Sandiaga yang Terus Berlari…
Dipilihnya Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto, sempat membuat kaget sejumlah pihak. Persoalan ekonomi jadi fokus perhatiannya.
Perjalanan politik Sandiaga Uno cukup fenomenal. Dalam tiga tahun terhitung sejak memutuskan masuk Partai Gerindra pada tahun 2015, ia telah memenangkan Pilkada 2017 DKI Jakarta sebagai wakil gubernur, lalu dipilih sebagai pendamping Prabowo untuk Pemilihan Presiden 2019.
Kehadiran Sandiaga dalam Pilpres 2019 tidak diprediksi oleh banyak pihak. Sosoknya cenderung tidak pernah muncul dalam kajian sejumlah lembaga survey mengenai calon wakil presiden. Sandiaga “kalah” pamor dibandingkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Bahkan, sejak awal 2018, lembaga kajian di luar negeri, misalnya Center for Strategic and International Studies di Amerika Serikat dan Lowy Institute di Australia, telah memprediksi peluang Anies sebagai kontestan Pilpres 2019.
Dalam hasil survei Litbang Kompas, April 2018, Sandiaga juga tidak masuk dalam 10 kandidat calon wakil presiden bagi Prabowo.
Namun, politik bukanlah ilmu pasti yang dapat diperhitungkan dengan rumus-rumus ilmiah. Kanselir Prusia, Otto von Bismarck (1815-1898), pernah berucap, “Politik adalah seni kemungkinan, seni yang terbaik untuk selanjutnya”.
Terkait hal itu, keputusan Prabowo memilih Sandiaga tentu bukan tanpa alasan. Sandiaga ditengarai dipilih bukan hanya untuk jangka pendek, yaitu Pilpres 2019. Sandiaga yang kini berumur 49 tahun, juga memiliki potensi cerah bagi Partai Gerindra di masa mendatang, meski ia telah mengundurkan diri dari partai itu.
Menanggapi pilihan Prabowo kepada dirinya, Sandiaga menyatakan, Prabowo memang mencari sosok muda untuk bersama berjuang di Pilpres 2019. Guna mewujudkan hal itu, sejak Sandiaga ditunjuk sebagai Ketua Tim Pemenangan Pilpres Partai Gerindra pada Februari 2018, ia berkoordinasi dengan mitra koalisi, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat, untuk menjajaki sejumlah sosok muda yang cocok dengan visi dan misi Prabowo.
“Banyak yang kaget. Jangankan yang lain, saya pun kaget ketika pilihan Prabowo dijatuhkan ke saya,” kata Sandiaga dalam acara Satu Meja The Forum di Kompas TV, Rabu (29/8/2018), yang bertajuk “Sandiaga Uno: Harta, Tahta, dan Emak-emak”.
Hadir pula sebagai penanggap dalam acara ini, yakni dua anggota tim sukses Prabowo-Sandiaga, yaitu Sudirman Said dan Ferry Mursyidan Baldan, kemudian Ketua DPP Partai Golkar Nusron Wahid, Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Eriko Sotarduga, serta pemerhati komunikasi politik Effendi Gazali.
Di acara yang dipandu Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo itu, Sandiaga menuturkan, keputusannya untuk menerima tawaran Prabowo didasari adanya kesamaan visi untuk menyelesaikan masalah bangsa saat ini. Masalah itu ialah persoalan ekonomi yang berkaitan dengan kesempatan kerja, harga bahan pokok, biaya hidup masyarakat, hingga masalah pengelolaan usaha mikro kecil menengah. "Untuk masalah ekonomi, saya memiliki solusinya,” ujarnya.
Program ekonomi itu, lanjutnya, ditargetkan kepada kaum muda dan para ibu rumah tangga. Dua segmen masyarakat itu dinilai oleh tim Prabowo-Sandiaga, menjadi pihak yang merasakan langsung kesulitan lapangan kerja berkualitas serta tingginya harga kebutuhan pokok pada saat ini.
Kompetisi sehat
Untuk kontestasi Pilpres 2019, Sandiaga menekankan, dirinya dengan Prabowo telah sepakat untuk menghadirkan kompetisi politik yang sehat dan mencerahkan.
Kini, kemeja biru muda berlengan panjang menjadi “seragam” baru Sandiaga di Pilpres 2019. Ia mengungkapkan, Didit Hediprasetyo, putra Prabowo, yang mengusulkan dirinya untuk menggunakan seragam itu. Pada Kamis (9/8/2018), sebelum menghadiri pengumuman cawapres Prabowo, Didit memberi masukan kepadanya untuk menggunakan kemeja berwarna biru. “Blue collar identik dengan kaum pekerja. Warna biru lebih segar dan juga cocok dengan upaya yang diharapkan masyarakat untuk memperjuangkan lapangan pekerjaan,” kata dia.
Ferry menyatakan, pihaknya tengah menyusun strategi pemenangan.
Sudirman menambahkan, Sandiaga ditargetkan untuk menarik minat generasi milenial dan ibu rumah tangga, sedangkan Prabowo akan merangkul kaum nelayan, petani, dan masyarakat di pedesaan. Atas dasar itu, pasangan Prabowo-Sandiaga dapat saling melengkapi.
Sementara itu, Nusron mengatakan, sosok presiden akan lebih berpengaruh dalam Pilpres. Ia menyatakan, ketokohan Presiden Joko Widodo sangat dekat dengan generasi muda, sehingga pemilih dari kalangan milenial akan mendapatkan harapan dan kebutuhan mereka di sosok Jokowi.
Dalam kompetisi Pilpres 2019, Effendi menilai, pemilih milenial akan menjadi arena perebutan suara bagi kedua pasangan capres-cawapres. Sandiaga, akan berupaya menarik minat dengan kegiatan olahraga, seperti lari dan senam. Sementara Jokowi akan menunjukkan bukti hasil kerjanya selama periode pertama sebagai Presiden.
Adapun proses persaingan Pilpres 2019 baru akan terlihat pada akhir September nanti ketika masa kampanye dimulai. Namun, Sandiaga telah menunjukkan capaian politiknya tidak berbeda dengan kegemarannya berolahraga lari.
Di “lintasan” politik, ia juga telah mulai berlari sejak 2015 dimulai sebagai pengurus Partai Gerindra, lalu mengemban amanah sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Dan, apakah Sandiaga mampu meraih kemenangan di garis akhir kompetisi pada 2019? Waktu yang akan menjawab…