JAKARTA, KOMPAS- Pejabat Pembina Kepegawaian didorong segera memberhentikan 307 aparatur sipil negara terpidana tindak pidana korupsi dengan vonis yang sudah berkekuatan hukum tetap. Hubungan dekat antara ASN dan PPK disinyalir menjadi penghambat pemberhentian yang diduga menjadi ruang korupsi baru.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur mengatakan, pemberhentian ASN terpidana korupsi harus segera dibawa ke Badan Pertimbangan Pegawai (Bapeg) apabila PPK tidak kunjung memberhentikan ASN itu. Bapeg merupakan pengadilan tertinggi bagi ASN yang terjerat pidana.
"Kalau terkendala PPK, baru masuk ke bapeg, itu pengadilan PNS paling tinggi, itu ada yang dipecat. Kalau sudah inchraht harus diberhentikan. Harus sudah langsung putus gaji," ujar Asman di Gedung Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Jakarta, Selasa (14/8/2018).
Asisten Deputi Pengelolaan Pengaduan Aparatur dan Masyarakat Kemenpan RB Agus Uji Hantara mengatakan, pihaknya masih belum menerima data 307 ASN yang terpidana korupsi itu. Ia meminta agar data itu juga dikirimkan kepada Kemenpan RB agar dapat langsung ditindaklanjuti untuk menyurati kepala daerah terkait.
Sebelumnya, Badan Kepegawaian Negara (BKN) menemukan 307 ASN terpidana korupsi yang belum diberhentikan dari laporan 14 Kantor Regional BKN di seluruh Indonesia. Padahal, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, para ASN terpidana korupsi harus langsung diberhentikan tidak dengan hormat.
Direktur Pengawasan dan Pengendalian Bidang Kode Etik Disiplin Pemberhentian dan Pensiun PNS BKN Sukamto menambahkan, pemblokiran status kepegawaian hanya untuk mencegah kerugian negara yang lebih besar.
Kerugian negara
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menekankan, apabila pembayaran gaji kepada ASN terpidana korupsi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap dilakukan maka hal itu dianggap tidak sah. Bendahara dan PPK yang ikut menandatangani pembayaran gaji juga wajib mengganti kerugian negara.
"Pembayaran itu jadi tidak sah karena dibayar orang yang tidak sah. Hal terburuknya PPK bisa kena. Bendahara juga diminta menyetor ke kas negara sejumlah itu. Pejabat yang tanda tangan harus ganti rugi. Bendahara kan ngeri mau bayar, karena kalau benar ketahuan, disuruh ganti," ujarnya.