkan ekspor produk UMKM ke dunia internasional. “Produk yang menjadi andalan adalah kerajinan tangan dan fesyen,” ujarnya.