PN Medan Dipimpin Plh, Persidangan Berjalan Seperti Biasa
Oleh
Nikson Sinaga
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Pengadilan Negeri Medan kini dipimpin pelaksanan harian ketua setelah Ketua dan Wakil Ketua PN Medan ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. PN Medan memastikan persidangan perkara berjalan lancar kecuali perkara yang dipimpin empat hakim yang ditangkap KPK.
Erintuah Damanik dari bagian Humas PN Medan, Rabu (29/8/2018), mengatakan, surat keputusan tentang penetapan pelaksana harian (plh) ketua telah ditandatangani oleh Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan. Hakim Saryana ditetapkan sebagai pelaksana harian ketua. ”Surat keputusan itu ditandatangani Marsudin seusai ditangkap dari PN Medan dan diperiksa KPK di kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara,” kata Erintuah.
KPK sebelumnya menangkap Ketua PN Medan Marsudin, Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo, serta dua hakim, yakni Sontan Merauke dan Merry Purba, di kantor PN Medan, Selasa (28/8/2018). Dua panitera pengganti PN Medan juga ikut dibawa petugas KPK, yakni Oloan Sirait dan Elpandi.
Pimpinan dan hakim PN Medan tersebut diduga menerima suap dalam menangani perkara korupsi aset tanah perkebunan milik negara atas nama PT Perkebunan Nusantara II oleh pengusaha Tamin Sukardi. Dalam penangkapan itu, KPK menyita uang sebesar 13.000 dollar Singapura (Rp 139,5 juta).
Erintuah mengatakan, setelah penangkapan empat hakim dan dua panitera, persidangan di PN Medan tetap berjalan seperti biasa kecuali perkara-perkara yang dipimpin empat hakim yang tertangkap. PN Medan akan menunggu penetapan status empat hakim dan panitera pengganti yang ditangkap sebelum mengganti posisi mereka dalam keanggotaan majelis hakim.
Menurut Erintuah, penggantian anggota majelis hakim tidak bisa serta-merta dilakukan karena tidak ada hakim lain yang menggantikan. Mereka harus menunggu dulu anggota majelis hakim selesai bertugas dalam perkara lain.
Erintuah mengatakan, petugas KPK sudah menyegel ruangan Ketua dan Wakil Ketua PN. Selain itu, meja dua hakim dan dua penitera pengganti kini juga sudah disegel.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Mirza Nasution, mengatakan, penangkapan hakim dan panitera dari PN Medan menunjukkan belum ada perbaikan budaya hukum dari aparat penegak hukum di Sumatera Utara. Kasus itu juga membuat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan Sumut semakin terpuruk.
Belum ada perbaikan budaya hukum dari aparat penegak hukum di Sumatera Utara.
Padahal, pada Juli 2015 KPK juga menangkap tiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan karena menerima suap terkait dana bantuan sosial dari Gatot Pujo Nugroho, Gubernur Sumut ketika itu. Kasus itu kemudian membongkar kasus-kasus korupsi lain yang menyeret Gatot, jajaran Pemprov Sumut, anggota DPRD Sumut 2009-2014, 2014-2019, termasuk pimpinannya.
”Kasus tersebut seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki budaya hukum aparat penegak hukum di Sumut dan mengembalikan kepercayaan publik,” kata Mirza.
Menurut Mirza, pembenahan di PN Medan beberapa tahun ini hanya pada tahap prosedur dan administrasi. ”Lima tahun lalu, Pengadilan Negeri Medan seperti pasar. Masyarakat yang berperkara tidak tahu prosedur yang harus dijalani dan administrasi yang harus dilengkapi. Saat ini sudah ada loket, pusat informasi, dan ruang tunggu,” kata Mirza.
Namun, kata Mirza, pembenahan PN Medan berhenti pada tahap tersebut. Penangkapan hakim dan panitera menunjukkan tidak ada perubahan integritas, cara berpikir, dan kebiasaan korup yang sudah membudaya.