JAKARTA, KOMPAS- Komisi Pemilihan Umum membuat surat edaran yang ditujukan kepada semua jajaran KPU di provinsi dan kabupaten atau kota untuk menjelaskan posisi lembaga terhadap putusan Badan Pengawas Pemilu yang mengakomodasi bakal calon anggota legislatif bekas napi korupsi. Hal ini dilakukan untuk menjaga keseragaman respons atas putusan Bawaslu itu sekaligus agar penyelenggara di daerah tidak menjadi bingung.
Surat KPU RI Nomor 991/PL.01.4-SD/06/KPU/VIII/2018 ditandatangani Ketua KPU Arief Budiman pada 31 Agustus 2018. Surat yang menjelaskan pelaksanaan putusan Bawaslu mengenai mantan terpidana korupsi itu berisi empat poin. Di antaranya, menegaskan bahwa kerja KPU mengacu pada Peraturan KPU 20/2018 tentang Pencalonan DPR dan DPRD, serta PKPU 26/2018 tentang Pencalonan DPD. KPU RI juga menegaskan, dua PKPU itu merupakan pelaksanaan UU 7/2017 tentang Pemilu.
“Surat itu kami buat karena pascaputusan Bawaslu di tiga daerah (awal), kami menduga akan ada efek bola salju yang membesar. Dugaan ini terbukti. Surat ini agar KPU di daerah punya satu pemahaman,” kata anggota KPU Wahyu Setiawan dihubungi dari Jakarta, Minggu (02/09/2018).
Menurut dia, hingga akhir pekan lalu, sudah ada 11 putusan Bawaslu di daerah yang menganulir keputusan KPU setempat yang menyatakan tidak memenuhi syarat bakal caleg bekas napi korupsi. Awal pekan ini, juga akan ada putusan di sejumlah daerah lain, di antaranya, Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Blora (Jateng). Kendati tidak semua daerah menghadapi sengketa pencalonan dari bacaleg bekas napi korupsi, KPU mengirim surat ke 34 provinsi serta 514 kabupaten/kota agar penyelenggara di daerah tidak kebingungan menghadapi situasi ini.
Di surat itu, KPU juga menyatakan kendati ada putusan Bawaslu, KPU di daerah tetap harus bekerja sesuai dengan PKPU Pencalonan yang melarang pencalonan bekas napi kasus korupsi, karena PKPU tersebut masih sah. Oleh karena itu, KPU di daerah diminta menunda pelaksanaan putusan Bawaslu hingga keluar putusan uji materi Mahkamah Agung (MA) atas PKPU Pencalonan DPD serta PKPU Pencalonan DPR dan DPRD.
Putusan MA
Wahyu mengingatkan, putusan MA juga bisa berdampak dua, yakni membatalkan atau tidak membatalkan PKPU. “Jika Bawaslu meloloskan mantan napi, kemudian MA mengatakan PKPU itu tetap berlaku. Bagaimana konsekuensinya? Karena itu, jalan yang ditempuh KPU berpedoman pada PKPU sampai ada putusan MA yang menyatakan berbeda,” kata Wahyu.
Menurut Wahyu, rencana pertemuan antara KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu untuk membahas hal itu, akan berjalan Rabu mendatang.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Umbu Rauta mengaku setuju dengan ide agar penyelenggara negara harus bersih dari berbagai persoalan hukum dan korupsi. Namun, saat pembahasan PKPU Pencalonan, seharusnya materi itu ada dalam UU Pemilu karena berkaitan dengan pembatasan hak warga negara dalam mencalonkan diri sebagai penyelenggara negara.
Peneliti Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Andrian Habibi menuturkan, kendati ada putusan Bawaslu yang menganulir keputusan KPU di daerah, tidak berarti lembaga itu seakan-akan pro terhadap koruptor. Dia berharap segera ada putusan MA atas uji materi terhadap PKPU Pencalonan agar tidak terus terjadi pembelahan di antara penyelenggara pemilu maupun kelompok masyarakat sipil.