SLEMAN, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi harus transparan mengenai rotasi pegawai yang sedang terjadi di dalam lembaga tersebut. Hal itu bertujuan untuk menjaga kredibilitas dan menjauhkan kesan politis terhadap lembaga yang bertugas memberantas korupsi di Indonesia itu.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menyatakan, kualitas sumber daya manusia yang ada di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menjadi perhatian masyarakat.
”Publik memberikan perhatian agar KPK tidak disetir oleh kekuatan eksternal. Tujuannya, untuk menjaga independensi KPK,” kata Zaenur dalam diskusi publik di Kantor Pukat UGM, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (21/8/2018).
Ia mengungkapkan, rotasi ataupun mutasi pegawai sebenarnya merupakan hal biasa dalam lembaga pemerintahan. Namun, hal itu harus didasari penilaian kinerja dan bertujuan menjamin obyektivitas.
”Jangan sampai (rotasi dan mutasi) hanya didasarkan kepada perkiraan, asal putar, atau sekadar rasa suka dan tidak suka. Harus ada aturan tertulis sehingga prosedur, dasar, dan tujuannya dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Zaenur.
Hal tersebut diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK. Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa rotasi dan mutasi harus disesuaikan dengan tuntutan beban kerja, tujuan, dan sasaran organisasi berdasarkan hasil penilaian kinerja setiap pegawai.
”Tetapi, yang ada dalam aturan tersebut baru gambaran umum. KPK belum memiliki aturan teknis mengenai mutasi dan promosi dalam bentuk peraturan komisi. Hal ini menjadi salah satu kekurangan sehingga menyulitkan pengukuran terhadap akuntabilitas mutasi dan promosi di KPK,” lanjut Zaenur.
Menurut rencana, ada 15 pejabat struktural yang akan dirotasi dalam tubuh lembaga antirasuah tersebut.
Febri Diansyah, Juru Bicara KPK, menyampaikan, KPK akan memperbaiki mekanisme rotasi pegawai agar sesuai dengan PP Nomor 63 Tahun 2005. Ia mengakui, belum ada aturan pelaksanaan yang rinci dari aturan tersebut. Dalam waktu dekat, pimpinan KPK akan menyusun aturan yang lebih rinci sebagai aturan turunannya. Rencana rotasi ditunda hingga aturan turunan itu selesai disusun (Kompas, 21/8/2018).
Hifdzil Alim, peneliti pada Pukat UGM, mengatakan, apabila rotasi atau mutasi pegawai tidak dibuka kepada publik, hal tersebut berpengaruh terhadap citra KPK. Lembaga itu bisa dipandang tidak profesional dan dimanfaatkan tersangka korupsi untuk menyerang balik lembaga tersebut.
”Efek yang berat adalah situasi ini dipakai oleh tersangka korupsi untuk menunjukkan bahwa KPK tidak profesional dalam melakukan penyidikan. Mereka mendasarkannya dari pengelolaan internal lembaga tersebut yang masih bermasalah,” ujar Hifdzil.
Ia menambahkan, transparansi menjadi hal yang mutlak bagi KPK mengingat lembaga itu bertugas menangani terjadinya tindak korupsi yang mengakibatkan kerugian negara. Pimpinan KPK pun dituntut untuk menunjukkan akuntabilitasnya dengan transparan terhadap apa pun. Penilaian dalam mengelola sumber daya manusia juga hendaknya mengedepankan kualifikasi, kompetensi, serta kinerja pegawai.